Opini  

Opini Publik dan Poros Baru PKB di Pilwako Ternate

Oleh: Jufri M. Soleman
Sekretaris KNPI Maluku Utara

_____

HIRUK pikuk politik kini semakin kencang menjelang pemilihan kepala daerah yang diselenggarakan secara serentak di seluruh Indonesia tahun 2024, setelah kita lewati fase Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilihan Legislatif pada tanggal 14 Februari lalu.

Pilkada serentak akan segera digelar tanpa ada interupsi, aksi dan reaksi. Intensitas kekuatan di balik hard desk, pertarungan politik yang kian memanas. Aroma dan suasana pemilukada kini tercium dan telah menjadi discourse hangat hampir di semua kalangan dan tempat. Media sosial, daring dan konvensional tidak asing lagi dengan presentasi, kalkulasi, manuver dan sejumlah alternatif dan kemungkinan-kemungkinan.

Opini-opini politik terus menerus diproduksi, baik dan buruk mulai meledak dan partai politik harus mampu menjaga ekspektasi publik yang tinggi dan telah menyebar dan berkembang luas di tengah-tengah khalayak ramai.

Melihat trend dan peta koalisi partai politik yang hampir final pada momentum pemilihan wali kota dan wakil wali kota Ternate, di mana Syahril Abdurrajak-Makmur Gamgulu mendapat rekomendasi Partai Golkar, Partai Bulan Bintang, Partai Persatuan Pembangunan. Sementara incumbent M Tauhid Soleman-Nasri Abubakar dimandatkan oleh Partai Demokrat dan Partai Hati Nurani Rakyat. Selain itu, Partai Perindo mengusung Erwin Umar sebagai penantang petahana lainnya. Yang tersisa hanyalah Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional, PDI-Perjuangan, Gerindra, dan Partai NasDem yang memiliki seat di DPRD Kota Ternate. Pertanyaannya adalah mungkinkah PKB membentuk koalisi untuk menciptakan poros baru?

Pertanyaan ini sejalan dengan manivesto Muhajirin Bailusy, Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Kebangkitan Bangsa Kota Ternate pada tanggal 31 Juli 2024 di beberapa media daring, menyebutkan bahwa dirinya akan maju bertarung di Pilkada Kota Ternate dengan membentuk poros baru untuk melawan Tauhid Soleman sebagai incumbent. Menurut penulis, perjudian dalam politik yang kelihatannya masih cair ini memang mungkin, tetapi politik tidak sekadar kalkulasi dan manuver, namun politik juga tentang prinsip, nilai-nilai dasar, standar moral dan marwah institusi yang tidak bisa dinegosiasikan.

Masih kuat dalam ingatan kita bahwa PKB dan koalisi partainya telah mengantarkan alm. Burhan Abdurrahman menjadi Wali Kota Ternate selama dua periode. Di tahun 2019, partai besutan Muhaimin Iskandar ini menjadi pemenang dan berhasil menjadi Ketua DPRD Kota Ternate dan di tahun 2020 PKB kembali mengusung Jasri Usman yang juga sebagai Ketua Wilayah PKB Maluku Utara untuk mendampingi M Tauhid Soleman pada kontestasi pemilihan wali kota dan wakil wali kota Ternate dan berhasil menjadi pemenang. Di tahun 2024, prestasi gemilang itu masih saja dipertahankan, di mana PKB Kota Ternate masih mempertahankan empat seat di parlemen Kota Ternate dan berhasil mengantarkan Muhajirin Bailusy sebagai anggota DPRD terpilih Provinsi Maluku Utara dengan capaian perolehan suara yang cukup signifikan.

Sederet kemenangan Partai Kebangkitan Bangsa di Kota Ternate patut diperhitungkan oleh seluruh kandidat termasuk incumbent. Sebab, seluruh kemenangan itu, PKB-lah yang menjadi “Playmaker”.

Dengan demikian, poros baru menjadi mungkin oleh PKB sebagai langkah strategi politik di pemilihan wali kota dan wakil wali kota Ternate. Kenyataan itulah kemudian skema poros baru dimunculkan sebagai bentuk aksi politik melalui opini publik untuk mengukur seefektif apa respons publik atas konstruksi poros baru oleh Partai Kebangkitan Bangsa. Dalam literatur, dilihat dari bentuknya, opini publik jelaskan dalam dua hal, pertama opini publik dilihat secara laten. Opini publik laten merupakan pendapat umum yang tersembunyi, namun sangat potensial, karena dalam masa tertentu dapat menjadi kenyataan. Karena itu, kekuatan opini publik laten dalam situasi tertentu dapat menjelma menjadi kekuatan politik baru yang dahsyat sebagai kekuatan potensial yang dapat mengganggu dan bahkan dapat menumbangkan rezim yang sedang berkuasa. Yang lain, opini publik dibaca sebagai keaktualan, opini publik aktual dapat didefinisikan sebagai pendapat umum yang nyata karena diucapkan secara terbuka dan ditanggapi secara intensif oleh publik dan bahkan berpengaruh secara luas. Secara pengalaman PKB memiliki jam terbang yang cukup dan mampu
menerjemahkan serta bisa mempengaruhi basis elektoral dengan menggunakan opini publik sebagai kekuatan lain untuk membingkai kepingan-kepingan simpul sebagai syarat sebuah kemenangan.

Di akhir tulisan ini, penulis kembali mengulangi pertanyaan di atas, apa mungkin PKB Kota Ternate membentuk koalisi untuk menciptakan poros baru ataukah sekadar menjadi pendukung untuk melengkapi syarata administrasi pencalonan. Mungkinkah itu terjadi? Sebab di republik ini, ada sejarah politik yang telah tampak di depan mata terlihat ada hitam dan putih, namun di akhir tikungan telah terjadi perubahan secara total dan menyeluruh. (Adi Prayitno, Pengamat Politik Indonesia). (*)