Daerah  

Rencana Pemkot Reklamasi Pantai di Ternate Selatan dan Utara Disoal

Samar Ishak. (Istimewa)

TERNATE, NUANSA – Rencana Pemerintah Kota Ternate melakukan reklamasi kawasan pesisir pantai di Kecamatan Ternate Selatan dan Ternate Utara mendapat penolakan dari Ikatan Alumni Sarjana Perikanan Unkhair (IKAPeRiK) Maluku Utara. Langkah yang diambil Pemkot untuk reklamasi pantai Kelurahan Fitu, Jambula, Kulaba, dan Tafure, ini menuai pertanyaan publik.

Torang ini pulau kecil, bukan daratan besar yang memiliki problem kompleks dan ancaman nyata seperti abrasi, instrusi air laut, sanitasi, air bersih dan sampah,” ujar Alumni IKAPeRiK, Samar Ishak, Selasa (20/5).

Samar menjelaskan, peruntukkan pengelolaan ruang laut saat ini bukan kewenangan Pemkot, karena 0-12 mil laut itu kewenangannya Pemprov Maluku Utara, dan harus ada izin pusat dari Kementerian Kelautan dan Perikanan.

“Soal izin ini juga, jika belum ada kajian layak studi kelayakan/DED biasanya agak susah keluar. Kita pertanyakan kajian FS, DED, Dokling, dan lainnya kapan? Jika sudah dari 2023, di mana konsultasi publiknya dibuat,” tanya Samar.

“Dalam RDTR (rencana detail tata ruang) Kota Ternate maupun RTRW Provinsi Maluku Utara tidak ada kejelasan soal reklamasi di Ternate. Sehingga itu, patut dicurigai apakah wilayah yang disebutkan ini hendak dijual ke investor atau bagaimana, karena tidak ada skema pembiayaan APBD di situ,” sambungnya.

Ia menegaskan, Pemkot perlu memahami lebih dalam dampak ekologis dari reklamasi, termasuk hilangnya habitat alami dan meningkatnya risiko bencana pesisir.

“Pembangunan ekonomi penting, tapi harus seimbang dengan keberlanjutan ekologi pesisir, karena ini demi masa depan kehidupan di pulau Ternate ini. Kemudian, ekosistem pesisir penting di Ternate seperti mangrove, lamun, dan terumbu karang saat ini mengalami degradasi yang masif akibat kegiatan reklamasi 10 tahun terakhir ini yang dilakukan oleh Pemkot Ternate, sehingga itu kita harus ‘tampar’ pikirannya sekkot Rizal ini supaya paham ketiga ekosistem tersebut yang sudah hilang terutama mangrove,” tegas Samar.

Dengan tagline ‘Ternate Berbenah’ yang menjadi jargon Tauhid-Nasri ini, pihaknya berharap ada perbaikan dan upaya rehabilitasi ekologi pesisir ini, bukan malah sebaliknya Pemkot jadi penghancur ekosistem.

“Jabatan wali kota itu paling lama 10 tahun, paling cepat 5 tahun, tapi dampak dari kebijakan reklamasi pantai ini akan kita rasakan sepanjang hidup kita di pulau Ternate yang kita cintai ini. Kita sangat sayangkan ini konsep betonisasi pantai dengan cara reklamasi oleh sekkot Rizal ini sudah tidak laku dihadapan para investor. Contohnya, reklamasi pantai Kayumerah-Kalumata dan Siko-Salero, sampai sekarang Pemkot bingung mau bangun apa,” kata dia.

Samar menyarankan, sebaiknya investor itu diarahkan membangun infrastruktur di Pulau Moti, Batang Dua dan Hiri, seperti membuka homestay atau wahana wisata pantai. Bagi samar, itu lebih menarik daripada Pemkot berpikir pendek soal reklamasi tersebut.

“Reklamasi bukan sekadar soal membangun daratan baru, tetapi soal keberanian melihat batas kemampuan alam menopang kehidupan. Ternate harus belajar dari pengalaman. Ekonomi boleh tumbuh, tapi lingkungan tidak boleh tumbang,” tandas Ketua DPD KNPI Kota Ternate ini. (udi/tan)

Exit mobile version