Opini  

Maraknya Inses, Bukti Negara Gagal Melindungi Keluarga

Oleh: Masra La Usu

_______________________

INDONESIA adalah negeri yang penduduknya bermayoritas muslim dan terkenal dengan negeri yang orang-orangnya ramah-tamah. Namun sayang, dibalik keramahtamahan tersebut, tak jarang juga ditemui sikap atau perilaku yang amoral. Sebagaimana yang terjadi pada bulan ini, yakni pada Mei 2025, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan temuan grup Facebook bernama Fantasi Sedarah, di dalamnya memuat konten inses dan ratusan konten pornografi anak. Grup tersebut dibuat sejak Agustus 2024 dan sudah mengumpulkan lebih dari 32.000 anggota sebelum akhirnya diblokir oleh Meta.

Terbongkarnya grup ini menguatkan posisi Indonesia sebagai ‘pabrik’ kejahatan eksploitasi seksual anak, sebagaimana disampaikan oleh Koordinator Nasional ECPAT Indonesia, Andy Ardian. Sebutan tersebut turut didukung oleh laporan organisasi nirlaba asal Amerika Serikat (NCMEC) pada 2024 yang menemukan ada 1,4 juta konten bermuatan kekerasan seksual anak di Indonesia. Jumlah itu terbesar ketiga di dunia, setelah India dan Filipina. (Tempo.co)

Keberadaan grup Facebook Fantasi Sedarah merupakan sebuah realitas yang mengerikan yang menggambarkan hilangnya fungsi keluarga sehingga jatuh sampai pada taraf terendah. Keluarga yang kehidupannya seharusnya dilingkupi cinta kasih dan pendidikan sebagai manifestasi gharizah nau’ (naluri berkasih sayang), kini berubah menjadi tempat pelampiasan nafsu birahi. Kasus ini menjadi pengingat penting bagi kita semua tentang bahaya laten di dunia digital yang bisa digunakan untuk hal-hal negatif sehingga harus selalu diawasi negara.

Menurut laman berita yang dimuat oleh tempo.co, Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya sudah menangkap enam tersangka utama, termasuk pembuat dan admin grup. Namun, dengan tertangkapnya mereka, akankah menyelesaikan masalah inses dengan benar-benar tuntas? Ataukah mungkin di luar sana masih banyak terdapat predator anak yang bebas berkeliaran?

Perilaku amoral tersebut sebetulnya bukan hal yang baru berkembang di Indonesia. Ibarat fenomena gunung es, apa yang tersembunyi dipastikan jauh lebih parah dan lebih besar. Mereka yang berhimpun di dunia maya dipastikan hanya sebagian kecil dari mereka yang berkeliaran di dunia nyata. Jejaring mereka, pelan nan pasti, menyelusup memengaruhi ruang kehidupan masyarakat hingga nyaris dianggap sebagai sebuah “budaya yang normal”.

Jika ditelisik lebih dalam, maka bisa didapati bahwa peristiwa inses ternyata sudah lama menjangkiti manusia dan menjadi peradaban. Di Eropa misalnya, para sejarawan pernah meneliti ada satu keluarga yang melestarikan inses dengan tujuan politik. Keluarga tersebut adalah keluarga bangsawan yang memiliki kekuasaan yakni pemerintahan. Untuk mempertahankan kekuasaan mereka agar tidak berpindah ke pihak yang lain, maka mereka melakukan inses, hingga ada yang nikah dengan anaknya, ponakannya, bibinya maupun pamannya.

Salah Kaprah Penyaluran Garizah Nau

Jika sedari keluarga saja sudah salah kaprah dalam penyaluran rasa kasih sayang, lantas di mana lagi rasa cinta kasih murni? realita menjijikan demikian tidak lagi bisa diselesaikan hanya sekadar sanksi hukum, sanksi sosial, edukasi, seminar parenting, dan sebagainya. Realita menjijikkan itu muncul sebagai akibat cara pandang kehidupan saat ini yang memisahkan agama dengan kehidupan alias sekuler. Sekularisme melahirkan sistem kehidupan kapitalisme yang hanya mengedepankan kepuasan materi semata, termasuk kepuasan jasadiyah (fisik). Dalam nidzomul ijtima’i, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan bahwa pandangan orang-orang Barat penganut ideologi kapitalis dan orang-orang Timur penganut ideologi komunis terhadap hubungan pria dan wanita merupakan pandangan yang bersifat seksual semata, bukan pandangan dalam melestarikan jenis manusia. Karena itu, mereka dengan sengaja menciptakan fakta-fakta yang terindra dan pikiran-pikiran yang mengundang hasrat seksual dihadapan pria dan wanita dalam rangka membangkitkan naluri seksual, semata-mata untuk mencari kepuasan. Mereka menganggap tiadanya pemuasan naluri ini akan mengakibatkan bahaya pada manusia, baik bahaya fisik, psikis, maupun akalnya.

