PT. NHM dan Sejumlah Perusahaan Tambang Tunggak Pajak

Ishak Naser.

SOFIFI, NUANSA – Keberadaan perusahaan pertambangan dalam rangka mensejahterakan masyarakat, ternyata tidak selamanya benar. Lihat saja tingkah sejumlah perusahaan pertambangan yang beroperasi di Maluku Utara ini. Jangan mensejahterakan masyarakat, pajaknya saja justru tidak dibayar dengan tertib.

Tercatat ada 42 perusahaan tambang di Maluku Utara yang menunggak pajak, termasuk pajak air permukaan. Dari 42 perusahaan itu, termasuk juga PT. Nusa Halmahera Minerals (NHM), PT. Adidaya Tangguh, PT. PBI, PT. Alam Raya Abadi, PT. Format Teknik Mandiri, PT. Weda Bay Energi, PT. Hillcon Jaya Sakti, PT. Weda Bay Nickel, PT. Youshan Nickel Indonesia, PT. Yashi Indonesia Investment PT. Weda Bay Park, PT. Hillcon, PT. Barta, PT. Anugerah Sukses Mining, PT. Sinar Karya Mustika dan PT. Fajar Bhakti Lintas Nusantara.

Data perusahaan tambang yang menunggak pajak ini disampaikan Panitia Khusus (Pansus) DPRD Provinsi Maluku Utara untuk LKPJ Gubernur. “Banyak perusahaan yang kami sudah surati untuk hearing, tapi belum hadir. Kami akan jadwalkan ulang untuk hearing. Waktu kami itu terbatas,” ujar Ketua Pansus DPRD Provinsi, Ishak Naser, Senin (27/6).

Menurutnya, perusahaan tambang yang sudah menyampaikan data-datanya ke Pansus adalah  PT. Aneka Tambang, PT. Samudra Mulia Abadi, PT. Manado Teknik Mining, PT. Mineral Terobos, PT.Feny, PT. Jaga Aman Sarana, PT.Adita Nickel, PT. IWIP . PT. Trimega Bangun Persada, PT. Gane Permai Sentosa, PT. Mega Surya Pertiwi, PT. Halmahera Pesada Lygend dan PT. Halmahera Jaya Feronikel.

“Meskipun mereka sudah memberikan data sesuai yang diminta Pansus, akan tetapi ada beberapa catatan yang dianggap perlu dibenahi. Dan, mereka siap menyatakan sanggup melaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan termasuk memenuhi kewajiban pembayaran pajak yang belum dibayarkan,” terangnya.

Ishak mengatakan, dari sekian banyak perusahaan pertambangan yang beroperasi di Maluku Utara, yang taat membayar pajak adalah lima perusahaan di bawah PT. Harita Group. Lihat saja, total pajak air permukaan yang dibayar PT. Harita adalah sebesar Rp 18 miliar.

“Harus diapresiasi karena termasuk membayar pajak tertinggi dari perusahaan-perushaan yang beroperasi di daerah, meskipun mereka belum memiliki izin pengelolaan pemanfaatan air permukaan yang dikeluarkan oleh Balai Wilayah Sungai (BWS). Sedangkan yang lainnya belum membayar sesuai kewajibannya. Terkecuali PT. IWIP yang berdasarkan flow meter yang dipasang, tetapi kita lihat ada beberapa titik yang pekerjaannya kurang baik sehingga belum terhitung. Nah kita akan asesmen kembali untuk membuat perhitungan,”ujarnya

Selain pajak yang tidak dibayar, politisis Partai NasDem ini mengungkapkan, pihaknya juga menemukan ada beberapa kendaraan perusahaan yang tidak terdaftar di daerah ini. “Dari hasil penjaringan yang kita lakukan keperusahan, memang faktanya rata-rata mereka menggunakan plat nomor yang tidak teregistrasi di Maluku Utara. Sementara kendaraan mereka beroperasi bertahun-tahun di sini. Kalau ini dibiarkan, otomatis pajak dibayarkan di luar Maluku Utara. Bahkan kemungkinan di luar Maluku Utara itu juga tidak dibayar,”terangnya.

Sementara untuk pajak air permukaan, lanjut Ishak, pihaknya sudah mengecek ke BWS Maluku Utara. Hasilnya, baru PT. Aneka Tambang yang sudah mengantongi izin penggunaan air permukaan. Sedangkan wilayah yang masuk wilayah DPMPTSP, hingga kini belum dicek, perusahaan mana saja yang belum memiliki izin.

Ishak yang juga Ketua Komisi II DPRD Maluku Utara menturkan, jika perusahaan-perusahaan yang sudah disurati itu masih juga tidak memenuhi penggilan, maka Pansus akan mengambil kesimpulan yang terbatas. Apalagi, sekarang ini muncul dugaan masalah ketenagakerjaan yang tidak jelas. Selain itu, pihaknya juga telah menerima laporan yang menyebutkan banyak perusahaan tambang tidak memperhatikan aspek kesehatan dan keselamatan kerja (K3), yang mengakibatkan karyawan tidak terpenuhi haknya.

“Ini berpotensi terjadi perselisihan industrial antara kepentingan hukum karyawan dan perusahaan. Dan, pemerintah harus turun tangan. Setiap aktivitas pertambangan harus terukur kebutuhan tenaga kerjanya. Kalau ada perusahaan yang ada dugaan penyimpangan, ya kita nyatakan demikian. Silakan nanti yang lebih berwenang itu siapa?. Kalau dugaan itu ke tindak pidana, maka kita serahkan ke aparat penegak hukum untuk menindak. Seperti halnya perpajakan, nanti kita lihat ada unsur pidana perpajakan atau tidak?. Kalau  dari sisi perdatanya, mereka harus selesaikan. Dan, kita akan konsultasi dengan pihak kejaksaan atas pertimbangan posisi jaksa sebagai pengacara negara. Kita akan minta kejaksaan untuk melakukan penagihan, karena itu adalah hak daerah,”tegasnya mengakhiri. (ano/rii)