Opini  

Mewujudkan Maluku Utara sebagai Peradaban Modern dan Beradab

Oleh: Nasrullah
Pemuda Sofifi

________________________

MENYEBUT kembali dengan lantang penuh bangga nama Maluku Utara di tahun 2025. Sebuah provinsi yang memiliki cerita-rekam jejak sejarah perjuangan memisahkan diri dari Provinsi Maluku yang tersimpan di ceruk ingatan. Kita telah meningggalkan tahun 2024 dengan berbagai hantaman yang melanda, mulai dari persoalan ekonomi, korupsi, politik, kemiskinan, pertambangan, dan ketimpangan sosial lainnya. Saatnya berbenah secara nyata juga imajinasi, sebagai sebuah provinsi yang hadir bukan karena hadiah tapi karena perjuangan tak pernah habis.

Saat kita mempelajari lebih mendalam, Maluku Utara mulanya didesain sebagai sebuah daerah yang berlandaskan persatuan dan kesatuan. Hal itu terejewantahkan dalam semboyan Marimoi Ngone Futuru. Namun saat ini, semboyan itu rasanya hilang dari maknanya, akhirnya kebanyakan pemangku kepentingan pada wilayah birokrasi cenderung terjerumus ke arah patrimonialisme, nepotrisme, dan feodalisme. Maluku Utara tak dapat lepas dari peradaban kedaerahan namun tidak menutup perkembangan modern. Jika hal tersebut terjadi maka akan ditandai dengan fakta dan interpertasi sebagi berikut.

Dari sudut tata pengelolaan daerah yang konon katanya telah modern, lihat saja birokrasi kita masih jauh dari watak rasional dan efisien, akibat tidak diisi dengan keahlian dan otoritas aparatus publik di setiap OPD, tidak difungsikan sesuai spesialisasi, dan tidak didayagunakan untuk melayani kepentingan setiap masyarakat. Akhirnya yang terjadi korupsi dan jual beli jabatan dipraktikkan dengan bebas tanpa malu.

Hampir setiap hari, kita disuguhkan peristiwa tidak efektifnya birokrasi, suburnya korupsi, rapinya kolusi, terproteksinya premanisme, terawatnya dominasi hirarki, dan sarat ketidakberaturan hampir di semua lini. Setiap ada bencana pemeriksaan, berokrasi dan aparatus kita gagap, gugup dan takut, sambil berharap agar peristiwa pemeriksaan segera berlalu ditelan waktu.

Demikianlah, saat kita semua dipaksa menyaksikan drama pemeriksaan hingga penetapan sebagai tersangka beberapa oknum yang mempunyai nama mentereng di Maluku Utara. Bisa saya sebut tahun 2024 lalu kita dipertontonkan musibah moral yang terjadi di negeri Para Raja. Yang aneh bin ajaib, seluruh anomali sosial dan politik itu, justru dinilai wajar belaka oleh aparatus birokrasi kita. Sudah saatnya di tahun baru 2025 aparatus publik harus mulai sadar akan pentingnya perwujudan birokrasi rasional, jujur, dan modern, sebagai konsekuensi logis dari cita-cita para pejuang pemekaran Provinsi Maluku Utara.

Sebagai provinsi yang penuh dengan catatan sejarah panjang perlu diwujudkannya peradaban sosial kultural modern, Maluku Utara perlu didesain ke depan sesuai cita-cita bersama sebagai daerah dengan peradaban maju yang mengedepankan kejujuran, rasional, dan efisien. Sehingga terwujud pengadilan yang otonom dan bebas korupsi; transaksi ekonomi yang bebas, terbuka, dan impersonal; politik yang sehat, demokrasi, dan penuh akuntabilitas publik; dan masyarakat yang beradab, otonom, aman, damai dan rasional.

Maluku Utara menjadi mozaik kehidupan urban modern telah dihuni masyarakat yang sudah beragam secara etnis, agama, dan strata sosial. Sangat keliru jika aparatus publik tidak peka pada keragaman dan pluralitas, yang menjadi ciri modernitas. Aparatus harus sadar atas fakta keragaman, menciptakan toleransi sosial dan keagamaan, memproteksi minoritas dari tiran mayoritas, dan terlibat aktif merayakan keragaman sebagai modal sosial bersama untuk membangun peradaban modern. Baik aparatus publik maupun masyarakat Maluku Utara perlu disegerakan kembali ingatannya akan pentingnya moto daerah kita, Marimoi Ngone Futuru, yang di dalamnya terkandung makna intrinsik akan pentingnya persatuan, kesatuan dan toleransi di tengah pluralitas suku, agama, etnis, dan strata sosial yang berbeda.

Imajinasi Maluku Utara sebagai peradaban modern dan beradab mensyaratkan prasyarat dasar, yang pada waktu dasarnya, sungguh gratis untuk diberdayagunakan. Jika teknologi, ilmu pengetahuan, dan peralatan keras dalam tata pengelolaan daerah modern harus disandarkan pada anggaran biaya yang sangat besar maka modal sosial kita yang sebenarnya gratis untuk diberdayagunakan adalah pola pikir modern dan berperilaku yang rasional dan beradab. Inilah makna sejati yang dapat dirujuk sebagai masyarakat sipil; suatu segmen sosial terpenting dalam mendayagunakan pola pikir rasional modern, dan perilaku yang otonom dan beradab.

Jika setiap masyarakat Maluku Utara disadarkan akan modal sosial itu untuk kemudian aktif terlibat dalam partisipasi sosial, keagamaan dan politik di setiap unit sosial masyarakat, maka gerak kita ke depan adalah gerak sejarah yang progresif, yang berevolusi ke arah yang baik. Tugas dan tanggung jawab utama aparatus publik, dengan demikian, lebih pada usaha untuk selalu memajukan kehidupan yang lebih baik, kebebasan yang sejati. Semoga imajinasi Maluku Utara sebagai peradaban modern dan beradab ini dapat menjadi cita-cita bersama, secara lebih faktual dan konkret dalam menjalankannya. (*)

Exit mobile version