Polmas  

Bantah Tuduhan Pihak Terkait, Salim Ungkap Manuver Politik Ikram di Pilkada Halteng

Salim Kamaludin. (Istimewa)

JAKARTA, NUANSA – Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan untuk perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) Kabupaten Halmahera Tengah, Rabu (23/1). Pilkada Halteng merupakan kontestasi antara petahana dan penjabat bupati, yaitu pasangan calon nomor urut 2 Edi Langkara-Abd Rahim Odeyani (Elang-Rahim) dan Ikram Malan Sangadji-Ahlan Djumadil (IMS-ADIL).

Paslon IMS-ADIL selaku pihak terkait, membantah tuduhan yang diajukan paslon nomor urut 2, Elang-Rahim. Salah satu isu yang menjadi sorotan adalah tuduhan pembunuhan karakter terhadap lawan politik.

Dalam persidangan, kuasa hukum paslon IMS-ADIL menjelaskan alasan pemberhentian Salim Kamaludin dari jabatannya sebagai Kepala Bappeda Halteng. Salah satu alasannya adalah dugaan manuver politik Salim yang dinilai melanggar etika sebagai aparatur sipil negara (ASN).

“Terkait Salim Kamaludin ini, yang bersangkutan diberhentikan dari Kepala Bappeda Halteng dengan beberapa pertimbangan. Salah satunya adalah manuver politik sejak Mei 2024 dengan menghadiri pertemuan PKB dan PAN menggunakan fasilitas dinas,” ujar kuasa hukum pihak terkait di hadapan majelis hakim.

Kuasa hukum juga menyebut Salim gagal memenuhi target kinerja, termasuk penetapan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang krusial untuk perencanaan wilayah Halteng. Bahkan, Pemkab Halteng disebut-sebut sempat mendapat teguran dari Pemprov Maluku Utara terkait kinerja perencanaan pembangunan.

Salim Kamaludin tidak tinggal diam menghadapi tuduhan tersebut. Dalam wawancara eksklusif, Salim memberikan klarifikasi dan merasa nama baiknya telah tercemar.

“Nama baik saya tercemarkan dengan tuduhan yang tidak berdasar. Ada beberapa poin yang perlu saya luruskan,” tegasnya.

Menurut Salim, manuver politik adalah hak setiap warga negara, termasuk dirinya. Ia bahkan menuding Ikram yang saat itu menjabat sebagai Pj Bupati Halteng melakukan manuver politik yang lebih masif.

“Saya bermanuver sebagai warga negara, tetapi Ikram sendiri sebagai Pj Bupati justru lebih agresif. Ia melobi partai, memasang baliho, bahkan membangun posko. Di sisi lain, ia membuat surat edaran yang melarang ASN bermanuver, namun dirinya melakukannya dengan terang-terangan,” jelas Salim.

Salim juga membantah tuduhan terkait Perda RTRW. Ia menjelaskan bahwa permasalahan RTRW Halteng disebabkan perbedaan interpretasi antara Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2003 dan Permendagri Nomor 84 Tahun 2018.

“Jika menggunakan Permendagri, Halteng akan kehilangan 2.000 hektare wilayahnya. Namun, Ikram dan ketua DPRD tetap bersikeras menggunakan Permendagri sebagai syarat RTRW,” ungkap Salim.

Terkait kinerja perencanaan pembangunan, Salim menyebut pernah memperoleh penghargaan prestisius 2 tahun berturut-turut dari Kemendagri, yaitu Halmahera Tengah menjadi kabupaten inovatif 2 tahun berturut-turut di tahun 2021 dan 2022. Selanjutnya pada 2023, Pemkab Halteng mendapat predikat perencanaan terbaik se-Maluku Utara. Sementara itu, penilaian untuk tahun 2024 belum dilakukan.

“Terkait dengan teguran, teguran seperti apa? Jadi tudingan ini sepenuhnya tendensius dan rekayasa. Pergantian saya lebih karena ketakutan Ikram terhadap potensi saya sebagai pesaing politik di Pilkada Halteng,” cetusnya.

Salim juga mempersoalkan mekanisme pergantian pejabat di lingkungan Pemkab Halteng yang menurutnya tidak sesuai aturan. Seharusnya, pergantian pejabat diawali dengan teguran tertulis secara bertahap, dan evaluasi melalui Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat). Namun, menurut Salim, Ikram langsung memerintahkan Sekda memproses Surat Keputusan (SK) pergantian dirinya dalam sebuah rapat pimpinan.

“Tapi kok aneh, Ikram langsung secara spontan marah-marah dan memerintahkan Sekda dan Plt BPSDM untuk proses SK pergantian saya dalam suatu forum rapat dengan pimpinan OPD,” pungkas Salim.

Sidang di MK masih berlanjut, dan saat ini majelis hakim tengah menunggu putusan dismissal. Apakah Pilkada Halteng akan berlanjut ke persidangan berikutnya, ataukah permohonan paslon nomor urut 2 akan ditolak oleh MK? Jawabannya akan menjadi penentu kelanjutan proses demokrasi di Kabupaten Halmahera Tengah. (tan)