Opini  

Kekerasan Anak dalam Keluarga Hanya Dapat Diakhiri dengan Sistem Islam

Oleh: Istiqamah Mansur

_____________________

KASUS kekerasan terhadap anak, baik dalam bentuk fisik maupun seksual, termasuk inses yang dilakukan oleh anggota keluarga, merupakan masalah yang sangat serius dan meningkat di Indonesia. Berbagai laporan menunjukkan bahwa kekerasan di lingkungan keluarga sering kali dipicu oleh sejumlah faktor yang saling terkait. Salah satu faktor utama adalah kondisi ekonomi yang sulit, di mana tekanan finansial dapat menyebabkan stres dan frustrasi pada orang tua, sehingga mereka lebih cenderung mengambil tindakan kekerasan. Selain itu, emosi yang tidak terkendali juga berperan besar, terutama bagi mereka yang tidak memiliki keterampilan manajemen emosi yang baik. Dalam banyak kasus, orang tua yang merasa tertekan atau marah memilih untuk melampiaskan emosi negatif tersebut pada anak-anak mereka, tanpa menyadari dampak jangka panjang yang ditimbulkan.

Lebih jauh lagi, kerusakan moral yang terjadi dalam masyarakat, ditambah dengan lemahnya iman, juga berkontribusi pada meningkatnya kekerasan dalam keluarga. Ketika individu tidak lagi memiliki pegangan iman yang kuat, mereka cenderung mengabaikan nilai-nilai kemanusiaan dan etika yang seharusnya menjadi landasan dalam mendidik dan merawat anak. Selain itu, kurangnya pemahaman tentang fungsi dan peran sebagai orang tua, baik dalam konteks pendidikan maupun perlindungan, memperburuk situasi ini. Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa mereka memiliki tanggung jawab besar untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak mereka. Dengan demikian, kekerasan terhadap anak tidak hanya merupakan masalah individu, tetapi mencerminkan kondisi sosial yang lebih luas, di mana edukasi dan dukungan yang memadai sangat diperlukan untuk mencegah dan mengatasi masalah ini secara efektif.

Sistem kehidupan sekularisme kapitalisme telah menciptakan kondisi di mana banyak orang tua merasa bingung dan tidak tahu bagaimana cara yang tepat untuk mendidik dan mengasuh anak. Dalam konteks ini, nilai-nilai yang seharusnya menjadi pegangan dalam parenting sering kali terabaikan. Sistem ini bahkan menghilangkan fitrah orang tua yang seharusnya memiliki kewajiban untuk melindungi anak-anak mereka serta menciptakan rumah sebagai tempat yang aman dan nyaman. Himpitan ekonomi yang diakibatkan oleh kapitalisme sering kali menjadi alasan di balik tindakan kekerasan, di mana orang tua yang tertekan secara finansial mungkin melampiaskan frustrasi mereka pada anak, baik secara fisik maupun emosional.

Selain itu, kekerasan seksual terhadap anak tidak jarang terjadi dalam konteks ini, di mana norma-norma sosial yang seharusnya melindungi anak-anak menjadi lemah. Lingkungan sekitar, termasuk tayangan media yang tidak mendidik, juga berkontribusi dalam memicu perilaku kekerasan. Media sering kali menampilkan kekerasan dan perilaku negatif sebagai hal yang biasa, sehingga membentuk pola pikir yang keliru di kalangan orang tua dan anak. Sistem ini juga menciptakan hubungan sosial yang kering dan individualis, di mana kepedulian terhadap sesama menjadi semakin menipis. Ketidakpedulian ini memudahkan terjadinya kekerasan terhadap anak, karena masyarakat cenderung tidak mengawasi atau mengambil tindakan ketika melihat perilaku mencurigakan di sekitar mereka. Dalam situasi ini, sangat penting untuk membangun kembali nilai-nilai sosial yang mengedepankan kepedulian, solidaritas, dan tanggung jawab bersama dalam melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan.

Di Indonesia, sebenarnya sudah ada regulasi dan undang-undang yang dirancang untuk melindungi anak, termasuk perlindungan terhadap kekerasan seksual dan pembangunan keluarga. Undang-undang ini tampaknya memberikan harapan bagi upaya pencegahan kekerasan terhadap anak serta menciptakan lingkungan yang lebih aman. Namun, nyatanya, semua itu tidak mampu menuntaskan persoalan kekerasan pada anak yang semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa undang-undang tersebut dibangun dengan ruh sekuler dan kapitalis, yang tidak menyentuh akar permasalahan terjadinya beragam bentuk kekerasan terhadap anak.

