TERNATE, NUANSA – Ratusan pegawai dan tenaga RSUD Chasan Boesorie kembali melakukan unjuk rasa di kediaman Gubernur Maluku Utara, Lingkungan Tanah Raja, Ternate Tengah, Kamis (15/12). Aksi ini dalam rangka menuntut agar Pemprov segera membayarkan tambahan penghasilan pegawai (TPP) 15 bulan yang masih ditunggak.
Pada aksi tersebut, tak satupun petinggi Pemprov yang menemui massa untuk menjelaskan kapan hak-hak tenaga kesehatan dibayarkan. Kesal karena tidak ditemui Gubernur dan petinggi Pemprov lainnya, massa aksi akhirnya menjadikan salah satu mobil yang diparkir di pintu masuk kediaman Gubernur sebagai sasaran melampiaskan amarah.
Mobil bernomor polisi DG 4 GK yang diduga milik Gubernur itu ditempeli puluhan spanduk, hingga badan mobil tertutup. Satu dari sekian spanduk yang ditempelkan ke mobil Gubernur itu tertulis “Keadilan Malut Telah Mati dan di mana Hak Kami”.
Demonstrasi dimulai pukul 09.00. Hingga berita ini ditayangkan, massa aksi masih melakukan demonstrasi. Selain di kediaman Gubernur, massa juga melakukan orasi di kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara. Salah satu masa aksi, kepada Nuansa Media Grup menyampaikan kekesalannya kepada gubernur karena dengan sengaja tidak menemui mereka. “Kalau Gubernur tidak bertatap muka dengan tenaga kesehatan, maka kami akan melakukan mogok kerja, sehingga pelayanan di RS akan terbengkalai,” ancam massa aksi.

Salah satu massa aksi, Mursal Hamir dalam orasinya menyampaikan bahwa penghasilan pegawai RSUD CB diketahui dipisahkan dari besar kemampuan pendapatan keuangan daerah dan dibebankan pada pendapatan RSUD.
Ini tentunya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada Pasal 53 Ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah atau (BLUD).
“Dalam analisa kami, jika Peraturan Gubernur Malut tentang TPP RSUD ini terus diberlakukan dengan mengingat beban TTP pada BLUD RSUD yang berkisaran 27,9 miliar per tahun atau 20,5 persen dari pendapatan RSUD CB, tentunnya mengancam pelayanan kesehatan masyarakat. Sebab tujuan dari BLUD sebagaimana dimaksud dalam Permendagri dapat dikelola dengan efisien guna mencapai kesejahteraan masyarakat,” ucapnya.
Ia menilai tunggakan TPP merupakan kelalaian pada manajemen RSUD Chasan Boesorie. Akibatnya, kurang lebih 15 bulan tertunggak. Sementara aksi yang dilakukan di Kantor Kejati itu menuntut kepada Kepala Kejati, Dade Ruskandar, agar segera menetapkan tersangka oknum yang diduga terlibat atas dugaan korupsi belanja pegawai dan jasa pada RSUD CB. Selain itu, melakukan pemanggilan dan pemeriksaan kepada Kepala BPKAD Malut, Ahmad Purbaya berkaitan dengan TPP pegawai RSUD, serta pemanggilan dan pemeriksaan kepada Plh. Direktur RSUD CB, dr. Alwia Assagaf berkaitan dengan alokasi dana senilai Rp 9 miliar yang bersumber dari BPKAD.
”Kami juga mendesak kepada Kepala BPK Perwakilan Malut untuk segera melakukan audit khusus pada BPKAD Malut terkait TTP yang diduga kuat disalahgunakan. Kepada Gubernur Malut segera menuntaskan utang TPP RSUD CB,” desaknya.
Menaggapi desakan ini, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Malut, Richard Sinaga menyampaikan bahwa terkait masalah ini sudah jelas. Sebab perkara ini sementara ditangani oleh penyidik Kejati Malut dan masih dalam tahap proses penyelidikan.
”Tidak mungkin juga saya di sini membuat pernyataan berbeda dengan apa yang disampaikan pimpinan. Pada prinsipnya apa yang didemokan tadi telah disampaikan semua. Jadi untuk mekanismen penetapan tersangka itu tidak sembarangan atau semuda mebalikan telapak tangan,” tandasnya.
“Itu ada mekanisme dan prosedurnya, yang pasti kita serius,” sambungnya.
Menurutnya, dalam proses perkara ini ada tahapan-tahapannya dan keterangan dari pihak lain yang diminta. Karena ini sifatnya permintaan keterangan ditingkat intelijen, dan kurang lebih sudah 20 orang yang dimintai keterangan. “Ini kasus sedang dalam proses intelijen. Mengenai apa hasilnya, tunggu akan kita sampaikan,” pungkasnya. (tim)