Hukum  

Kuasa Hukum 11 Warga Maba Sangaji Fokus Hadapi Sidang Pokok, Sejumlah Saksi Ahli akan Dihadirkan

Suarez Yanto Yunus. (Istimewa)

TIDORE, NUANSA – Kuasa hukum 11 warga Maba Sangaji, Suarez Yanto Yunus dan rekan, menilai sidang putusan yang diajukan pihaknya untuk melawan Polda Maluku Utara beserta Polsek Maba Selatan di Pengadilan Negeri Soasio, Tidore Kepulauan pada Senin (16/6) telah berakhir dengan putusan yang tidak mencerminkan rasa keadilan.

Tercatat, ada 5 permohonan praperadilan yang diajukan ke PN Soasio. Pertama, dalam perkara nomor 01/Pid.Pra/2025/PN Sos atas nama Jamaludin Badi dkk dengan termohon Polda Maluku Utara yang telah melakukan penangkapan dan atau penahanan serta penetapan tersangka terhadap 11 warga Maba Sangaji dalam dugaan tindak pidana melanggar Pasal 2 Ayat 1 Undang-undang Nomor 12 Tahun 1951 (UU Darurat) jo Pasal 162 Undang-undang Minerba yang terjadi pada tanggal 18 Mei 2025. Permohonan ini dinyatakan tidak dapat diterima (No).

Sementara empat perkara lainnya, baik permohonan nomor 02/Pid.Pra/2025/PN Sos atas nama Indrasani Ilham yang dikabulkan untuk sebagian, perkara nomor 03/Pid.Pra/2025/PN Sos, atas nama Sahil Abubakar yang ditolak seluruhnya, perkara nomor 04/Pid.Pra/2025/PN Sos atas nama Alaudin Salamudin yang dikabulkan untuk sebagian, dan perkara nomor 05/Pid.Pra/2025/PN Sos atas nama Nahrawi Salamudin yang dikabulkan untuk sebagian dengan melawan termohon Polsek Maba Selatan, para tersangka diduga melakukan tindak pidana pengancaman/pemerasan melanggar Pasal 368 KUHP yang terjadi pada tanggal 18 April 2025.

“Jadi dugaan tindak pidana yang disangkakan kepada 11 warga Maba Sangaji ada dua peristiwa hukum yang berbeda, pertama kejadian pada tanggal 18 April 2025, dan peristiwa tanggal 18 Mei 2025. Permohonan praperadilan yang diajukan menguji dua hal, pertama sah tidaknya penangkapan, dan kedua sah tidak penetapan tersangka,” ujar Suarez, Selasa (17/6).

Menurutnya, permohonan praperadilan ini hanya menguji aspek formil dari administrasi penyelidikan dan atau penyidikan, apakah tindakan Polda Maluku Utara dan Polsek Maba Selatan telah sesuai dengan prosedur atau tidak. Dalam persidangan perkara a quo telah terungkap fakta-fakta hukum bahwa prosedur yang dilakukan tidak lazim, bahkan proses yang begitu cepat, sehingga mengabaikan aspek formalitas dari rangkaian proses penyelidikan/penyidikan yang semestinya menjadi penilaian hakim sebelum menjatuhkan putusan.

Selain itu, pada putusan perkara nomor 01/Pid.Pra/2025/PN Sos atas nama Jamaludin Badi dkk dengan termohon Polda Maluku Utara oleh hakim tidak dapat diterima dengan alasan kompetensi relatif pengadilan. Hakim menyatakan seharusnya kuasa hukum 11 warga Maba Sangaji mengajukan permohonan di Pengadilan Negeri Ternate dengan berpegang pada asas actor sequitir forum re, sebab praperadilan tunduk pada hukum acara perdata.

“Bagi kami apa yang didalilkan tersebut sangat tidak bersesuaian dengan fakta yang terungkap dalam persidangan, sebab jika hakim mendalilkan permohonan a quo adalah melanggar kompetensi relatif, seharusnya hakim perlu memeriksa apakah termohon dalam jawabannya mengajukan eksepsi kewenangan mengadili (kompetensi relatif) atau tidak, sebab fakta hukum, termohon Polda Malut dalam jawabannya tertanggal 10 Juni 2025 termohon tidak mengajukan eksepsi,” ujarnya.

