Wagub Malut soal Utang Pemprov: Itu Kewenangan Sekda dan Gubernur

M. Al Yasin Ali.

TERNATE, NUANSA – Wakil Gubernur Maluku Utara, M. Al Yasin Ali, kelihatannya tidak mau mengambil pusing terkait utang Pemprov Rp600 miliar lebih di masa akhir jabatannya bersama Gubernur Abdul Gani Kasuba.

Itu setelah Nuansa Media Grup (NMG) mengonfirmasi perihal utang tersebut pada Kamis (23/2). Menurut Yasin, utang tersebut merupakan tanggung jawab Sekretaris Daerah (Sekda) dan Gubernur Malut.

“Kita hanya kontrol saja, tetapi yang harus diperhatikan (utang) itu adalah Pak Sekda dan Gubernur. Karena itu kan kewenangan Sekda dan Gubernur di situ,” katanya.

Mantan Bupati Halmahera Tengah dua periode itu mengklaim, di akhir masa jabatan seperti ini, utang Pemprov seharusnya sudah selesai seperti halnya waktu ia masih menjabat Bupati Halteng.

“Ini harus (dilunasi), makanya pengalaman saya (Bupati Halteng) kemarin mau selesai itu zero (nol), tidak ada utang,” ucapnya.

Selain itu, Yasin tampak pesimis dengan besaran utang yang mencapai hampir triliun itu dapat diselesaikan di masa akhir jabatan.

Wallahualam, saya bukan Gubernur sih. APBD ini kan sudah dibahas di DPRD, kalau memang ada utang-utang itu risiko mereka,” tutupnya.

Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Maluku Utara menyisakan utang sebesar Rp600 miliar lebih. Ini terdiri dari utang pihak ketiga tahun 2021 dan 2022, gaji guru PPPK, dana bagi hasil (DBH) kabupaten/kota serta honorer daerah (Honda). Penyumbang utang terbesar adalah utang pihak ketiga.

Utang tersebut saat ini telah dibahas bersama Pemprov dan DPRD Malut dan tinggal finalisasi untuk dilakukan pembayaran. Pada Selasa (21/2) malam, Pemprov dan DPRD kembali menggelar rapat pembahasan utang yang dipimpin Wakil Ketua DPRD Muhammad Abusama dan dihadiri pihak Inspektorat, Bapenda, BPKAD, dan Biro Hukum Malut bertempat di Hotel GAIA, Kota Ternate.

Wakil Ketua DPRD Malut, Muhammad Abusama mengatakan, ini merupakan rapat yang kedua kalinya setelah beberapa waktu lalu dilaksanakan di Sofifi. Rapat ini untuk mendengar pengakuan dari Inspektorat terkait verifikasi utang.

“Kemarin kita sudah bahas, tetapi hanya berkisar pada barang dan jasa. Sedangkan ini kita lanjutkan masuk pada utang DBH kabupaten/kota ditambah dengan PPPK dan Honda. Ini yang harus kita tuntaskan dalam waktu dekat. Namanya utang harus segera dibayar,” tegasnya.

Sebelumnya utang ini berkisar di angka Rp400 miliar lebih, namun setelah ditambah DBH, sehingga totalnya Rp600 miliar lebih. Utang ini sudah dihitung dan diakumulasi secara keseluruhan.

“Rapat ini untuk membuktikan bahwa utang Rp600 miliar itu benar-benar sudah diverifikasi Inspektorat. Dan Iya, utang semua sudah diverifikasi inspektorat. Nanti rapat lanjutan untuk kita finalisasi,” tukasnya.

Abusama tidak merincikan utang Rp600 miliar tersebut. Sebab ia tidak menghafal angka utang pihak ketiga dan seterusnya. Namun ia menegaskan, DPRD menekankan agar dilakukan perhitungan dan harus diverifikasi Inspektorat dengan disertai dokumen-dokumen yang dimasukkan di SKPD.

“Kalau itu dianggap oleh Inspektorat dalam hasil verifikasi menyatakan utang, maka harus bayar. Jadi skema pembayarannya dikembalikan ke masing-masing SKPD, kemudian memasukkan permintaan ke keuangan untuk dibayar,” tuturnya.

Utang ini diupayakan untuk dibayar pada APBD Induk 2023, namun apabila tidak bisa diselesaikan, kemudian ada ketersediaan anggaran, maka akan dimasukkan ke perubahan APBD.

DPRD pada intinya berupaya agar utang itu dilunasi, tentu harus diversifikasi terlebih dahulu oleh Inspektorat. Namun akan dipertimbangkan dengan melihat kemampuan anggaran. Sebab APBD sudah diestimasi, terkadang mencukupi sesuai pendapatan dan ada yang tidak mencukupi. Sementara program kegiatan sudah dibahas sesuai pendapatan yang ada. (ano/tan)