google.com, pub-1253583969328381, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Daerah  

Pansus DPRD Halbar Desak Evaluasi Total Distribusi Minyak Tanah yang Amburadul

Joko Ahadi. (Haryadi/NMG)

JAILOLO, NUANSA – Panitia Khusus (Pansus) DPRD Halmahera Barat merekomendasikan evaluasi menyeluruh terhadap sistem distribusi minyak tanah. Pansus menilai, sistem yang berjalan selama ini tidak profesional dan merugikan masyarakat.

Rekomendasi ini lahir dari rapat kerja terakhir Pansus yang dipimpin Ketua Kristovel Sakalaty bersama pihak-pihak terkait, Selasa (2/9). Rapat tersebut menghadirkan perwakilan PT Pertamina wilayah Maluku Utara, PT Maluku Indah, PT El Nusa, agen penyalur, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UKM (Disperindagkop) Halbar, SPBN Tuada, SPBU Jailolo, dan SPBU Togala Kecamatan Ibu.

google.com, pub-1253583969328381, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Dari rapat tersebut, Pansus menyimpulkan ada tujuh poin penting yang menyoroti akar masalah distribusi minyak tanah di Halbar. Poin utamanya adalah desakan agar pemerintah daerah segera mengevaluasi seluruh tahapan distribusi, mulai dari penentuan pangkalan, mekanisme penyaluran, harga eceran tertinggi (HET) hingga kinerja agen penyalur.

“Kami melihat ada agen yang tidak serius dalam melayani masyarakat. Akibatnya, distribusi minyak tanah menjadi kacau dan masyarakat selalu dirugikan,” tegas Wakil Ketua Pansus, Joko Ahadi, di ruang banggar kantor DPRD Halbar.

Selain agen, Pansus juga menyoroti peran PT El Nusa sebagai perusahaan transportir BBM. Mereka diminta lebih profesional dalam memobilisasi BBM bersubsidi agar tepat sasaran dan hanya disalurkan ke pangkalan resmi. Hal yang sama berlaku untuk PT Maluku Indah dan Romaida Abadi yang dianggap tidak maksimal dalam menjalankan tugasnya sebagai agen penyalur utama.

Pansus mengingatkan pemerintah daerah untuk bersikap tegas terhadap agen-agen yang kinerjanya lemah. Tanpa pengawasan dan evaluasi ketat, penyalahgunaan distribusi akan terus terjadi dan masyarakat kecil akan terus menjadi korban.

Sorotan Pansus juga mengarah pada SPBU Togala, SPBU Jailolo, dan SPBN Tuada yang melayani kebutuhan nelayan. Ketiganya dinilai belum maksimal dalam memberikan pelayanan.

“SPBU dan SPBN seharusnya menjadi ujung tombak penyaluran. Jika pelayanannya amburadul, masyarakat yang menjadi korban,” imbuh Joko.

Pansus menegaskan rekomendasi ini tidak boleh sekadar di atas kertas. Mereka meminta pemerintah daerah segera menindaklanjuti agar distribusi minyak tanah menjadi lebih transparan, tertib, dan berpihak pada kepentingan masyarakat. Jika tidak, kelangkaan dan kekacauan distribusi akan terus berulang setiap tahun. (ukm/tan)

google.com, pub-1253583969328381, DIRECT, f08c47fec0942fa0
Exit mobile version