Oleh karena eksepsi kewenangan mengadili atau kompetensi relatif yang tidak diajukan oleh termohon Polda Malut dalam jawabannya, maka kata Suarez, hakim tidak boleh mengabulkan apa yang tidak diminta, sebab hal tersebut merupakan ultra petita yang semestinya telah dimengerti dan dipahami oleh hakim.

Atas putusan tersebut, Suarez menegaskan rekan-rekannya dari YLBHI Jakarta yang juga menghadiri sidang putusan akan mengajukan laporan kepada Komisi Yudisial dan Bawas Mahkamah Agung perihal tindakan hakim dalam perkara nomor 01/Pid.Pra/2025/PN Sos atas nama Hengky Pranata Simajuntak yang memberikan putusan penuh dengan keganjalan. Sebab menurut dia, hampir semua putusan yang dijatuhkan tidak memenuhi rasa keadilan.

“Kami menyadari bahwa setiap putusan harus dianggap benar atau res judicata pro varitate habetur, namun kebenaran dari setiap putusan haruslah berkorelasi dengan seluruh rangkaian proses peradilan sejak permohonan diajukan, jawaban, bukti, saksi harus bersesuaian. Itu sebabnya dalam pembuktian ada prinsip yang paling fundamental, yaitu bukti harus relevan dengan sengketa yang sedang diproses, tidak hanya relevan, tetapi juga admissible, exclusionary rules dan weight of the evidence yang tentu semuanya menjadi hal yang penting untuk dipegang oleh hakim,” jelas Suarez.

Lebih lanjut, meskipun tiga permohonan pihaknya diterima sebagian dengan amar yang hampir sama bahwa penangkapan terhadap tersangka atas nama Indrasai Ilham, Nahrawi dan Alaudin adalah tidak sah, namun hakim tetap menolak amar yang lain dari para pemohon dengan tetap mengatakan penetapan tersangka adalah sah. Sehingga kendatipun putusan a quo menang, namun ketiga tersangka tidak bisa keluar karena penetapan tersangka dianggap sah dan proses pemeriksaan terhadap 11 warga Maba Sangaji dapat dilanjutkan.

“Kondisi seperti ini menjadi tidak adil, para tersangka yang ditahan dalam rumah tahanan negara adalah mereka yang menjadi tulang punggung keluarga, keluarga yang ditinggalkan di Maba Sangaji, ada anak-anak yang masih kecil, istri dan orang tua yang tidak tahu besok mau makan apa, biaya sekolah anak bagaimana, sebab tulang punggung keluarga mereka tidak bisa melakukan pekerjaan karena berada dalam rumah tahanan negara,” ujarnya.

Para tersangka ini, lanjut dia, bukanlah koruptor dan tidak merampok uang pejabat atau korporasi. Mereka hanya bersuara mempertahankan tanah/hutan adat yang dikuasai oleh PT Position, lahan pertanian yang menjadi sumber penghidupan kini habis digusur, sungai yang berubah warna dan berubah rasa hingga tidak bisa diminum akibat akitivitas PT Position.

Seharusnya, sambung dia, 11 warga Maba Sangaji yang telah ditetapkan tersangka karena memperjuangkan hutan adat, lingkungan dan tanah mereka tidak harus dihukum, sebab tindakan 11 warga Maba Sangaji merupakan tindakan mempertahankan lingkungan dan hutan adat yang seharusnya dilindungi. Hal ini dikenal dengan prinsip Anti-SLAPP (Anti Strategic Lawsuit Against Publik Participation), yakni ketentuan yang memberikan protection on the law kepada masyarakat untuk tidak dapat dituntut baik perdata maupun pidana, karena memperjuangkan kepentingan publik termasuk menjaga lingkungan dan alam agar tetap sehat.

“Maka dari itu, kami sebagai kuasa hukum akan menyiapkan langkah pembelaan terbaik untuk menghadapi sidang pokok yang nantinya dilakukan pada Pengadilan Negeri Soasio Tidore. Dan kami akan berupaya untuk menghadirkan ahli hukum pidana, hukum adat, dan hukum lingkungan untuk membantu 11 warga Maba Sangaji untuk memberikan keterangan keahlian. Kami berharap semoga dalam sidang pokok, kami bisa bertemu dengan hakim-hakim yang jujur, bersih dan masih memegang prinsip The Bangalore Principles of Judicial Conduct agar memberikan putusan yang memenuhi rasa keadilan masyarakat, khusunya 11 warga Maba Sangaji,” tandasnya. (tan)   

Exit mobile version