TERNATE, NUANSA – Kasus yang menyeret putra mendiang Usman Sidik berinisial A alias Ananta diduga sarat konflik kepentingan. Itulah sebabnya, penanganan kasus tersebut terkesan jalan di tempat. Kasus yang ditangani penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Maluku Utara ini berkaitan dengan laporan korban berinisial SB (24 tahun) yang diduga dihamili Ananta dan enggan bertanggung jawab. Saat ini, SB yang tengah berbadan dua itu tidak berharap banyak ke pihak kepolisian. Ia hanya meminta agar Ananta diproses sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Praktisi hukum Maluku Utara, Agus Salim R Tamlilang, menduga kasus yang dilaporkan ke Ditreskrimum Polda Malut itu tidak akan berjalan mulus, karena terjadi konflik interes atau ada pihak-pihak yang mempunyai kepentingan di dalamnya. Sebagaimana diketahui, Ananta adalah anak dari pasangan mendiang Usman Sidik dan Eka Dahliani Abusama. Mendiang Usman Sidik adalah mantan Bupati Halmahera Selatan, sedangkan Eka Dahliani pernah menjabat Plt Kepala Dinas PUPR Maluku Utara. Karena itu, Agus menyarankan agar pelapor (korban) dan keluarga mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) atas perbuatan melawan hukum.
“Karena jelas dalam pasal gugatan perbuatan melawan hukum. Bahwa siapa yang menyebabkan kerugian bagi orang lain, maka kerugian itu harus dibebankan kepada pihak tersebut. Apalagi ini nanti setelah yang bersangkutan melahirkan, beban biayanya mau dibebankan kepada siapa? Apakah kepada ayah biologis ataukah kepada siapa yang harus bertanggung jawab,” ujar Agus, Kamis (27/2).
Itulah mengapa, Agus menyarankan agar pihak keluarga pelapor mengajukan gugatan ke pengadilan. Dengan demikian, ada titik terang dan pertanggungjawaban dari pelaku. Jika tidak, maka bukan tidak mungkin persoalan ini akan berlarut-larut dan tidak ada kejelasan.
“Agar korban mendapatkan kepastian hukum, ya jalan satu-satunya harus ke jalur hukum, yaitu ke pengadilan. Kalau ke oknum penyidik di situ tidak akan jalan, karena persoalannya ada konflik interes. Artinya apa? Pihak-pihak yang mempunyai kepentingan akan memback up persoalan ini,” katanya.
Itulah yang menyebabkan persoalan ini tidak ada kejelasan, terutama dari pihak yang menangani laporan tersebut. Agus pun mempertanyakan mengapa perkembangan kasus ini tidak diumumkan. Padahal publik sangat resah dengan kasus yang melibatkan anak pejabat tersebut.
“Apalagi ini telah mengorbankan anak orang yang masih gadis, jadi sudah jelas ini perbuatan melawan hukum. Maka dari itu, kalau korban mau dapat kepastian hukum, ya silakan ajukan gugatan di pengadilan,” tegasnya menyarankan.
Menurutnya, penyidik harus memberikan kepastian hukum. Paling tidak, pelapor mendapatkan SP2HP agar mengetahui terkait perkembangannya. Bukan sebaliknya korban/pelapor yang selalu menanyakan perkembangan, tapi penyidik yang harus menyampaikan itu.
“Jadi kalau saya saran kepada yang bersangkutan agar gugat saja (ke pengadilan), biar mendapat kepastian hukum. Dengan adanya putusan persoalan ini, agar hak-hak wanita atau perempuan yang masih gadis maupun kepada anak yang di kandungan korban itu bisa mendapatkan kepastian hukum oleh orang yang tidak mau bertanggung jawab itu,” pungkasnya. (gon/tan)