Hukum  

Dua Siswi di Ternate Diduga Jadi Korban Pelecehan, Keluarga Minta Keadilan

Ilustrasi pelecehan.

TERNATE, NUANSA – Oknum mantan guru di Kecamatan Oba Utara, Kota Tidore Kepulauan, berinisial YAK alias Yusuf diduga melakukan pelecehan secara verbal kepada anak di bawah umur. Korban pelecehan ini dialami dua siswi di Ternate yang masih duduk di bangku SD dan SMP. Peristiwa itu terjadi di Tidore saat keluarga korban melakukan silaturahmi ke keluarga Nasrani yang bertepatan dengan momentum tahun baru.

Oknum guru ini diketahui telah berdinas di ASN Pemprov Maluku Utara. Sedangkan kedua siswi yang menjadi korban dugaan pelecehan itu masih duduk di bangku SD dan SMP. Keluarga korban tidak terima dan mengharap keadilan atas korban, karena kedua korban saat ini masih di bawah umur dan kondisinya syok serta khawatir masa depannya hancur karena tindakan pelaku.

Keluarga korban, Nini Mamuli, mengatakan mereka berdua dilecehkan secara verbal saat sedang bermain bersama anak-anak lainnya di taman baca Gosale. Karena ketakutan, mereka berlari sambil menangis dan melaporkan kepada ibunya.

Mendengar hal itu, sang ibu langsung mendatangi terduga pelaku dan menanyakan kejadian ini. Namun sayangnya, terduga pelaku malah menarik kerah baju ibu korban sampai robek. Bahkan terduga pelaku mencekik leher ibu korban dan mengancam akan membunuh dengan cara menabrak menggunakan sepeda motor milik terduga pelaku.

“Sudah cukup dua bulan lebih kami diam, bahkan sudah banyak waktu yang terbuang begitu saja. Kami sedang berjuang mendapatkan keadilan untuk mereka berdua yang menjadi korban pelecehan seksual anak di bawah umur atas aksi bejat yang dilakukan mantan guru ini,” ujar Nini, Selasa (11/2).

Ia mengaku, akibat dari kejadian ini terjadi reaksi dari keluarga korban, yaitu pemukulan yang dilakukan kakek korban terhadap pelaku. Pada saat itu, pihak korban pemukulan melaporkan kejadian ini ke Polsek setempat, namun laporan pelecehan tersebut tidak diterima. Bahkan, korban diintimidasi dari keluarga pelaku dan menyuruh korban beserta keluarga meminta maaf kepada pelaku.

“Padahal di luar ruangan penjagaan ada salah satu anggota keluarga pelaku yang merupakan kakak dari si pelaku sempat menghampiri kedua saudara korban dan meminta maaf ke salah satu saudara kami karena berteman dengan anak dari bapak itu,” katanya.

“Kemudian mengatakan bahwa pelaku tersebut sudah beberapa kali melakukan hal yang sama, kasih biar sudah dia di tahan supaya tobat. Akan tetapi hal tersebut hanyalah omongan saja tidak berjalan dengan semestinya,” sambung Nini.

Anehnya, kata Nini, penyidik Polsek Oba Utara dan jajarannya hanya memproses kasus pemukulan yang terjadi, di mana merupakan awal mula akibat dari tindakan pelecehan yang dilakukan terhadap anak di bawah umur tersebut. Namun tidak memproses masalah pelecehan itu sendiri.

Bahkan, lanjut dia, ada salah satu penyidik yang mendatangi rumah keluarga korban dan mengatakan bahwa kata-kata dan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku merupakan hal biasa dan umum terjadi. Tak sampai di situ, oknum itu mengatakan bahwa apabila korban melaporkan kasus asusila ini, maka paman dari korban yang merupakan anggota polisi akan dipecat.

“Sekarang kasus pemukulan sudah sampai pada tahap pelimpahan ke kejaksaan, akan tetapi kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur yang merupakan kasus atensi dan memiliki perundang-undangan sendiri ini tidak nampak prosesnya,” kesalnya.

Nini menjelaskan, terakhir kali penyidik memberi keterangan ke pihak keluarga korban bahwa pelaku tidak ditahan, karena undang-undang dan pasal yang menjerat pelaku hanya satu pasal dan tidak kuat serta ancaman hukumannya hanya sembilan bulan, sehingga pelaku tidak dilakukan penahanan.

Nini menambahkan, keluarga tidak membenarkan atas terjadinya pemukulan yang dilakukan oleh sang kakek korban kepada pelaku. Namun ini merupakan perbuatan spontan atau secara tidak sadar karena melihat anak-anak di bawah umur dilecehkan yang tentu dapat menyebabkan korban mengalami gangguan psikis, mental dan takut dalam beraktivitas dalam hal melihat orang baru.

