Opini  

Daya Beli Masyarakat Turun, Paylater dan Konsumerisme Berkelindan dalam Sistem Sekulerisme Kapitalisme

Oleh: Ayu Hamzah

____________________________

BEBERAPA tahun terakhir, kondisi perekonomian Indonesia nampaknya kian kemari kian rapuh. Salah satu contoh di lapangan yakni turunnya daya beli masyarakat hingga memberatkan berbagai kalangan masyarakat terutama mereka yang melakoni profesi pengusaha. Peristiwa ini sepantasnya menjadi alarm penting bagi pemerintah untuk selalu mengawasi dan memperbaiki situasi dengan meninjau kembali akar permasalahan sebenarnya.
Berdasarkan survei Bank Indonesia (BI), turunnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mencapai level 121,1 pada Maret 2025. Hal ini mengindikasikan penurunan daya beli konsumen sejak tiga bulan terakhir yaitu 126,4 pada Januari dan 127,2 pada Februari 2025.

Selain itu, kekhawatiran lain muncul dari peningkatan user paylater atau pinjaman cicilan point-of-sale (POS). Pemanfaatan paylater dianggap mempermudah konsumen untuk memenuhi keinginan belanja yang saat ini bisa diakses secara digital. Semua kemudahan fasilitas ini menjadi tantangan tersendiri, sebab banyak mudharat yang sengaja dibungkus dengan tawaran menarik. Tercatat lebih dari 14,37 juta masyarakat indonesia yang memanfaatkan fitur paylater per Juni 2024.

Racun kapitalisme

Jejak perekonomian tanah air saat ini meninggalkan berbagai sudut pandang masyarakat dan pakar ekonomi. Dimulai dari turunnya daya beli masyarakat hingga fenomena masifnya user paylater menjadi persoalan besar yang menjadi fokus perhatian pemerhati politik. Di antara penyebab masalah-masalah ini muncul karena hilangnya peran negara dalam mengakomodir roda ekonomi dalam negeri. Seperti halnya fenomena daya beli masyarakat yang turun tidak lain karena faktor tingginya harga barang baik itu pokok atau sekunder terutama jelang bulan puasa dan lebaran. Selain itu, faktor inflasi sebagai penyebab lain yang melahirkan pemikiran masyarakat agar semakin irit dan was-was dalam mengeluarkan isi dompet di tengah kondisi banyaknya masyarakat banyak membuka usaha.

Dampak yang terasa semakin menyiksa tatkala semua harga barang mengalami kenaikan. Sudahlah rakyat mengalami kesulitan karena pengendalian ekonomi oleh kapitalis, ditambah kesengsaraan menahan diri individu masyarakat yang memelihara budaya konsumtif tinggi mengakibatkan tindak kriminal seperti pencurian marak terjadi.

Dibalik suburnya kemelaratan ini, langkah penguasa dalam memperbaiki justru sarat soluktif. Kebanyakan fokus mereka memperbaiki permukaan masalah saja sehingga tidak permanen berakhir bahkan sering berbuntut panjang, misalnya kebijakan makan bergizi gratis yang sedang diprogramkan rezim Prabowo dan Gibran saat ini.

Hal seperti ini tidak bisa terus dibiarkan, penurunan daya beli masyarakat diiringi dengan meningkatnya penggunaan user paylater yang menggambarkan tingkat konsumtif tinggi akan membawa kehancuran peradaban. Akan semakin memperburuk kondisi jika pada akhirnya kejahatan yang menjadi opsi orang-orang untuk memenuhi keinginannya. Namun, umat tidak perlu khawatir dan berputus asa, masih ada jalan lain yang sedang banyak dibicarakan banyak pemikir, ialah Islam datang tidak hanya menunjukan kita salat dan ibadah mahdhoh lainnya, dalam kasus seperti ini Islam juga memiliki seperangkat aturan yang relevan dengan setiap zaman dan patut untuk diambil.

