JAKARTA, NUANSA – Anatomi Pertambangan Indonesia (API) menyoroti dugaan tumpang tindih izin usaha pertambangan (IUP) di Kabupaten Halmahera Timur, Maluku Utara.
Kasus ini disebut melibatkan dua perusahaan, yakni PT Kemakmuran Pertiwi Tambang (KPT) dan PT Wana Kencana Mineral (WKM), yang menurut API sama-sama memperoleh izin pada lokasi konsesi yang diduga berada di area yang sama.
Direktur Hukum dan Advokasi API, Usman Buamona, menilai persoalan ini menunjukkan lemahnya tata kelola perizinan di tingkat Pemerintah Provinsi Maluku Utara pada masa Gubernur Abdul Gani Kasuba.
Menurutnya, izin pertama diterbitkan untuk PT KPT, kemudian pemerintah provinsi kembali mengeluarkan izin baru untuk PT WKM.
“Gubernur Maluku Utara saat itu telah mengeluarkan IUP untuk Kemakmuran Pertiwi Tambang. Namun tak lama kemudian, IUP baru juga terbit atas nama PT Wana Kencana Mineral,” ujar Usman, Rabu (19/11).
API menilai penerbitan dua izin dalam satu wilayah konsesi berpotensi memicu konflik kepentingan dan membuka peluang penyalahgunaan kewenangan.
Usman juga menyebut perlunya penelusuran terhadap dugaan keterlibatan oknum pejabat provinsi pada periode 2015–2016.
“Terdapat indikasi bahwa proses tersebut memanfaatkan kewenangan pemerintah provinsi pada rentang tahun 2015 hingga 2016,” ujarnya.
Tumpang tindih izin itu kemudian memicu langkah hukum dari PT WKM yang menggugat IUP milik PT KPT.
“Setelah dua IUP muncul di lokasi yang sama, PT WKM melalui salah satu pihak yang memiliki pengaruh di tingkat provinsi mengajukan gugatan terhadap IUP Kemakmuran Pertiwi Tambang,” kata Usman.
Di sisi lain, API juga menyoroti kasus penangkapan 11 warga Adat Maba Sangaji, yang menurut mereka telah dimanfaatkan dalam konteks konflik korporasi di Halmahera Timur.
Usman menyebut isu tersebut dipakai untuk menyerang pihak lain, termasuk PT Position.
“Kami melihat adanya indikasi bahwa isu 11 warga Adat Maba Sangaji dimanfaatkan untuk mendukung agenda bisnis PT WKM. Isu itu kemudian dipelintir hingga seolah terkait dengan sengketa lahan yang melibatkan PT Position,” tambahnya.
Selain itu, API mendesak Pemprov Maluku Utara menindaklanjuti dugaan penjualan ore ilegal yang menurut mereka terkait dengan aktivitas PT WKM. Usman mengatakan bahwa nikel sitaan negara seharusnya masuk ke kas pemerintah.
“90 ribu metrik ton ore nikel sitaan negara seharusnya menjadi pendapatan negara atau daerah. Namun dalam kasus ini, kami melihat adanya dugaan bahwa ore tersebut tidak disetorkan sebagaimana mestinya,” tandas Usman. (tan)










