Opini  

Jazirah al-Mamluk Terjerat Liberalisasi Pergaulan

Oleh: Sahawia Firdaus
Aktivis Dakwah Muslimah

_______________________________

PERGAULAN bebas membawa Maluku Utara masuk dalam peringkat 10 dengan 18 jumlah lokasi Pekerja Seks Komersial (PSK) berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Mei 2024. Sarang lokasinya tersebar di beberapa daerah di Maluku Utara, terbanyak terletak di Halmahera Tengah sebanyak 8 lokasi yang ditempati PSK. Daerah lain seperti Kepulauan Sula, Halmahera Selatan, Halmahera Barat sebanyak 2 lokasi, sedangkan Halmahera Utara, Ternate dan Tidore terkonfirmasi berjumlah 1 lokasi.

Apalagi berdasarkan data penderita HIV di Provinsi Maluku Utara meningkat dari tahun ke tahun dan menyasar kebanyakannya adalah para pemuda di daerah perkotaan maupun di daerah pertambangan. Padahal daerah Maluku Utara adalah daerah religius dengan tanah kesultanan yang ternyata hanya menjadi simbol akibat diambil fungsi oleh liberalisme pergaulan. Hal ini didukung dengan banyak faktor, seperti masalah ekonomi dan kebijakan yang menghasilkan permasalahan sosial di setiap kota-kota besar yang mulai tumbuh secara pembangunan dan ekonominya hingga menyasar sampai ke daerah pedesaan.

Provinsi religius yang dikenal dengan sebutan Jazirah al- Mamluk (Kepulauan Raja-raja) yang sangat berpengaruh dengan empat kerajaan yaitu Ternate, Tidore, Jailolo dan Bacan. Akar sejarah yang sangat kuat dengan Islam. Tapi sayang, akibat terjerat liberalisasi pergaulan sebagai tanda peringatan darurat yang menimbulkan banyak permasalahan di daerah perkotaan atau pedesaan yang meliputi semua wilayah Jazirah al-Mulk.

Darurat Liberalisme Pergaulan

Perubahan itu selalu bermula dari kota apakah kebaikan maupun keburukan karena kota adalah pusat pergerakan” disampaikan oleh Ustazah Ishma Chalil. Kota sebagai pusat pembangunan, kemajuan, bisnis, dinamika informasi, sekaligus menjadi pusat kalangan terpelajar dan profesional tentu menyimpan segudang potensi dan energi. Tetapi di saat yang sama kota juga menjadi pusat masalah, kesenjangan, kriminalitas, disfungsi keluarga dan penyakit sosial (Fika, 2025). Potret bangunan masyarakat yang mulai rusak akibat dari permasalahan sosial dan menjadi peringatan serius bagi daerah tersebut.

Permasalahan sosial yang mulai menjangkiti daerah Maluku Utara seiring dengan pembangunannya. Masuknya Provinsi Maluku Utara dalam peringkat 10 dari 15 provinsi yang tercatat memiliki jumlah lokasi PSK terbanyak menjadi tanda darurat dan peringatan serius. Ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Wakil Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kota Ternate, Fadli, bahwa “Data ini bukan sekadar angka, tapi potret permasalahan sosial yang harus segera diatasi. Kita tidak bisa membiarkan kondisi ini terus berkembang tanpa ada intervensi”, dilansir dari newsgapi.com (Rabu, 13/02/2025). Tapi jika kita berkaca pada permasalahan sosial yang terjadi yang diakibatkan dari masalah ekonomi dan kebijakan yang bermuara pada sistem kapitalisme, liberalisme dan sekularisme yang memisahkan agama dari kehidupan.

Kebijakan-kebijakan ini yang menggantikan peran agama. Akhirnya walaupun Maluku Utara memiliki empat kesultanan yang kental dengan nilai-nilai regiliusnya, tapi ternyata itu hanya sebagai simbol semata. Bahkan yang berperan dalam mengontrol perilaku masyarakat secara keseluruhan adalah nilai-nilai kebebasan yang dimiliki oleh liberalisme dan sekularisme. Sehingga membuat mindset umat Islam semakin langka dengan pemahaman Islam secara keseluruhan untuk mengambil dan menjadikan Islam sebagai bagian dari pengontrol perilaku secara individu, masyarakat dan negara secara keseluruhan.

Islam dan Kemuliaan Tanah Mamluk 

Islam bukan hanya sebatas agama spritual di ranah ibadah saja, tapi Islam mengatur seluruh aspek kehidupan. Pada kitab Mafahim Siyasiyun yang ditulis Syekh Taqiyuddin an-Nabhani Amir ke-1 Hizbut Tahrir, menyebutkan bahwa politik adalah pengaturan urusan umat di dalam dan luar negeri. Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh negara untuk mengatur seluruh aspek kehidupan harus sesuai dengan ketentuan syariah. Termasuk perilaku interaksi laki-laki dan perempuan dalam masyarakat. Begitu juga dengan masalah kebutuhan pokok. Terkait kebutuhan ekonomi yang menjadi salah satu penyebab tumbuh subur lokasi PSK. Pengamat ekonomi Meti Astuti, S.E.I., M.Ek yang dikutip dalam MNews, menyampaikan terkait efisiensi anggaran seharusnya diprioritas untuk rakyat, bukan untuk program populis yang sarat kepentingan politis. Kebijakan yang diambil, dijalankan semata-mata dalam rangka melayani rakyat dan merealisasikan pelayanan terhadap kebutuhan masyarakat secara luas.

Potensi sumber daya alam seharusnya memberikan kesejahteraan pada seluruh masyarakat di tanah Mamluk. Tapi sayang, kebijakan dalam sistem kapitalisme dalam asuhan demokrasi memberikan peluang kepemilikan pada asing dan aseng untuk menguasai sumber daya alam. Akhirnya masyarakat harus mengusahakan kebutuhannya secara mandiri dan berakhir pada kerusakan di semua ranah termasuk ranah sosial. Padahal tanah Mamluk adalah tanah kemuliaan yang dianugerahi empat kesultanan dan potensi sumber daya alam yang luar biasa. Nilai religius yang berasal dari Islam seharusnya mampu mengontrol masalah interaksi laki-laki dan perempuan serta memperhatikan kerangka ekonomi politik dalam meletakkan energi untuk kepentingan rakyat jika diletakkan dalam ranah negara. Sehingga dengan kembalinya pengaturan sistem pergaulan dan ekonomi Islam melalui sistem politik Daulah Khilafah Islamiyah.

Dengan demikian, penerapan Islam dalam ranah individu, masyarakat dan negara sangat dibutuhkan untuk mengembalikan kemuliaan Jazirah al-Mamluk di Maluku Utara. (*)

Exit mobile version