Daerah  

Jurnalis di Ternate Diduga Dianiaya Oknum Satpol PP Saat Liput Demo

Korban dugaan penganiayaan saat aksi di depan kantor Wali Kota Ternate.

TERNATE, NUANSA – Kasus kekerasan terhadap wartawan kembali terjadi di Kota Ternate. Kali ini menimpa jurnalis Tribun Ternate, Julfikram Suhardi, dan Anty Safar selaku jurnalis Halmaheraraya. Julfikram mengaku menjadi korban pengeroyokan saat meliput aksi #IndonesiaGelap di halaman kantor Wali Kota Ternate, Senin (24/2).

Ia diduga mengalami pemukulan, tendangan, hingga diinjak oleh sekelompok orang di tengah aksi yang berlangsung ricuh. Menurutnya, insiden terjadi ketika massa dan aparat mulai saling dorong dalam situasi yang memanas. Saat ia hendak mengambil gambar, ia justru menjadi sasaran pengeroyokan.

“Saya sedang mengambil gambar di tengah aksi yang mulai memanas. Saat massa dan aparat saling dorong, tiba-tiba tangan saya dipukul. Saya marah dan bilang, jangan dorong tangan saya, saya wartawan. Padahal saya sudah memakai kartu identitas wartawan. Tapi tiba-tiba saya langsung dikeroyok, dipukul, diinjak, ditendang di bagian rusuk dan wajah. Dalam kerumunan itu ada polisi dan Satpol PP, dan dugaan kuat pemukulan dilakukan oleh anggota Satpol PP,” ujarnya.

Kekerasan berlanjut saat Julfikram masuk ke halaman kantor wali kota. Beberapa wartawan lain yang berada di lokasi mencoba melerai, namun tindakan represif tetap terjadi.

“Saat Julfikram dipukul lagi, kami para jurnalis mencoba mengamankannya. Saya juga ikut membantu, tapi malah mengalami kekerasan serupa hingga bibir saya pecah,” kata Anty.

Insiden kekerasan terhadap jurnalis ini menjadi sorotan, terutama terkait kebebasan pers dan perlindungan wartawan di lapangan. Kejadian ini pun mendapat kecaman dari berbagai organisasi pers di Maluku Utara, termasuk Pers Liputan Kota (Pelita) Ternate, yang mendesak aparat untuk mengusut tuntas insiden ini serta memberikan sanksi tegas kepada pelaku.

Ketua Pelita, Ramlan Harun, menegaskan bahwa kekerasan terhadap jurnalis adalah pelanggaran Undang-Undang Pers yang tidak bisa dibiarkan.

“Kami Pelita mengecam aksi pemukulan dari siapa pun. Segala bentuk kekerasan terhadap wartawan harus dihentikan, karena kami bekerja sesuai dengan Undang-Undang Pers. Saat ini, kami sedang mengumpulkan bukti dan akan melanjutkan kasus ini ke jalur hukum. Tidak ada kata maaf,” tegas Ramlan. (udi/tan)

Exit mobile version