TERNATE, NUANSA – DPRD Provinsi Maluku Utara bersama Pemprov Malut, masih mencari solusi untuk menyelesaikan utang pihak ketiga atas pekerjaan fisik yang dianggarkan melalui pinjaman PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) senilai Rp 48 miliar.
Wakil Ketua DPRD Malut, Sahril Taher, mengatakan berkontrak dengan SMI sungguh merepotkan. Untuk itu, ia meminta kepada Pemprov Malut agar kedepannya tidak lagi menjalin kerja sama dengan SMI.
“Urusan dengan SMI memang ribet, makanya kami meminta kepada Pemprov Malut apapun urgensinya pembangunan yang akan datang, kalau tidak ada duit jangan pinjam di SMI. Terlalu banyak persyaratannya. Tak hanya jalan, bahkan pembangunan rumah sakit juga bernasib sama, makanya hentikan pinjam uang di SMI,” tegas Sahril kepada Nuansa Media Grup (NMG), usai rapat bersama dengan Dinas PUPR, Sekda, BPKAD dan Komisi III DPRD Malut, di Grand Majang Ternate, Rabu (11/1).
Menurutnya, mekanisme pembayaran utang pihak ketiga senilai Rp 48 miliar harus disampaikan Pemprov ke DPRD, karena nomenklatur yang termuat di dalam adalah pembayaran pokok dan bunga.
Sementara yang terjadi saat ini setelah putus kontrak dengan pihak SMI pada 30 November 2022, yang akan dilakukan pembayaran oleh pemerintah bukan pokok dan bunga, tetapi pembayarannya langsung ke pihak ketiga. Itu artinya nomenklaturnya berbeda. Olehnya itu, akan dibicarakan apakah mendahului perubahan atau melalui APBD perubahan baru dibayarkan.
“Tapi sumber anggarannya sudah ada yang asalnya dari pokok dan bunga yang tersedia pada cicilan kepada SMI selama tiga tahun, yakni 2020, 2022 dan 2023 kita alihkan. Untuk 2023, kita buka Rp 48 miliar untuk bayar kepada pihak ketiga, di situ ada penghematan karena kita tidak lagi bayar bunga lagi ke SMI,” katanya.
Selain itu, Sahril berujar, setelah putus kontrak dengan SMI, dampaknya dirasakan oleh pihak, ketiga karena sebagian pekerjaan yang progresnya sudah 100 persen, pembayarannya tidak sesuai.
“Ada yang kurang bayar dari delapan ruas pekerjaan hanya enam ruas yang sudah 100 persen, sementara dua di antaranya, Matuting-Ranga-Ranga yang progresnya 85 persen dengan nilai kontrak Rp 60 miliar lebih dan Payahe-Dohepodo 65 persen dari nilai kontrak Rp 44 miliar sekian yang dibayar kurang lebih Rp 25 miliar, berarti pembayaranya tinggal Rp 3 miliar sekian,” jelasnya.
Politikus Gerindra ini menambahkan, untuk sisa pembayaran enam pekerjaan yang sudah 100 persen akan dibuat program baru. 100 persen pekerjaannya yang sudah rampung itu, yakni pembangunan jembatan kali Oba, Bahar Andili, Saketa-Daehepodo dan Ibu-Kedi, tetapi bayarannya masih kurang sekitar Rp 5 miliar. Namun begitu, pihaknya berprinsip tetap melunasi utang pihak ketiga itu
“Makanya kita sepakat, Matuting-Ranga-Ranga dan Payahe-Dohepodo yang belum tuntas berapa kilo meter nanti mekanismenya kepada pemerintah daerah, apakah membuat program baru agar jalan ini bisa berfungsi. Artinya yang sudah terbayarkan sekarang itu sudah sesuai, sementara kurang dibayar sekitar Rp 9 miliar itu dibuat program baru untuk menyelesaikan ruas jalan yang tertunda itu,” ujarnya.
Sekretaris Daerah Provinsi Malut, Samsudin A. Kadir, menambahkan setelah pembahasan bersama DPRD, kontrak dengan SMI memang sudah berkahir. Sedangkan besaran utang ke pihak ketiga Rp 48 miliar tersebut dilunasi apabila progres pekerjaan semuanya sudah rampung 100 persen. Namun, masih ada sebagian pekerjaan yang belum selesai dan berdasarkan hasil hitungan Inspektorat hanya Rp 9 miliar yang harus dibayar pemerintah.
“Progres pekerjaannya ada yang sudah 100 persen dan sebagian ada yang belum. Intinya dari Rp 48 miliar itu lalu kita sandingkan dengan progres pekerjaan hanya sekitar Rp 9 miliar. Informasinya yang didapat begitu, tapi belum tahu nanti kita hitung lagi. Kita memang sudah putus kontrak dengan SMI dan tidak dilanjutkan lagi karena sudah selesai. Kalau kita punya sumber dana baru untuk lakukan pembayaran di perubahan, nanti kita lihat kalau nilainya tidak Rp 48 miliar dan hanya Rp 9 miliar maka kita akan bayar,” tandasnya. (ano/tan)