Opini  

Keracunan Makan Bergizi Gratis Terulang Lagi

Oleh: Suci Tri Lestari 

Pegiat Sosial

___________________

PROGRAM Makan Bergizi Gratis (MBG) ternyata tidak seratus persen memberikan gizi yang baik untuk anak, sebaliknya justru menjadikan racun bagi anak-anak di beberapa daerah. Seperti yang terjadi di SMPN 3 Berbah Sleman, Yogyakarta. Di kutip dari Pengawas Farmasi dan Dinas Kesehatan (Dinkes), Gunanto mengatakan bahwa makanan yang akan disajikan kepada anak-anak itu selesai dimasak pada pukul 07.30 WIB dan baru dikonsumsi pukul 12.00 WIB dengan jeda 5,5 jam setelah makanan selesai dimasak. Jeda yang cukup panjang ini diduga memunculkan potensi perubahan kandungan dalam makanan sehingga bersifat racun.

Di lokasi lain sebanyak 196 siswa dan guru SD hingga SMP di Kecamatan Gemolong, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, mengalami keracunan massal usai menyantap Makan Bergizi Gratis (MBG), Selasa (12/8). Gejala keracunan itu muncul setelah mengonsumsi MBG yang didistribusikan Dapur SPPG Mitra Mandiri Gemolong. Hasil uji laboratorium mengungkap penyebab utamanya adalah buruknya sanitasi dan higienitas. Pemerintah Kabupaten Sragen menegaskan pengelola Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG) harus melakukan perbaikan.

Seperti yang diketahui MBG adalah program dari janji kampanye dengan tujuan yang baik untuk mencegah stunting dan malnutrisi. Namun pada kenyataannya program MBG ini banyak menuai problem, meliputi kasus keracunan makanan, dugaan penggelapan dana, masalah pembayaran kepada mitra dapur, ketidakjelasan anggaran dan efisiensi program, kualitas makanan yang tidak memenuhi standar, serta distribusi yang tidak merata. Semua itu akibat dari diterapkannya sistem kapitalisme hari ini, menjadikan negara lebih berperan sebagai pengawas kepentingan korporasi daripada pengurus urusan rakyat.

Hal ini memperlihatkan bahwa negara seperi tidak serius dalam menjalankan program ini. Permasalahan MBG ini sangat banyak tapi belum ada satu pun masalah yang diperbaiki. Negara juga gagal menyediakan lapangan kerja untuk rakyatnya sehingga setiap orang tua mampu memberikan gizi yang baik untuk anaknya. Abainya negara juga dalam memberikan pelayanan kesehatan gratis dan abai terhadap pemberian edukasi kepada rakyat terkait pemenuhan gizi. Karena tidak seriusnya negara dalam menjalankan program ini, menjadikan MBG hanya proyek politis jangka pendek yang sarat pencitraan.

Ini tentu berbeda dalam pandangan Islam. Negara sebagai pihak yang wajib menjamin kebutuhan dasar rakyat yaitu pangan, sandang, papan, kesehatan dan pendidikan. Rasulullah SAW bersabda: “Imam (pemimpin) adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya.” (HR. Bukhari, Muslim). Selain itu, Islam juga mengajarkan bahwa pemenuhan atas makanan harus halal berarti makanan tersebut diizinkan sesuai syariat, juga thayyib berarti makanan tersebut baik, sehat, bergizi, tidak najis, tidak berbahaya dan tidak berlebihan dikonsumsi. Adapun negara dalam Islam bukan hanya sebagai simbol politik, tapi sebagai sarana untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan rakyat secara langsung.

Adapun dalam Islam yang namanya Baitul Mal ialah lembaga keuangan negara yang mengelola seluruh harta umat untuk penerimaan, penyimpanan dan pendistribusian sesuai syariat Islam. Pendapatan dari baitul mal berasal dari zakat fitrah dan zakat mal, kharaj, jizyah, fa’i, ghanimah, serta dari kepemilikan umum yaitu sumber daya alam (hasil tambang, hutan, laut, minyak, gas). Negaralah yang harus mengelola untuk kepentingan rakyat, bukan dikuasai oleh segelintir orang atau korporasi. Sehingga dengan pengelolaan sesuai syariat, negara mampu membiayai program MBG tanpa bergantung pada utang dan pajak yang mencekik. Selain itu, dengan pengelolaan yang benar maka negara akan mampu menyediakan jaminan pelayanan kesehatan gratis dan pendidikan yang berkualitas. (*)