Faktor-faktor yang kompleks dan saling berkelindan, seperti kondisi sosial, ekonomi, dan budaya, sering kali terabaikan dalam implementasi kebijakan tersebut. Misalnya, regulasi yang ada mungkin tidak cukup memberikan edukasi yang mendalam kepada orang tua tentang peran dan tanggung jawab mereka dalam mendidik anak. Tanpa pemahaman yang kuat dan dukungan dari masyarakat, undang-undang tersebut menjadi kurang efektif dalam mencegah kekerasan yang terus terjadi. Selain itu, lemahnya penegakan hukum sering kali membuat pelaku kekerasan merasa impunitas, sehingga mereka tidak takut untuk melanggar hukum. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang lebih holistik dan berbasis nilai-nilai humanis dalam menangani isu kekerasan terhadap anak, agar undang-undang yang ada dapat berfungsi secara efektif dan memberikan perlindungan yang nyata bagi anak-anak.

Islam memiliki solusi untuk semua masalah, termasuk yang berkaitan dengan keluarga. Penerapan Islam secara sempurna dalam kehidupan sehari-hari akan menjamin terwujudnya berbagai hal penting, seperti kesejahteraan, ketenteraman jiwa, serta terjaganya iman dan takwa kepada Allah Subhanahu wa ta’ala. Hal ini karena Islam adalah ideologi dan sistem hidup yang sesuai dengan fitrah manusia dan memuaskan akal. Salah satu fungsi utama keluarga dalam perspektif Islam adalah sebagai pelindung, di mana setiap anggota keluarga memiliki tanggung jawab untuk menjaga dan melindungi satu sama lain. Selain itu, keluarga dalam Islam juga memiliki peran penting dalam membentuk kepribadian Islam yang kuat pada seluruh anggotanya, sehingga setiap individu dapat tumbuh dalam lingkungan yang mendukung nilai-nilai keislaman.

Untuk mencapai tujuan ini, negara harus berperan aktif dalam melakukan edukasi yang bertujuan membentuk kepribadian Islam dan menguatkan pemahaman tentang peran serta hukum-hukum keluarga. Dalam konteks ini, edukasi yang diberikan harus mampu memberikan pemahaman yang shahih dan komitmen kepada setiap individu untuk menjalankan kewajiban yang telah ditetapkan oleh Islam. Ini mencakup pemahaman tentang hak dan tanggung jawab dalam keluarga, serta cara mendidik anak-anak sesuai dengan ajaran Islam. Negara akan melakukan edukasi yang terintegrasi dan komprehensif dalam sistem pendidikan, baik di sekolah-sekolah maupun melalui berbagai media informasi dari departemen penerangan Khilafah. Dengan pendekatan yang menyeluruh ini, diharapkan setiap individu dalam keluarga dapat memahami dan melaksanakan peran mereka dengan baik, sehingga tercipta lingkungan keluarga yang aman, harmonis, dan penuh kasih sayang, serta terhindar dari berbagai bentuk kekerasan.

Pelaksanaan hukum Islam secara kaffah dalam berbagai aspek kehidupan akan menjamin terwujudnya ketahanan keluarga yang kuat, yang berfungsi sebagai benteng perlindungan bagi setiap anggotanya. Dalam konteks ini, penerapan prinsip-prinsip Islam tidak hanya mengatur hubungan antar anggota keluarga, tetapi juga membentuk pola pikir dan sikap yang mengedepankan kasih sayang, saling menghargai, dan tanggung jawab. Ketika setiap individu dalam keluarga memahami perannya sesuai ajaran Islam, mereka akan lebih mampu mengelola emosi dan konflik yang mungkin timbul, serta menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman. Dengan demikian, potensi terjadinya kekerasan dalam keluarga dapat diminimalisir secara signifikan.

Keluarga yang kuat dan harmonis tidak hanya berdampak pada kesejahteraan individu, tetapi juga berkontribusi pada stabilitas masyarakat secara keseluruhan. Dalam naungan Khilafah, di mana hukum-hukum Allah diterapkan secara menyeluruh, anak-anak dapat tumbuh dan berkembang dalam suasana yang mendukung perkembangan fisik, mental, dan spiritual mereka. Khilafah menyediakan berbagai instrumen dan kebijakan untuk mendukung keluarga, termasuk program-program pendidikan dan kesehatan yang berbasis nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, anak-anak hidup aman dan nyaman hanya terwujud dalam naungan Khilafah, di mana mereka dilindungi dari segala bentuk kekerasan, pengabaian, dan eksploitasi. Dengan sistem yang kokoh ini, masa depan generasi penerus dapat dibangun dengan lebih baik, menciptakan masyarakat yang sejahtera dan beradab. (*)

Exit mobile version