Karena itu, dalam masyarakat kapitalis banyak bermunculan konten-konten pornografi baik dalam bentuk tulisan atau aktivitas pemicu syahwat seperti ikhtilat atau campur baur pria-wanita tanpa ada hajat seperti di rumah-rumah, tempat-tempat rekreasi, di jalan-jalan, di kolam-kolam renang dan di tempat lainnya menjadi lifestayle. Padahal semua aktivitas ini menjadi penyebab terbentuknya pemikiran dan fantasi kotor serta merusak gharizah nau’. Kondisi inilah yang menciptakan realita-realita menjijikkan seperti grup Fantasi Sedarah yang muncul di platform Facebook. Keluarga yang seharusnya memberikan kasih sayang murni, kini menjadi tempat pelampiasan hawa nafsu yang hina.

Penyaluran Gharizah Nau’ dalam Islam

Allah SWT sebagai pencipta manusia memang telah memberikan gharizah nau’ kepada manusia agar mereka memiliki rasa cinta kasih. Tujuan penciptaan gharizah nau’ agar manusia bisa melestarikan keturunannya. Allah Ta’ala berfirman: “Di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah bahwa Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari (jenis) dirimu sendiri agar kamu merasa tenteram kepadanya. Dia menjadikan di antaramu rasa cinta dan kasih sayang.” (QS. Ar_Rum:21). Rasa ini dibutuhkan dalam sebuah hubungan, baik itu dalam hubungan orang tua-anak, suami-istri, saudara, maupun kepada sesama, agar berjalan secara ma’ruf. Dalam sebuah hadist, Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya orang-orang yang saling mencintai, kamar-kamarnya di surga nanti terlihat seperti bintang yang muncul dari timur atau bintang barat yang berpijar.” Lalu ada yang bertanya, “Siapa mereka itu?”, “mereka itu adalah orang-orang yang mencintai karena Allah Azzawajalla.” (HR. Ahmad).

Seperti inilah cara pandang yang benar mengenai konsep dan penyaluran gharizah nau’. Hal tersebut telah dijelaskan oleh Syekh Taqiyuddin an-Nabhani dalam kitabnya Nidzomul Ijtima’i. Dengan konsep yang benar, maka hubungan rasa kasih sayang kepada keluarga, akan dibangun secara tepat, sesuai perintah Allah. Ayah dan ibu, sayang kepada anaknya karena sang anak adalah amanah yang Allah titipkan kepada mereka untuk dididik menjadi orang yang sholeh-sholehah. Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. at-Tahrim:6)

Sementara anak akan mencintai dan menyayangi orang tua dan saudara kandung karena keimanan, Allah Ta’ala berfirman: “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu Memperlakukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat.” (QS. An-Nisa:36)

Kehidupan keluarga dan masyarakat yang menjadikan Al-Qur’an sebagai standar amal akan menghasilkan hubungan yang berkah lagi baik, tidak mungkin akan ada peristiwa inses karena hal itu termasuk dosa besar. Pihak keluarga dan masyarakat akan sama-sama memandang perbuatan tersebut sebagai perbuatan hina nan tercela. Namun pandangan ini hanya akan bersifat personal jika tidak diterapkan dan dijaga oleh negara. Karena itu, syariat memerintahkan negara sebagai institusi pelaksana dan penjaga (junnah).

Sayangnya, negara-negara yang bermayoritas muslim saat ini termasuk Indonesia tidak mengindahkan apa yang diperintahkan oleh syariat, mereka tidak menjalankan sistemnya berdasarkan sistem Islam. Mereka hanya menjalankan sistemnya berdasarkan kepentingan mereka masing-masing. Akibatnya, masalah demi masalah muncul dan membludak di tengah-tengah masyarakat, termasuk tindakan amoral seperti inses. Negara gagal melindungi individu, keluarga dan masyrakat dari perbuatan-perbuatan kotor. Oleh sebab itu, agar segala masalah yang ada saat ini bisa tertangani dengan tuntas, maka satu-satunya jalannya yaitu harus hadir negara Islam yang menerapkan sistem Islam kaffah. Negara tersebut tentunya adalah Daulah Khilafah Islamiyah sehingga akan memastikan sistem pergaulan (nidzam al-ijtima’iy) berjalan sesuai syariat, dari level masyarakat hingga individu. Daulah khilafah, juga memastikan tidak akan ada konten, mindset, atau aktivitas yang memicu pelampiasan syahwat dengan cara yang salah. Dengan begitu, pandangan inses tidak menyebar, bahkan tidak muncul dan masyarakat hidup dalam kehidupan yang suci dan cinta kasih yang murni. Wallahu a’lam bishawab. (*) 

Sumber:

Tempo.co
Muslimah News
Muslimah Media Hub