Ekspedisi Sungai Nusantara: Maluku Utara Darurat Sampah Plastik 

Tim peneliti Komunitas Seasoldier dan ESN mengaudit brand sampah di perairan Weda, Halmahera Tengah.

WEDA, NUANSARoadmap pengurangan 70 persen sampah plastik ke laut pada tahun 2030, masih jauh panggang dari api. Lihat saja, tidak ada upaya serius Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara dalam mengurangi luberan sampah plastik yang bermuara ke laut.

Terbaru, tim peneliti Seasoldier Kota Weda, Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara, berkolaborasi dengan tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) melakukan kegiatan brand audit di Pantai Kota Weda. Hasil temuan itu didominasi banyaknya sampah botol air minum sekali pakai, gelas plastik, popok dan sachet menghiasi pantai dan sungai.

Penggiat Komunitas Seasoldier Halmahera Tengah, Baba Ali, menjelaskan bahwa sampah plastik yang ditemukan pihaknya didominasi oleh sampah botol plastik merk asegar 45 persen yang merupakan brand lokal. Selain itu, pihaknya berhasil memungut 300 keping sampah yang didominasi gelas dan botol air minum dalam kemasan dan soft drink. Itu dilakukan sejak Kamis-Minggu, 3-6 November 2022.

“Pembiaran sampah plastik di perairan Maluku Utara akan menjadi ancaman serius bagi ekosistem laut dan kesehatan warga Malut, karena keberadaan sampah plastik di perairan akan terfragmentasi menjadi mikroplastik yang identik dengan plankton yang akan dimakan oleh ikan,” katanya kepada Nuansa Media Grup (NMG), Minggu (6/11).

Sementara itu, Tim Peneliti ESN, Prigi Arisandi, menuturkan dari temuan ini, pihaknya menyimpulkan bahwa kebijakan pengurangan sampah masih ada di langit, sedangkan realita di bumi masih ditemukan banyak muara-muara sungai sebagai pintu masuk sampah plastik menuju ke laut yang masih dipenuhi sampah. Dengan demikian, sampah di Maluku Utara sudah darurat sampah plastik.

Prigi mengatakan, bahwa roadmap pengurangan sampah ke laut hingga 70 persen belum dipahami oleh Pemerintah Daerah, terutama Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara, sehingga tidak ada regulasi, strategi dan aksi di daerah untuk mengurangi sampah plastik ke laut.

Buktinya di Kota Ternate, Kabupaten Halmahera Utara, Kabupaten Halmahera Tengah dan Kabupaten Halmahera Barat, sampah tidak terkelola lalu dibiarkan tertumpuk dijalan-jalan dan mengalir ke selokan sungai yang akhirnya menuju ke laut.

Di Kota Weda, Kabupaten Halmahera Tengah, pihaknya menemukan sampah packaging brand-brand terkenal mencemari pesisir dan sungai Kota Weda. Kondisi perairan yang dipenuhi sampah plastik menjadi indikator tidak seriusnya Pemkab Halteng, khususnya di Kota Weda dalam pengelolaan sampah. Fatalnya lagi, Pemkab sama sekali tidak peduli dengan upaya pemerintah Indonesia untuk mengurangi limpasan sampah plastik dari sungai menuju ke laut.

“Indonesia memiliki roadmap pengurangan sampah plastik ke laut hingga 70 persen pada tahun 2030. Namun, temuan tim ESN di perairan Provinsi Maluku Utara masih banyak dijumpai sampah di muara-muara sungai tanpa ada upaya serius dari Pemerintah Kabupaten dan Kota untuk mengendalikan dan mengelola sampahnya,” ujar Prigi.

Lebih lanjut, Direktur Eksekutif Institut Pemulihan dan Perlindungan Sungai ini menerangkan, dalam kegiatan brand audit di pesisir Weda, Ibu Kota Kabupaten Halmahera Tengah, ditemukan sampah dari brand-brand terkenal seperti mayora, wings, unilever, indofood, danone, unicharm dan coca-cola teronggok di muara sungai.

“Temuan brand audit menunjukkan bahwa mayora mendominasi sampah packaging dari brand terkenal sebesar 18 persen, disusul wings 12 persen, unilever 9 persen, unicharm produsen popok mamypoko 7 persen, sedangkan danone dan coca-cola masing-masing 4 persen” jelas Prigi.

Selain itu, kata dia, perairan Weda sudah tercemar mikroplastik. Dari dua lokasi sungai dan pantai di Weda, pihaknya menemukan lebih dari 100 partikel dalam 100 liter air. Jenis mikroplastik yang mendominasi adalah jenis fiber yang berasal dari limbah cairan domestik pemukiman. Dengan tidak adanya instalasi air limbah di pemukiman, maka air cucian yang membawa mikroplastik akan mencemari perairan Weda.

Karena itu, pihaknya mendorong Pemprov Maluku Utara untuk memprioritaskan penanganan sampah plastik dan mengimbau masyarakat di Malut untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai seperti gelas, botol plastik air mineral, soft drink, popok, sachet, styrofoam dan tas kresek.

“Pemerintah Malut tidak memiliki sistem pengelolaan sampah yang baik, sehingga sampah plastik di Malut umumnya akan di bakar, ditimbun dilahan terbuka atau di buang ke sungai yang besar potensinya menjadi mikroplastik, lalu ujung-ujungnya akan hanyut di air dan menjadi konsumsi ikan. Selanjutnya ikan-ikan ini akan kita makan, karena apa yang kita buang akan kembali ke meja makan kita,” tutup Prigi. (tan)