SOFIFI, NUANSA – Temuan atau catatan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Maluku Utara, terkait proyek jalan dan jembatan melalui anggaran pinjaman dana PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) untuk 8 paket proyek yang melekat pada Dinas PUPR Malut senilai RP117 miliar, hingga saat ini belum sepenuhnya selesai dikembalikan ke kas daerah.
Sesuai hasil pemeriksaan BPK, delapan pekerjaan tersebut dikenakan denda keterlambatan dengan total sebesar Rp94.371.523.167,27-. Dari delapan paket itu juga, terdapat lima item pekerjaan kekurangan volume senilai Rp1.903.511.202,32-. Sedangkan tiga paket pekerjaan tidak sesuai spesifikasi sebesar Rp21.555.592.969,85.
Kadis PUPR Malut, Saifuddin Djuba, mengatakan masalah temuan BPK saat ini sudah ditangani pihak inspektorat melalui sidang TPTGR, hanya saja ia belum mengetahui dengan pasti berapa rekanan yang sudah melakukan pengembalian.
“Kemarin inspektorat sudah melakukan sidang TPTGR dan semua rekanan dipanggil terkait temuan LHP BPK dan diberikan waktu untuk segera menyelesaikan itu. Mungkin, biasanya ada surat pernyataan dari masing-masing pihak ketiga untuk segera menyelesaikan temuan itu. Kalau sudah tanda tangan surat pernyataan, berarti kewajiban dia menyelesaikan temuan itu,” jelasnya, Kamis (18/5).
“Sekarang kami belum tahu. Nanti saya cek lagi untuk pihak rekanan yang menjadi temuan terkait pekerjaan dana pinjaman SMI itu,” sambungnya.
Sementara, dari keterangan salah satu staf Dinas PUPR Malut, yang meminta identitasnya tidak dipublis kepada Nuansa Media Grup (NMG) mengaku, dari sekian temuan BPK saat ini sudah dilakukan proses Tuntutan Perbendaharaan dan Tuntutan Ganti Rugi (TPTGR) dan sekarang diperintahkan ke Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TPAD) untuk segera mengambil langkah-langkah penyelesaian. Meski demikian, terkait kepastian pihak rekanan menyelesaikan temuan tersebut, hingga kini belum diselesaikan.
“Mereka (pihak rekanan) sementara masih mengambil langkah bagaimana untuk mendiskusikan ulang terkait dengan denda keterlambatan. Sekarang untuk langkah penyelesaian belum ada sama sekali. Karena memang kami juga akui, denda keterlambatan bukan semata-mata terlambat kerja, tapi memang proses pencairannya agak lama, sehingga mempengaruhi pekerjaan mereka di lapangan,” katanya.
Atas temuan tersebut, BPK juga merekomendasikan kepada Gubernur Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba, agar memerintahkan Kadis PUPR untuk menginstruksikan PPK masing-masing pekerjaan untuk memperhitungkan potensi kelebihan pembayaran sebesar Rp23.459.104.172,17 pada pembayaran SP2D berikutnya atau menagihkan kepada penyedia jika pekerjaan tidak dilanjutkan.
Bukan hanya itu, PPK juga diminta untuk memungut denda keterlambatan kerja sebesar Rp94.371.523.167,27 untuk disetor ke kas daerah. (ano/tan)