Opini  

Penghargaan Yang Tidak Sepatutnya

(Sebuah Catatan Permulaan Untuk Kakannwil Kemenkumham Provinsi Maluku Utara)

Oleh: Abdul Kadir Bubu
Akademisi Fakultas Hukum Unkhair

_____

RABU tanggal 11 September 2024 , media online ramai memberitakan kegiatan Kanwil Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku Utara di Gamalama Balroom Bela Hotel Ternate dengan tema Pencanangan Desa/Kelurahan Binaan Menuju Desa/Kelurahan Sadar Hukum, yang dihadiri 67 peserta mulai dari kepala daerah, camat, lurah dan kepala desa. Kepala Pusat Pemberdayaan dan Bantuan Hukum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Sofyan, juga hadir sebagai perwakilan Kementerian dan juga Penjabat Gubernur Maluku Utara Samsuddin Abdul kadir.  Kegiatan itu terjadi banjir penghargaan kepada para peserta terdiri dari penghargaan kepada kepala daerah, camat dan lurah sadar hukum juga penghargaan Paralegal Juctice Award kepada beberapa peserta.

Lazimnya, penghargaan adalah puncak dari suatu rangkaian program kegiatan seperti pencanangan, kemudian pembinaan, evaluasi dan akhirnya ada penghargaan sebagai ujung dari rangkaian proses itu. Karena itu, sejak awal saya menduga bahwa Kanwil Kemenkumham telah melakukan pembinaan sebelum acara pencanangan, namun ternyata tidak begitu karena sehari setelah pencanangan, ada serombongan pegawai Kanwil di Kecamatan Ternate Barat, tepatnya di Kelurahan Tobolo baru melakukan sosialisasi program kelurahan sadar hukum. Di sini terkonfirmasi bahwa penghargaan yang diserahkan Kakanwil kepada kepala daerah, camat, lurah dan kepala desa sadar hukum dalam acara Pencangan Desa/Kelurahan Sadar Hukum ternyata mendahului program. Aneh, oleh karena meraka yang diberi penghargaan dengan label kepala daerah, camat, lurah dan kades sadar hukum baru diundang dalam acara pencanangan. Penghargaan yang benar-benar tidak patut.

Membangun kesadaran masyarakat, terlebih di bidang hukum bukanlah perkara semalam, melainkan membutuhkan proses panjang dan terukur. Karena itu, jika hanya mengumpulkan kepala daerah, camat, lurah dan kepala desa sembari memberikan penghargaan sambil berharap akan terbentuk kesadaran hukum di masyarakat adalah cerita “batu badaong”. Hal itu diperparah jika mereka yang datang ke-desa/kelurahan dengan dalih melakukan pembinaan, kemudian menggantung spanduk dengan menghadirkan segelitir orang dan berbicara tidak lebih dari satu jam, kemudian buat publikasi bahwa pencanangan dan pembinaan telah dilakukan.

Masyarakat desa pasca rezim pilkada dan pilkades (sejak tahun 2014 ) adalah masyarakat yang retak. Pemerintah desa yang diharapkan menjadi perekat dan pemersatu masyarakat desa pada kenyataannya tidak demikian. Oleh sebab itu, untuk membentuk kesadaran masyarakat di bidang hukum butuh lembaga alternatif dan Kanwil Kemenkumham dengan segala sumberdayanya adalah lembaga yang tepat melakukan itu yang tentunya dengan program yang terukur dan berkesinambungan. Selain itu juga butuh pemahaman yang mumpuni bagi mereka yang membidangi program itu serta menggandeng stakeholder lain, seperti Organisasi Bantuan Hukum dan juga kampus. Oleh karena masyarakat desa dengan segala kompleksitasnya permasalahan hukumnya butuh informasi hukum yang utuh dan lengkap.

Hal lain yang tidak kalah menarik disoroti adalah penghargaan paralegal yang salah satunya diberikan kepada Penjabat Gubernur saat ini. Dalam kapasitas apapun penghargaan itu tidak tepat diberikan kepada yang bersangkutan. Paralegal menurut Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 3 Tahun 2001 tentang Paralegal dalam Pemberian Bantuan Hukum Pasal 1 angka 5 menyebutkan bahwa paralegal adalah  setiap orang yang berasal dari komunitas masyarakat, atau pemberi bantuan hukum yang telah mengikuti pelatihan paralegal, tidak berprofesi sebagai advokat, tidak secara mandiri mendampingi penerima bantuan hukum di pengadilan. Dalam konteks ini sekali lagi saya katakan dalam kapasitas apapun, Samsuddin Abdul Kadir baik selaku Penjabat Gubernur maupun pribadi tidak tepat mendapatkan Paralegal Juctice Award. Ini benar-benar penghargaan yang tidak patut, banjir penghargaan namun defisit manfaat.

Berapa pun jumlah paralegal yang diberi penghargaan tidak terlalu berarti bagi masyarakat jika mereka yang telah dilatih menjadi paralegal tidak dikoneksikan dengan organisasi Bantuan Hukum setempat. Karena itu, pelatihan paralegal harus beriringan dengan pembinaan organsiasi bantuan hukum yang akan menjadi mitra dari Paralegal yang dilatih itu. (*)

Exit mobile version