“Jika pemukulan yang merupakan akibat dan perbuatan pelaku bisa diproses oleh pihak berwajib. Lalu bagaimana dengan sebab akibat awal mula terjadinya pemukulan yaitu pelecehan yang dilakukan oleh pelaku tidak diproses? Apakah karena pelaku merupakan saudara dari anggota polisi di Polsek Oba Utara dan memiiki keluarga besar dan berpengaruh,” ucapnya dengan nada tanya.

Masih menurut Nini, saat kejadian tersebut pelaku sedang dalam keadaan mabuk berat, karena baru selesai berpesta miras. Pada saat dimintai keterangan oleh pihak berwajib, pelaku dalam keadaan mabuk.

“Apakah hal tersebut sah? Seorang pelaku diperiksa dalam keadaan mabuk atau bisa dibilang tidak dalam kesadaran normal?” cecarnya.

“Haruskan kedua korban dilecehkan secara fisik terlebih dahulu baru ditindaklanjuti yang serius atas kasus ini. Kami orang awam ini pun tahu bahwa kasus dalam proses hukum dan penerapan pasal-pasalnya harus lex spesialis menggunakan undang-undang perlindungan anak. Akan tetapi kenyataanya tidak diterapkan,” kesalnya.

Dia menyesalkan alasan dari penyidik yang menggelar perkara tidak fokus pada korbannya yang notabene adalah anak-anak di bawah umur.

“Sungguh sangat miris. Apakah seperti itu proses hukum di negara tercinta ini? Apakah harus korban diperkosa dulu baru penegak hukum bisa fokus kepada korbannya atau anak di bawah umur,” tambahnya.

Menurutnya, para korban sangat trauma dan untuk mengobati trauma tersebut pihaknya sangat berjuang.

“Namun pada akhirnya juga perjuangan kami untuk mendapatkan keadilan harus dipatahkan oleh para penegak hukum. Setelah kami mendapatkan kenyataan bahwa proses hukum untuk mendapatkan keadilan tersebut tidak sesuai yang kami harapkan,” kesalnya.

“Bahkan para korban seperti tidak dianggap sebagai anak-anak generasi penerus bangsa yang harus dilindungi oleh negara. Sampai saat ini pelaku yang sudah banyak diketahui oleh orang-orang bahwa pelaku adalah seorang predator anak masih berkeliaran bebas dan tidak dilakukan penahanan sama sekali oleh para penegak hukum yang terhormat. Sungguh sangat tidak adil bagi korban,” ujarnya.

Tanggapan Polresta Tidore

Polresta Tidore Kepulauan telah menindaklanjuti laporan dugaan kasus pelecehan seksual terhadap dua anak di bawah umur yang terjadi di Kecamatan Oba Utara.

Kapolresta Tidore, Kombes Pol Yury Nurhidayat dikonfirmasi membenarkan adanya laporan tersebut. Yury menyarankan, agar keluarga korban membuat laporan ke Polresta Tidore saat bertemu dengannya.

“Saya langsung ngomong ke anggota saya kalau ada keluargamu yang dilecehkan bikin laporan di Polres. Untuk penanganan kasus-kasus terhadap anak itu di Polres, karena ada Unit PPA, bukan ditolak. Saya sudah konfirmasi Kapolsek tidak ditolak, namun diarahkan ke Polresta,” jelasnya.

“Dan memang itu saya sudah sampaikan juga kakaknya yang anggota Polres, kalau ada keluargamu dilecehkan bikin laporan di Polres, karena penanganan khusus anak ada Unit PPA di Polres,” sambungnya.

Ia menuturkan, terkait dengan oknum penyidik Polsek Oba Utara yang mendatangi rumah kedua korban dan menyatakan bahwa perbuatan pelaku itu hal biasa dan terjadi di muka umum, Kapolresta mengaku, hal tersebut sedang didalami Propam Polresta Tidore.

“Propam saya sedang dalami. Kalau ada pelanggaran dari anggota, ya kita kasih tindakan ke anggota tersebut. Itu ada prosesnya yang ditangani sama Propam. Dari Propam sementara cek juga,” tegas mantan Direktur Reskrimum Polda Malut itu.

Yury mengatakan, dirinya bersama keluarga korban sudah bertemu di kediamannya dan menyarankan untuk membuat laporan kasus tersebut secara resmi.

“Saya Kapolresta langsung mengarahkan kepada keluarga korban di rumah saya dan saya sarankan buatkan laporan ke Polres. Korban ada yang mendampingi yaitu LSM Perlindungan Perempuan dan Anak, saya juga sudah komunikasi dengan Dinas PPPA provinsi,” katanya. (gon/tan)

Exit mobile version