Islam sebagai pedoman

Islam tidak hanya ada saat kita berbicara salat, haji atau puasa saja. Lebih daripada itu, Islam memiliki sebuah panduan tersendiri yang kita kenal yaitu Al-Qur’an. Sebagai muslim, mempercayai dan meyakini Al-Qur’an datang dari Allah SWT merupakan suatu keniscayaan, sebabnya kita diperintahkan untuk mencari tahu lalu menerapkan semua isinya sebagai konsekuensi pengakuan kita sebagai muslim.

Dalam berbagai aspek, Islam sudah terlebih dahulu menyelesaikan persoalan yang ada. Bukan hanya khayalan semata, peradaban yang nyata menerapkan Islam secara sempurna itu sudah diabadikan dengan tinta sejarah di beberapa karangan penulis. Untuk lebih jelasnya, bisa kita jumpai saat mencari informasi sejarah peradaban Islam sejak Rasulullah SAW memimpin di Madinah hingga kepemimpinan terakhir di Utsmani setelah menaklukan sepertiga dunia.

Sistem Islam akan menjadi satu-satunya benteng untuk menaklukan budaya konsumerisme yang saat ini menjadi penyakit masyarakat, Islam melalui ajarannya yang diterapkan pada sebuah Negara akan membiasakan rakyatnya untuk mengenal lebih dalam tentang pertanggungjawaban masing-masing individu ketika dihadapkan pada pengadilan akhirat nanti.

Penerapan Islam pun akan menjamin kemerdekaan dan kesejahteraan rakyatnya dengan selalu menstabilkan perekonomian, berbagai bentuk praktik ribawi yang saat ini meluas akan ditiadakan, sebab keharaman yang jelas di sisi syariat.

Negara yang menerapkan Islam, jeli melihat akar permasalahan yang datangnya dari sistem kapitalisme sekuler berkiblat pada barat, kemampuan Negara untuk melepaskan ketergantungan pada Negara kafir menjadi modal utama agar persoalan ekonomi yang terus turun dapat dihentikan. Masyarakat akan diberikan lapangan pekerjaan yang luas karena komitmen Negara sebagai pelayan masyarakat, pekerja asing tidak dibiarkan menjamur dalam negeri, kesehatan dan pendidikan digratiskan, dan harga barang pokok ditekan serendah-rendahnya.

Kebijakan yang sangat berkebalikan dengan sistem sekarang bisa terjadi disebabkan Negara Islam atau Khilafah mengambil seluruh aturan dari Sang Pencipta, bukan atas kemauan oligarki atau pemodal. Oleh karenanya, semua sumber modal yang dikelola Negara datang dari pengelolaan yang ditangani dengan bijak dan sesuai syariat, contohnya aturan kepemilikan sumber daya alam tidak diserahkan pada asing. Penjelasan mengenai dasar kepemilikan ini, bisa dikaji pada karya Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dengan judul kitab ‘Nizhom Iqtishadi al-Islam’.

Aturan mengenai penerapan semua aturan di atas didasarkan pada Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 208 yang artinya:

Wahai orang-orang beriman, masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan (kaffah), dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”

Negara yang pernah menerapkan Islam secara kaffah itu pernah berjaya selama 13 abad lamanya, dengan nama kepemimpinan Khilafah yang dipimpin oleh Khalifah (setelah Rasulullah SAW tiada). Demikianlah Islam, menjadi agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam, keberkahan yang otomatis didapat bagi makhluk yang menerapkannya akan membawa kemajuan peradaban dengan sendirinya. Sayangnya, peradaban itu runtuh pada 03 Maret 1924 silam. Kehancurannya menjadi awal buruk bagi umat muslim karena dengan begitu, hilang pula perisai umat yang kini dapat kita lihat akibatnya terjadi pada rakyat Palestina. Sudah saatnya umat sadar dan memilih perubahan dari dasar dan permanen dengan memperbaiki sistem aturan. Islam tidak hanya cukup berada di masjid atau saat bulan puasa saja, Islam wajib hadir dalam tatanan Negara, karena ketiadaannya melahirkan berbagai kewajiban yang diabaikan, sedangkan kemaksiatan ditunaikan. Wallahu a’lam bishawab. (*)