Hukum  

PT Dagymoi Properti Digugat ke Pengadilan Negeri Ternate

Pihak PN Ternate bersama penggugat melihat langsung kondisi bangunan yang menjadi objek sengketa.

TERNATE, NUANSA – PT Dagymoi Properti Indonesia digugat ke Pengadilan Negeri (PN) Ternate oleh pihak kreditur. Gugatan tersebut dilayangkan salah satu konsumen atas nama Sasmita Abdurahman yang membeli satu unit rumah di kawasan perumahan Residence Blok no 13, Kelurahan Sangaji Utara, Kecamatan Ternate Utara.

Sasmita membeli rumah tipe 36 yang kini menjadi objek sengketa tersebut seharga Rp168 juta dengan cara dicicil. Ia berkewajiban membayar Rp1,179 juta selama 180 bulan. Sasmita sudah membayar uang muka sebesar Rp17 juta dan biaya administrasi Rp31 juta.

Penggugat Sasmita mengatakan, masalah ditemui setelah ia berencana menempati dan memperluas rumah tersebut. Ketika itu, ia ingin membangun bagian dapur, dan pekerjanya menggali tanah untuk fondasi, ditemukan banyak tumpukan batang kelapa utuh di bawah rumah.

Setelah itu, penggugat komplain ke pihak perusahaan (tergugat I) dan bank (tergugat II). Setelah komplain, pihak tergugat datang mengecek kondisi rumah dan bersepakat memberi kompensasi tambahan luas tanah 1,5×6 meter atau 9 M2.

Setelah itu, penggugat juga menemukan masalah lain, seperti kondisi bangunan yang retak dan miring. Komplain kembali disampaikan ke pihak tergugat dan mendapat respons.

Setelah melewati beberapa kesepakatan, penggugat membangun fondasi di tanah yang diberikan sebelumnya sebagai kompensasi, namun disetop salah satu staf dari tergugat I.

Selain itu, Sasmita juga diminta membayar tanah tambahan 1,5 meter dengan harga Rp800 ribu per meter baru bisa dibangun.

Alasan yang disampaikan ke pihak Sasmita yakni tanah tersebut diberikan sebagai kompensasi bukan untuk didirikan dibangun.

Mendengar hal itu, Sasmita pun kaget dan geram, karena merasa kondisi rumah yang hendak ditempati tidak aman dari keselamatan.

“Ketika kita ingin merenovasi tapi malah dilarang, bahkan masih jadi objek sengketa angsuran atau cicil ke Bank BTN, saya tidak pernah setop membayar,” ujar Sasmita.

Sejak peristiwa itu, pembagunan bagian dapur pun dihentikan. Imbasnya Sasmita tidak bisa menempati rumah yang sudah dibelinya.

Sasmita mengaku sudah berupaya menghubungi pihak perusahaan, namun sampai mengajukan gugatan ke pengadilan ia tidak mendapat respons positif sehingga sengketa objek rumah ini dibawa ke ranah hukum.

Terpisah, kuasa hukum PT Dagymoi Properti Indonesia, Nurul Mulyani menyampaikan pandangan berbeda.

Ia menerangkan, pihak Sasmita keliru jika mempersoalkan kondisi rumah yang sudah dibeli meski belum lunas.

Menurutnya, sebagai konsumen atau kreditur, Sasmita sudah melihat langsung kondisi objek rumah sebelum menyatakan kesiapan untuk membeli.

Tentu, kata Nurul, setelah pengecekan kondisi rumah dan dirasa aman dan tidak bermasalah dari segi konstruksi bangunan, maka penggugat sepakat untuk mengambil unit tersebut. Sampailah pada pemberian akad dan serah terima unit rumah kepada penggugat.

“Itu artinya sedari awal penggugat tidak menemukan masalah terkait kodisi rumah. Lalu kenapa mempersoalkan,” ujar Nurul.

Menurutnya, pihak Sasmita mestinya sudah mengajukan komplain kepada kliennya sejak awal jika menemukan ada masalah pada konstruksi bangunan. Namun hal itu tidak dilakukan. Artinya, kata Nurul, tidak ada masalah. Terkait fondasi yang patah dan bangunan yang miring, Nurul menyebut itu kesalahan pihak Sasmita yang menggali tanah terlalu dalam untuk fondasi.

Hal itu juga sempat disarankan oleh ahli konstruksi ke pihak penggugat saat pengecekan lokasi, jika galian fondasi yang terlalu dalam akan mempengaruhi bangunan rumah. Terutama galian fondasi yang masuk terlalu ke dalam sampai bagian bawah bangunan.

“Terkait batang kelapa, ahli juga sudah sampaikan itu tidak apa-apa, karena nantinya juga akan hancur dan menyatu dengan tanah,” beber Nurul.

”Kalaupun ingin komplain, seharusnya sejak pertama temukan batang kelapa ya berhenti dan sampaikan ke pihak perusahaan. Jangan dilanjutkan pekerjaannya,” sambungnya.

Lebih lanjut Nurul menyampaikan, pihak penggugat semestinya belum bisa merenovasi atau menambah bangunan baru yang mengubah model rumah, karena hal itu melanggar regulasi KPR atau kredit perumahan rakyat sebelum dilunasi.

“Kan ada regulasinya. Pihak kreditur belum bisa mengubah objek rumah jika belum lunasi. Ini subsidi loh. Kalau sudah lunas baru bisa, terserah nanti mau dibuat model bagaimana pun itu hak mereka,” tandasnya.

Diketahui, gugatan tersebut sudah sampai pada agenda sidang Pemeriksaan Setempat (PS) pada Jumat (17/1).

Hakim Pengadilan Negeri Ternate bersama masing-masing pihak turun ke lokasi untuk melihat langsung kondisi bangunan yang menjadi objek sengketa. (udi/tan)