Opini  

Mobil Listrik vs Bahan Bakar Minyak

Jandri Fokatea.

Oleh: Jandri Fokatea

Mahasiswa Antropologi Unkhair Ternate

MOBIL listrik sudah moncer sejak lama, bahkan semua kalangan masyarakat mengetahui hal itu. Mobil listrik populer sejak abad ke-19 dan 20 di Amerika. Saat itu mobil listrik menjadi pilihan utama menawarkan kenyamanan, kemudahan dan ramah lingkungan, serta  hemat biaya perawatan, yang tidak dapat dicapai oleh kendaraan bahan bakar minyak (BBM) lainnya. Perkembangan era teknologi yang semakin maju, membuat popularitas mobil listrik makin tinggi peminatnya.

Meskipun begitu, peminat mobil listrik di Indonesia masih terbilang sangat kecil. Menurut data Survei Populix (2022), di Indonesia pengunaan motor listrik dan mobil listrik  saat ini ada 13 persen. Dari hasil wawancara responden yang memeliki motor listrik, mayoritas motor listrik yang dibeli adalah united motor  (34 persen), Viar (30 persen), dan Gesits (20 persen). Sementara untuk mobil listrik hanya 2 persen, responden yang diwawancarai memiliki mobil listrik. Urutan mobil listrik yang banyak peminatnya ialah Tesla (21 persen), Hyundai (18 persen) dan BMW (17 persen).

Biarpun begitu, dalam pernyataan Populix, tren mobil listrik ini akan semakin bertambah, seiring berjalan waktu berdasarkan perkembangan teknologi di era digital ini. Dengan lajunya perkembangan mobil listrik, pemerintah berupaya mempercepat ekosistem kendaraan listrik di Indonesia, agar secepatnya dapat digunakan pada 2060.

Riset yang dilakukan oleh Massachussets Institute of teknologi (MIT) dengan judul On The Road In 2935: Reducing Transportations Petroleum Consumption And GHC Emissions mengungkapkan bahwa teknologi kendaraan listrik dinilai paling hemat, dibandingkan teknologi kendaraan bahan bakar minyak maupun teknologi kendaraan bahan bakar hidrogen.

Karena itu permintaan mobil listrik ke depan semakin meningkat. Hal ini akan mengubah kebiasaan masyarakat tak lagi menggunakan BBM, dan akan berdampak terutama terhadap pedagang kecil yang menjajakan BBM. Bisa jadi menurun drastis bahkan hilang, bila nanti pemberlakuan mobil listrik resmi digunakan di Indonesia.

Meskipun sejak tahun 2012, Indonesia pernah tertinggal produksi mobil listrik,  akibat stok mobil listrik terbatas untuk dunia. Namun Indonesia pernah memproduksi dua macam mobil listrik, di antaranya mobil listrik Ahmadi dan Taucki yang pernah diuji pada 20 Mei 2013 di Apec.

Mobil listrik itu digunakan sebagai alat transportasi publik di Yogyakarta dan pakai sampai 2014. Menurut Ridwan dkk. (2014), mobil listrik sebenarnya lebih dulu populer dibandingkan dengan mobil berbensin pembakaran dalam (internal combustion engine). Namun kepopuleran tersebut mulai meredup karena kalah dengan kepopuleran teknologi mesin pembakaran dalam yang semakin maju.

Ditambah lagi dengan kemajuan mobil berbahan bakar minyak dapat menempuh jarak yang sangat jauh. Sedangkan mobil listrik tidak. Sementara pengisian BBM yang semakin mudah. Kemajuan tersebut akhirnya mobil listrik mengalami kemunduran dan meredup secara total perlahan hilang dalam pasaran. Kemudian pada ekonomi global pada akhir 2000-an, membuat produsen otomotif mobil meninggalkan mobil berbahan bakar minyak dan beralih ke mobil  listrik.

Meredupnya Mobil Berbahan Bakar Minyak

Banyaknya penguna mobil listrik berdampak meredupnya bahan bakar minyak. Ditambah lagi dengan pemerintah yang mendorong agar mobil listrik secepatnya digunakan pada semua kegiatan transportasi. Akhirnya, masyarakat berlomba-lomba memakai transportasi listrik. Dengan begini, bahan bakar minyak akan menjadi momok yang dapat lengser dengan cepat dan secara tidak langsung dapat meredup di pasaran.

Saat ini, Menteri Kordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan sedang meminta kepada Pemerintah Daerah, agar mengunakan APBD dan APBN untuk kebutuhan kendaraan mobil listrik (Dephub.go.id, 21/01/2022). Rencananya akan menghadirkan 400.000 mobil listrik agar dapat beroperasi di Indonesia. Olehnya itu, ke depan harapannya mobil listrik digunakan Indonesia semakin meninggi. Berdasarkan ungkapan dari Luhut tersebut, secara tidak langsung akan mempercepat perkembangan kemajuan mobil listrik.

Senada dengan Luhut, Presiden Joko Widodo juga mempertegas agar dipercepat  pengembangan energi terbarukan supaya penyedian bahan bakar listrik untuk meningkatkan infestasi dan mempercepat percapaian target bauran energi terbarukan dalam bauran energi nasional serta emisi gas rumah kaca. Peraturan percepatan pembangkit listrik dari sumber energi terbarukan menggunakan dasar hukum Peraturan Presiden adalah UUD Negara Repoblik Indonesia Tahun 1945, UU Nomor 30 tahun 2007, PP Nomor 14 Tahun 2012, PP Nomor 79 Tahun 2014, dan Perpres Nomor 4 tahun 2016.

Mobil listrik sangatlah menghemat energi. Olehnya itu, harapan pemerintah menghadirkan mobil listrik, yang sebelumnya hanya untuk kalagan pemerintah, tak menutup kemungkinan juga digunakan oleh masyarakat umum. Olehnya itu, peminat yang awalnya berkurang ketika mengunakan mobil listrik menjadi semakin tinnggi. Akhirnya, secara perlahan-lahan BBM akan meredup dari pasaran.

Sebab, semua orang akan beralih ke mobil listrik. Memang dengan berkembangnya teknologi ini, segala hal berkembang maju dengan cepat, meskipun kadang kita sendiri tidak menyadari. (*)