Opini  

Krisis Kepribadian Manusia

Oleh: Muhammad Wahyudin 

Sekertaris Jenderal Himpunan Pelajar Mahasiswa Maba Tengah (HIPMMAT) 2023-2024

____________________

KRISIS kepribadian merupakan kondisi yang dialami manusia, saat seseorang mengalami kebingungan, ketidakpastian, kesenjangan, dan konflik yang berkepanjangan mengenai jati diri, nilai-nilai, dan tujuan hidupnya. Krisis ini, muncul di berbagai fase kehidupan terutama pada masa remaja dan dewasa, namun tidak menutup kemungkinan bisa terjadi kapan saja. Kehidupan manusia sudah berada pada tahapan dimana kepribadian manusia telah mengalami penurunan luar biasa. Menurut Dr. Kholid Al-Walid, salah satu pertanda krisis itu adalah semakin pendeknya pengertian kita mengenai hakikat kehidupan manusia, dapat kita lihat dari pemahaman seratus tahun lalu mengenai apa yang disebut sainstisme dalam pengertian Barat.

Saya melihat krisis kepribadian sebagai bentuk refleksi dari tekanan gelombang globalisasi yang serba instan dan kompleks. Di era digital, setiap individu sering dihadapkan pada banyak identitas mulai dari cara berpenampilan, gaya hidup, sehingga nilai yang dianut sering kali bertentangan dan memicu pada masalah-masalah yang signifikan. Hal ini mendorong individu merasa terpecah, kehilangan arah, bahkan merasa tidak autentik dalam dirinya sendiri.

Krisis kepribadian ini, akhirnya menjadi kemunduran pada uji coba dunia modern yang materialistis-positivisme untuk membahagiakan manusia. Semakin banyak muncul para pemikir yang dianggap aneh dan menyarankan bahwa pemulihan manusia bukan berangkat dari diri. Padahal dalam perspektif Islam khususnya Sadrian atau dalam filsafat Parenial bahwa pemulihan harus dimulai dari dalam diri manusia untuk memasuki dunia praktis yakni rumah tangga dan politik (kehidupan sosial).

Namun, krisis kepribadian juga bisa menjadi momen penting untuk pertumbuhan dan perkembangan diri. Dalam menghadapi krisis, seseorang diberi kesempatan untuk refleksi mendalam, mengenal siapa dirinya sebenarnya, dan membangun kepribadian yang lebih matang serta autentik. Dengan kata lain, krisis ini bukan hanya masalah, tetapi juga potensi untuk transformasi positif. melihat perkembangan sekarang manusia pada umumnya lebih ke praktisi dan seakan-akan melepaskan teoretis sebagai kekuatan penguraian manusia secara otentik.

Tantangan utamanya, bagaimana kita bisa menghadapi krisis tersebut dengan bijak, tidak lari dari realitas, dan mencari dukungan yang tepat dan dari lingkungan sosial, keluarga, maupun profesional seperti psikolog. Pendidikan dan kesadaran diri yang baik juga sangat membantu agar krisis kepribadian bisa dilewati dengan sehat. Akan tetapi selama ini peta-peta yang ditawarkan atau diberikan oleh sainstisme adalah sebuah paham materialisme dan Positivisme Modern yang diajarkan di dunia pendidikan Indonesia baik dari institusi sampai di universitas, selalu membiarkan dan tidak terjawab atas banyaknya masalah-masalah yang paling penting dari hakikat kehidupan manusia.

Sekalipun para tenaga pendidik pada umumnya beranggapan bahwa ini bukanlah masalah. Padahal ini, bagian dari salah satu masalah dalam pendidikan manusia, dan kita hanya memandang kehidupan ini hanya sebagai kehidupan materialistis saja. Seolah-olah kehidupan ini murni materialistis dan adapun ibadah hanya sebagai ritual yang dilakukan sehari-hari tanpa kita merefleksikan apa dampak dari ibadah yang kita lakukan setiap hari.

Maka pada kondisi saat ini, kita perlu melihat sisi lain kehidupan manusia yang sebenar-benarnya sebagai manusia dan untuk mengembalikan dan dikembalikan pada asalnya yakni hakikat manusia yang sebenarnya. Mengapa demikian? Karena itu, manusia telah mengalami krisis Kepribadian salah satunya disebabkan tidak memiliki petunjuk jalan yang benar atau pendidikan yang benar.

Fenomena yang terjadi di sebagian institusi dan universitas sangat memiliki pengaruh dan berkontribusi dalam pendidikan dan kehidupan manusia. Harus diketahui bahwa sistem pendidikan di Indonesia pada umumnya tidak memberikan arah yang benar. Bagaimana bisa mengatakan bahwa tidak memberikan arah yang benar dalam pendidikan di Indonesia?. Salah satu identifikasi masalah yang terjadi bahwa pendidikan di Indonesia tidak memberikan arah yang benar di tandai dengan semakin krisisnya kepribadian manusia-manusia yang berada di universitas ataupun di institusi, bahkan kita tidak bisa menjadikannya sebagai teladan atau contoh secara teoretis dan praktis.

Walaupun demikian, banyak yang dijanjikan dalam dunia pendidikan, akan tetapi yang kita lihat seakan-akan tidak menemukan hakikat jati diri manusia dalam pendidikan universitas ataupun institusi. Mari kita sama-sama membaca dan merefleksikan ada apa dengan sistem pendidikan yang ditawarkan di Indonesia.!

Secara khusus ketika pendidikan di universitas yang dapat diandalkan, sekiranya wawasan dan paradigma berpikir saat ini mengalami kedangkalan pengetahuan yang semakin massif. Olehnya itu, ketika kita mengandalkan segala hal yang murni dari universitas maupun institusi untuk mencapai pendidikan yang sebagaimana mestinya. Sulit dalam menuju/mencapai untuk menjadi manusia yang berkepribadian berpikir secara filosofis dan berakhlak mulia sebagaimana mestinya.

Menurut Murtadha Muthahhari, pendidikan adalah rekayasa dan usaha untuk menyempurnakan kecerdasan dan pertumbuhan insaninya manusia. Semua usaha tersebut dapat disandarkan pada sekumpulan sarana. Dalam istilah modern, semua itu membutuhkan sejumlah kekhususan yang mencukupi dalam diri manusia. Dengan kata lain, pendidikan itu berbeda dari bertukang. Pasalnya, pertukangan berarti membuat sesuatu yakni ia mengumpulkan bahan-bahan yang untuk mewujudkan sesuatu yang diinginkan tukang tersebut. Seluruh perhatiannya terpusat sepenuhnya pada terealisasikannya apa yang ia inginkan, tak peduli apakah bahan-bahannya cukup ataukah tidak.

Demikian, menurut pemahaman penulis pendidikan yang benar akan mampu membawa manusia pada kehidupan yang sebenarnya dan menjadi kepribadian yang filosofis dan berakhlak sebagaimana mestinya. Itulah pentingnya pendidikan atau pelajaran yang benar, agar tidak terjadi krisis kepribadian dalam diri manusia. (*)