Polmas  

MK Putuskan Sengketa Pilkada Halmahera Utara Berlanjut ke Tahap Pembuktian

Kuasa hukum Muchlis-Tonny membacakan permohonan di sidang MK. (Istimewa)

JAKARTA, NUANSA – Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) yang diajukan calon Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Utara, Muchlis Tapi Tapi-Tonny Laos, berlanjut ke sidang pembuktian. Sidang pembuktian tersebut diagendakan digelar pada 7-17 Februari 2025.

Ini disampaikan dalam sidang lanjutan dengan agenda pengucapan putusan/ketetapan pada sidang sesi II yang digelar pada Rabu (5/2) pukul 13.30 WIB. Perkara itu terdaftar dengan nomor 93/PHPU.BUP-XXIII/2025, Kabupaten Halmahera Utara.

Dari jumlah tujuh perkara pada sidang sesi II yang dilanjut ke sidang pembuktian, termasuk perkara 93 yang diajukan oleh pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Utara, Muchlis Tapi Tapi-Tonny Laos.

Muchlis-Tonny melalui kuasa hukumnya, Ramli Antula menuturkan, dengan selisih suara 12,3 persen, pihaknya mampu meyakinkan MK untuk dilakukan penundaan pemberlakuan pasal 158 Undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada.

“Kami mampu meyakinkan mahkamah untuk dilakukan penundaan pemberlakuan pasal 158 UU nomor 10 tahun 2016 mengenai ambang batas pengajuan permohonan,” jelasnya.

Ia mengaku, pihaknya juga telah siap untuk sidang lanjutan dengan agenda pembuktian yang akan digelar.

“Kami akan fokus untuk pembuktian, dan kami sudah sangat siap menghadapi agenda pembuktian yang akan diagendakan pada tanggal 7-17 Februari nanti,” tandasnya.

Sebagai informasi, pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Utara, Muchlis Tapi Tapi dan Tonny Laos mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) 2024 yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (10/1/2025) di ruang sidang panel 3.

Pemohon mengajukan keberatan terhadap hasil penghitungan suara pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Halmahera Utara 2024 yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Pemohon perkara nomor 93/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini menuding kemenangan pasangan calon nomor urut 4 Piet Hein Babua dan Kasman Hi Ahmad diperoleh secara tidak sah akibat dugaan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) selama proses pemilihan.

Dugaan pelanggaran meliputi penyalahgunaan hak pilih, ketidaksesuaian daftar pemilih, serta kesalahan dalam rekapitulasi suara.

Dalam sidang panel 3 yang dipimpin oleh Hakim Konstitusi Arief Hidayat tersebut, pemohon yang diwakili oleh kuasa hukum, Ramli Antula bersama Regginaldo Sultan menilai dalil tidak terpenuhinya syarat calon ini bukan baru muncul pada tahapan hasil Pemilu.

Akan tetapi, sebelum jauh pendaftaran sudah dipermasalahkan oleh kelompok masyarakat tertentu di Halmahera dan tim hukum Pemohon. Sehingga terkait dengan persyaratan calon yang dimaksud tidak memenuhi pasal 7 ayat (2) huruf I UU Pilkada dan UU PKPU.

Sekitar awal Agustus 2024, masyarakat Halmahera Utara dihebohkan dengan adanya video dugaan perbuatan asusila dengan durasi 38 detik yang diduga dilakukan oleh bakal calon Bupati Halmahera Utara atas nama Piet Hein Babua.

Selain itu, pemohon mendalilkan terdapat beberapa indikasi kecurangan, antara lain penggunaan hak pilih oleh pihak yang tidak berhak, upaya sengaja membuat surat suara tidak sah, pemilih yang tidak sesuai domisili tetap diberikan hak pilih, serta kesalahan dalam penghitungan suara di tingkat TPS.

Tak sampai di situ, pemohon juga ditemukan pula formulir C hasil KWK TPS yang tidak diisi oleh Termohon, adanya pemilih di bawah umur yang ikut mencoblos, dan model C daftar hadir pemilih tetap-KWK yang hanya ditandai dengan tanda centang tanpa tanda tangan fisik.

Pemohon juga mengungkap adanya pemilih yang melakukan pencoblosan lebih dari satu kali serta perbedaan jumlah pengguna hak pilih dalam daftar pemilih tetap (DPT) dengan jumlah pemilih dalam model C daftar hadir pemilih tetap-KWK. Atas dasar temuan ini, kemudian pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan hasil penghitungan suara dan memerintahkan pemungutan suara ulang di Kabupaten Halmahera Utara.

Sehingga dalam petitumnya, Pemohon meminta MK untuk membatalkan hasil pemilihan dan menggelar pemungutan suara ulang. (gon/tan)