Opini  

Membingkai Identitas Bangsa Lewat Tempe pada Gastrodiplomasi Indonesia di Korea Selatan

Oleh: Siti Fadila

Mahasiswi Prodi Antropologi Sosial Fakultas Ilmu Budaya Unkhair 

___________________

DI era globalisasi, identitas suatu bangsa tidak hanya disuarakan melalui kekuatan militer atau ekonomi, melainkan juga melalui jalur yang lebih halus dan manusiawi seperti kebudayaan. Salah satu pendekatan yang semakin mendapat sorotan adalah gastrodiplomasi, yakni diplomasi melalui makanan. Dalam konteks Indonesia, tempe bukan sekadar pangan lokal, tetapi telah menjelma menjadi simbol budaya yang mengandung nilai historis, ekologis, dan sosial. Lewat tempe, Indonesia memiliki peluang untuk tidak hanya mengekspor produk, tetapi juga mengekspor identitas.

Tempe bukanlah makanan sembarangan. Di balik kesederhanaannya, ia menyimpan nilai-nilai luhur seperti gotong royong, keberlanjutan, dan inovasi lokal. Fermentasi tempe yang ramah lingkungan dan berbasis komunitas menunjukkan kearifan lokal yang telah teruji zaman. Ketika Indonesia memperkenalkan tempe dalam berbagai forum internasional, seperti di Korea Selatan, sesungguhnya yang sedang diperkenalkan bukan hanya rasa, tetapi juga nilai-nilai yang menjadi fondasi masyarakat Indonesia.

Namun, dalam realitasnya, promosi tempe sebagai ikon bangsa masih menghadapi tantangan serius. Di dalam negeri, tempe seringkali dianggap sebagai makanan kelas bawah, tidak sebanding dengan citra ‘mewah’ yang diharapkan dari simbol kebanggaan nasional. Pandangan seperti ini menunjukkan bahwa krisis identitas budaya seringkali dimulai dari dalam negeri sendiri. Kita kurang menghargai warisan kita sendiri sebelum diakui oleh dunia luar.

Meski begitu, peluang terbuka lebar. Dunia saat ini sedang bergerak menuju pola makan nabati dan sehat, dan tempe memenuhi semua kriteria itu—tinggi protein, probiotik alami, serta rendah jejak karbon. Dengan inovasi produk seperti burger tempe, keripik tempe, hingga tempe instan, produk ini siap menembus pasar global. Dukungan digital marketing dan strategi branding yang tepat akan sangat menentukan keberhasilan diplomasi kuliner ini.

Mengangkat tempe ke panggung diplomasi adalah bentuk resistensi terhadap dominasi budaya asing sekaligus upaya menciptakan narasi Indonesia yang baru di mata dunia: negara yang kaya tradisi, berwawasan lingkungan, dan terbuka terhadap inovasi. Oleh karena itu, gastrodiplomasi berbasis tempe bukan hanya soal promosi makanan, tapi tentang membingkai wajah bangsa Indonesia yang ramah, inklusif, dan berdaulat secara budaya. (*)

Exit mobile version