Oleh: Julfandi G
Sekjend KATAM
______________________
“Dan katakanlah yang benar akan datang dan yang batil telah lenyap. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS. Al Isra: 81)
Ayat suci Al-Qur’an ini mengingatkan kita tentang pertarungan kebenaran (al-haqq) dan kebatilan (al-bathil) yang akan selalu berakhir dengan kemenangan kebenaran. Namun dalam konteks penegakan hukum di Maluku Utara terhadap tambang ilegal kita dihadapkan pada pertanyaan mendasar: seberapa serius sebenarnya Polda Maluku Utara dalam memberantas praktik penjarahan sumber daya ini?
Publikasi pemberitaan terkait langkah penertiban tambang ilegal/ pertambangan tanpa izin (PETI) berserta dampak yang ditimbulkan melalui media cetak maupun online di Kabupaten Halmahera Utara akhir-akhir ini turut meramaikan jagad pemberitaan di Maluku Utara, namun perlu dicatat langkah penertiban ini bukanlah hal baru di telinga masyarakat, dalam beberapa tahun terakhir kita pernah dihebohkan dengan penutupan tambang nikel ilegal di pulau Gebe, tapi sudah sampai dimana tindakan penertibannya bak hilang ditelan badai. Namun dapat saya katakan pengumuman tanpa hasil konkrit hanya menambah sikap skeptis masyarakat.
Benang merah yang terabaikan
Praktik tambang ilegal tidak mungkin bertahan tanpa perlindungan. Di Maluku Utara, benang merah antar aktivitas ilegal ini dengan oknum aparat dan pejabat seringkali diabaikan dalam pengumuman-pengumuman resmi hasil penyelidikan. Kali ini jika Polda Malut serius maka kali ini harus ada pengungkapan jaringan besar dibalik paraktik ini. Mengapa yang tertangkap hanya pekerja lapangan,? Sementara aktor intelektual dan pemodal besar seolah kebal hukum?
Data berbicara lebih keras dari retorika
Retorika pemberantasan tambang ilegal perlu dikonfrontasi dengan data konkrit. Berapa banyak kasus yang sudah berhasil diproses hingga pengadilan? Berapa banyak pemodal besar yang dijerat? Berapa luas lahan yang berhasil diselamatkan?
Tanpa transparansi data, masyarakat hanya disuguhkan narasi heroik yang sulit diverifikasi. Dari catatan LSM lokal beberapa kasus tambang ilegal yang ditindak Polda hingga saat ini belum diproses tuntas dan dibuka hasilnya ke publik Maluku Utara. Ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah ada seleksi kasus berdasarkan kepentingan tertentu?
Inkonsistensi Penindakan
Jika diamati pola penindakan maupun hasil akhir dari penindakan tambang ilegal yang telah beroperasi beberapa tahun terakhir menunjukan inkonsistensi yang mencurigakan. Beberapa lokasi dengan kerusakan yang dapat dibilang masif seolah (tidak tersentuh) meskipun dilaksanakan di tempat terbuka. Sementara itu, operasi dengan publisitas tinggi dilakukan di lokasi-lokasi yang justru bukan merupakan episentrum tambang ilegal.
Di Maluku Utara dapat kita temukan di beberapa spot proses pertambangan ilegal yang dalam beberapa tahun terakhir telah dipublikasi melalui pemberitaan dan ditangani oleh Polda Malut seperti: Kasus tambang nikel ilegal yang diduga kuat dikelola sebuah lembaga (LSM) paguyuban di bawah perusahan tambang PT Mineral Trobos, Kabupaten Halmahera Tengah, tepatnya di Kecamatan Pulau Gebe.
Atau tambang Emas Ilegal Kusubibi, Kabupaten Halmahera Selatan yang rajin memakan korban jiwa, maupun fakta kerusakan lingkungan dari penggunaan zat tertentu untuk pemurnian emas, yang seharusnya ditindak oleh aparat penegak hukum namun hasilnya seperti yang anda lihat masih beroperasi hingga saat ini,
Atau yang hangat saat ini, di bawah perintah kapolda Irjen Pol. Waris Agono, Kabid Humas Polda Malut mengkonfirmasi ada 8 orang saksi yang diperiksa tim gabungan penertiban dan penindakan penambang emas ilegal, yang berlokasi di Desa Roko, Kecamatan Galela Barat, juga berakhir sama dengan penanganan sebelumnya oleh Polda Maluku Utara?
Lingkaran Setan Korupsi
Dapat kita ketahui Praktik Tambang Ilegal (PETI) adalah bisnis bernilai triliunan rupiah dalam skala tertentu. Dalam bisnis sebesar ini, potensi suap dan korupsi menjadi tantangan serius bagi integritas penegak hukum . masyarakat patut mempertanyakan sejauh mana Polda Maluku Utara telah melakukan pengawasan internal untuk memastikan personelnya bebas dari konflik kepentingan (conflic of interes).
Pengalaman di banyak daerah menunjukan bahwa pemberantasan tambang ilegal seringkali terhambat oleh “perlindungan bersenjata” dan “beking berpangkat”. Apakah Polda Maluku Utara berani membongkar ini, jika ditemukan di internal mereka sendiri?
Harapan di tengah skeptisisme
Meski diliputi skeptisisme, kita harus terus berpegang pada prinsip bahwa Al-haqq (kebenaran) akan menang melawan Al-bathil (kebatilan). Bersikap kritis terhadap kinerja Kapolda Maluku Utara bukan berarti tidak mendukung upaya penegakan hukum, melainkan mendorong transparansi dan akuntabilitas yang lebih baik.
Masyarakat Maluku Utara perlu terus mengawal proses ini dengan sikap kritis:
1. Menuntut transparansi data penindakan
2. Membangun jaringan pemantau independen
3. Mengadvokasi perlindungan terhadap pelapor kasus tambang ilegal
4. Mendorong pemberantasan yang menyasar aktor intelektual dan pemodal.
Kita berharap kebatilan dalam bentuk praktik tambang ilegal dan perlindungan terhadapnya akan lenyap, bukan karena retorika kosong, melainkan melalui penegakan hukum yang berintegritas. (*)