(Antara Harapan dan Kenyataan)
Oleh: Moh. Sadruk
____________________________
SEJAK dikabarkan program beasiswa pendidikan gratis oleh Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah, masyarakat mulai dari Kecamatan Patani, Weda, dan Pulau Gebe menyambut kabar itu dengan penuh rasa haru dan gembira. Seakan kebijakan program beasiswa pendidikan gratis merupakan jawaban atas doa-doa yang dinantikan oleh masyarakat Halmahera Tengah selama ini. Namun, kabar “pendidikan gratis” yang diidam-idamkan oleh masyarakat Halmahera Tengah bahkan Maluku Utara ini mengandung “luka” karena harapan tidak sesuai kenyataan yang terjadi.
Kata gratis pada “Beasiswa Pendidikan Gratis” secara bahasa memiliki makna menyediakan akses pendidikan tanpa dipungut biaya oleh peserta didik. Kata gratis memiliki daya magnet yang sangat kuat jika dilekatkan dengan suatu barang yang bernilai. Misalnya, mobil gratis, BBM gratis, sembako gratis, serta makanan gratis dapat menarik perhatian banyak orang untuk rela berdesak-desakan dalam merebut barang yang diberikan secara gratis atau cuma-cuma.
Pendidikan gratis merupakan hak sebagaimana amanat UUD 1945, bukan kemurahan hati pemerintah. Paulo Freire (1970), menjelaskan bahwa pendidikan sejati merupakan upaya membebaskan manusia dari penindasan struktural. Jika pendidikan hanya mengganti biaya sekolah dengan serangkaian beban tersembunyi, maka yang terjadi bukanlah pembebasan, melainkan pelanggengan ketimpangan (Herman Oesman, 2025).
Begitu pula dengan pendidikan gratis yang menjadi salah satu program 100 hari oleh pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah, yang sudah diimplementasikan pada beberapa universitas di Maluku Utara. Kemudian, ditetapkan pada tanggal 10 Mei kemarin dengan menandatangani MoU bersama pihak universitas terkait.
Karena pendidikan gratis ini memiliki mantra tersendiri sehingga membuat warga Halmahera Tengah pada awalnya tidak lanjut pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, sebab biaya pendidikan yang sangat mahal. Kini dengan adanya pendidikan gratis semua berkeinginan untuk mewujudkan cita-citanya, baik itu yang berkeinginan melanjutkan pendidikan ke jenjang S1, S2 bahkan S3. Senada dengan kalimat di atas meminjam pesan dari Nelson Mandela (1994), yang mengatakan “Pendidikan adalah senjata paling ampuh yang dapat digunakan untuk mengubah dunia”.
Namun, pendidikan gratis yang dicanangkan oleh IMS-ADIL sebagai bupati dan wakil bupati Halmahera Tengah tidak sesuai dengan harapan bersama. Kenapa demikian ?
Kenyataannya, warga yang ber-KTP Halteng yang berkeinginan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi pada beberapa universitas di Maluku Utara khususnya di Kota Ternate masih membiayai dirinya sendiri, mulai dari membayar awal pendaftaran, membayar sarana prasarana yang jumlahnya di atas tujuh jutaan sampai dengan aktif kuliah baru ditanggulangi oleh pemerintah Halteng. Jika memang kenyataannya seperti itu namanya bukan “Pendidikan Gratis” karena pendidikan gratis itu mulai dari awal pendaftaran sampai wisuda sudah ditanggulangi oleh Pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah.
Maka, pemerintah daerah jangan membangun opini publik seakan-akan semua biaya pendidikan bagi yang melanjutkan S1, S2 dan S3 akan ditanggulangi oleh pemerintah daerah. Jangan-jangan “Beasiswa Pendidikan Gratis” ini hanya untuk mencari popularitas atau pencitraan politik IMS-ADIL untuk menarik simpati publik.
Untuk itu, penulis berharap kepada pemerintah daerah agar meninjau kembali hal-hal teknis terkait dengan program beasiswa pendidikan gratis, karena jika modelnya seperti ini, maka yakin sungguh banyak yang akan tidak lanjut ke perguruan tinggi baik S1, S2, dan S3, dengan faktor biaya yang sangat tinggi di awal pendaftaran, dll.
Pendidikan gratis bukan hanya meniadakan pungutan, tapi lebih dari itu, yaitu tentang keadilan dalam merajut mimpi. Jika pemerintah hadir untuk mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai perintah UUD 1945 yang tertuang dalam alinea keempat, maka bukan hanya sekadar janji, tapi pemerintah harus menunaikan dan memastikan bahwa tidak ada keluhan yang menjerit terkait kebijakan yang telah dirumuskan oleh pemerintah. (*)