DARUBA, NUANSA – Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Pasifik Morotai menggelar dialog publik di Warkop Alrayyan, Desa Gotalamo, Kecamatan Morotai Selatan, Kamis (27/6).
Dialog bertajuk ‘Water Front City Untuk Apa dan Siapa’ itu menghadirkan beberapa narasumber, yakni Kadis Perindagkop-UKM Nasrun Mahasari, Sekdin Lingkungan Hidup Fachrudin Banyo dan Plt Kadis Pariwisata Syaban Lanoni. Selain itu, dialog ini menghadirkan dua panelis dari kalangan akademisi Unipas Morotai, yakni Parto Sumtaki dan Fandi Hi Latif.
“Isu ini sangat bagus untuk dibahas karena memang menyangkut nasib hidup masyarakat Morotai setelah reklamasi pantai yang dilakukan atas dasar pembangunan Water Front City (WFC) itu,” kata ketua BEM FISIP Unipas, Sudiar Rosi Rao.
Menurutnya, pembangunan Water Front City di tahap pertama dan kedua yang belum diresmikan itu punya beberapa dampak negatif yang sangat berpengaruh terhadap kondisi lingkungan dan sosial masyarakat Morotai, terutama terhadap masyarakat yang bermukim di pulau-pulau kecil sekitar pembangunan Water Front City.
“Pembangunan reklamasi pantai itu telah berpengaruh terhadap kondis lingkungan di pulau-pulau kecil di Morotai. Misalnya, Desa Koloray yang dulunya sebelum pembangunan reklamasi, kualitas air di sumur warga itu masih bagus, tapi ketika pembangunan reklamasi itu kualitas air sudah tidak baik untuk dikonsumsi lagi karena kadar garamnya sudah meningkat,” ujarnya.
“Kemudian garis pantai yang sudah bergeser, yang dulunya daratan di pulau-pulau kecil masih luas, sekarang itu mulai terkikis dan berpotensi akan tenggelam beberapa tahun kemudian,” sambungnya.
Ia menuturkan, meski punya dampak negatif terhadap masyarakat Morotai, Pemkab Morotai kini kembali menunjukan alibinya dengan merencanakan pembangunan Water Front City tahap ketiga.
“Kalau secara ekonomi juga dampaknya terhadap masyarakat itu masih sangat kecil, padahal pembangunan itu sudah menghabiskan banyak dana daerah,” tandasnya. (ula/tan)