LABUHA, NUANSA – Kelompok nelayan Desa Soligi, Obi Selatan, Kabupaten Halmahera Selatan mengeluh terkait puluhan rumpon tanpa izin (ilegal). Bukan hanya itu, kehadiran enam kapal jaring ikan yang diduga berasal dari Bitung Sulawesi Utara juga tampak dikeluhkan para nelayan itu.
Ketua Persatuan Nelayan Desa Soligi, M. Jamri, kepada Nuansa Media Grup (NMG) mengatakan, kurang lebih 40 lebih rumpon yang menjamur di area tangkap ikan diduga tanpa izin. Selain itu, kehadiran kapal-kapal jaring ikan dari luar Maluku Utara yang beroperasi kurang lebih 4 tahun terhitung mulai 2019 sampai saat ini dianggap sangat menggangu mata pencaharian Desa Soligi yang notabene 50 persen masyarakatnya adalah nelayan.

“Permasalahannya puluhan rumpon pribadi masyarakat yang berkisar di bawah 12 mil dan enam kapal jaring beroperasi di perairan Desa Soligi. Kami berharap ada perhatian dari pemerintah atas permasalahan nelayan tradisional yang terjadi di kami saat ini. Kami merasa tertekan dalam hal proses pencarian ikan, karena dibatasi oleh pemilik rumpon. Kami sudah mencoba bangun komunikasi dengan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Halsel, akan tetapi semua menyangkut dengan DKP itu dikembalikan di DKP Malut,” katanya, Senin (6/2).
Ia berharap, rumpon-rumpon yang tidak memiliki izin tersebut segera ditertibkan oleh DKP Malut. Begitu juga dengan enam kapal jaring ikan dari Sulawesi Utara itu.
“Kami punya harapan agar masalah ini diselesaikan pemerintah dalam hal ini DKP Malut. Bukan kami mau memaksakan, tetapi mata pencaharian kita di laut. Kalau ini dibiarkan sampai 4 tahun, kebutuhan sekolah anak-anak mau dibayar pakai apa. Karena mereka memutuskan mata pencaharian kita,” tuturnya.
Sementara kelompok nelayan Soligi Jaya, Ibrahim, menambahkan, persoalan ini sejak kemarin sudah dimediasi oleh pihak pemerintah desa kurang lebih 5 kali pertemuan. Tetapi yang terjadi, pemerintah desa terkesan melindungi pemilik rumpon dan para kapal tersebut.
“Masalah ini sudah pernah dibahas bersama pemerintah desa, namun lagi-lagi kami (para nelayan) seakan-akan berhadapan dengan pemerintah, bukan denga para pemilik rumpon. Jadi terkesan ada pembelaan, sementara yang berada di pihak kita hanyalah tokoh agama dan adat. Maka dari itu, bagi kami posisi kapal jaring masih tetap beroperasi, kami tidak bisa berbuat apa-apa. Inilah sumber masalahnya, karena adanya banyak rumpon, dan kita sistem tangkap manual sudah pasti tidak dapat ikan dan ini keuntungan ada di kapal jaring,” ujarnya.
Kepala DKP Malut, Abdullah Assagaf, saat dikonfirmasi belum memberikan tanggapan hingga berita ini ditayangkan. (ano/tan)