Daerah  

Halmahera Selatan Zona Merah Rentan Korupsi, Kepemimpinan Bupati Bassam Catat Rekor Memalukan

Bupati Halmahera Selatan, Hasan Ali Bassam Kasuba. (Istimewa)

LABUHA, NUANSA – Kabupaten Halmahera Selatan masuk dalam zona merah atau sangat rentan korupsi berdasarkan Survei Penilaian Integritas (SPI) 2024 yang dirilis Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dalam hasil survei, KPK telah menempatkan Kabupaten Halmahera Selatan berada di urutan ketujuh dari keseluruhan kabupaten/kota di Maluku Utara dengan skor 64,81. Itu artinya, Halmahera Selatan di bawah kepemimpinan Bupati Hasan Ali Bassam Kasuba menorehkan rekor memalukan di tahun 2024.

Skor ini berdasarkan pada beberapa penilaian, di antaranya integritas dalam melaksanakan tugas, pengelolaan anggaran, manajemen pengadaan barang dan jasa, manajemen sumber daya manusia, penyalahgunaan jabatan, sosialisasi antikorupsi, serta transparansi.

Terkait itu, Direktur Indonesia Anti-Corruption Network, Igrissa Majid, mengatakan skor 64,81 setidaknya mengonfirmasi bahwa model pemerintahan daerah Kabupaten Halsel di bawah kepemimpinan Bupati Bassam Kasuba mengoperasikan sistem tata kelola yang tidak transparan dan profesional. Bahkan dapat dikatakan hanya berdasarkan patron-klien, like and dislik, dan seterusnya.

“Dapat dibayangkan, beberapa indikator yang digunakan justru menunjukkan betapa rendahnya nilai integritas pemerintahan. Akar dari integritas adalah menyangkut karakter, mindset, dan tindakan. Jadi agak susah jika sudah menyangkut dengan karakter, kalau perilakunya memang koruptif, maka akan sulit untuk melakukan perbaikan secara total, kecuali yang benar-benar menguntungkan dan memenuhi kepentingan pribadi pemangku kebijakan,” ujar Igrissa, Kamis (30/1).

Ia menegaskan, hasil SPI jangan hanya sebatas kepada rekomendasi untuk perbaikan sekaligus sebagai upaya pencegahan tindakan korupsi di semua instansi. SPI perlu dibaca dalam konteks yang lebih kritis oleh semua pihak, termasuk KPK sendiri, sehingga tidak menimbulkan enigma atau teka-teki baru.

Justru terkesan ironi, KPK secara kelembagaan mengetahui adanya tindak pidana korupsi di semua sektor pemerintahan di Pemkab Halsel, tetapi tidak melakukan langkah penindakan konkret hingga ke meja pengadilan.

“Contoh yang dapat kita lihat, misalnya dari aspek akuntabilitas pengelolaan anggaran, KPK tentu memahami bahwa prosedur pengelolaan anggaran di Pemkab Halsel terbilang tidak transparan. Lembaga antirasuah ini harus memastikan bahwa ketiadaan transparansi pengelolaan fiskal daerah tidak hanya pada rekomendasi untuk perbaikan,” katanya.

Demikian halnya dengan manajemen pengadaan barang dan jasa. Salah satu sumber korupsi terletak pada aspek ini. Proses awalnya telah menimbulkan banyak persoalan, mulai ketidaksesuaian prosedur hingga hasil pengadaan tidak mencerminkan nilai yang seharusnya.

“Banyak skandal korupsi pengadaan barang dan jasa di Pemkab Halsel yang kini menjadi sorotan publik, bahkan kasus yang dilaporkan mengendap begitu saja di meja penegak hukum,” ujarnya.

Begitu pun dengan masalah penyalahgunaan jabatan, sudah menjadi rahasia umum di Pemkab Halsel, bahwa praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme relatif masif. Karena itu, sangat dimungkinkan pihak-pihak yang diduga melakukannya harus mendapat sanksi pidana.

Di sisi lain, harus dipotret dengan gambaran yang berbeda bahwa dari keseluruhan indikator dalam SPI, merosotnya nilai-nilai integritas dalam tata kelola pemerintahan tidak menunjukkan adanya kehati-hatian. Kehendak untuk menciptakan tata kelola yang bersih tidak maksimal.

“Besar kemungkinan dari skor di bawah 70 menunjukkan kinerja Pemkab Halsel enggak jiper dengan masalah hukum yang akan menjerat. Faktanya relatif banyak dugaan skandal penyimpangan keuangan negara yang tidak sedikit besarannya, bahkan prosesnya terkatung-katung di tangan APH,” kata dia.

“Misalnya, dugaan penyalahgunaan anggaran terkait proyek pembangunan masjid raya, kasus BPRS yang diduga melibatkan Bupati Halsel Bassam Kasuba, dugaan kasus pembangunan Rumah Sakit Pratama Pulau Makian, dan sejumlah dugaan skandal korupsi lainnya,” ujar Igrissa.

Ia menambahkan, dari gambaran tersebut menunjukkan Bupati Bassam Kasuba hingga selesai masa kepemimpinan terbilang amburadul. Nilai-nilai integritas di setiap instansi pun merosot. Sosialisasi antikorupsi untuk mencegah praktik penyalahgunaan jabatan dan penyimpangan anggaran sangat minim.

“Karena itu, hasil SPI menunjukkan Pemkab Halsel tidak memiliki kecukupan kompetensi, ketidakcukupan akuntabilitas, transparansi, dan profesionalitas,” pungkas dia. (tan)

Exit mobile version