TERNATE, NUANSA – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Ternate memberikan penjelasan terkait status kepemilikan lahan di Kelurahan Ubo-ubo, Kecamatan Ternate Selatan, yang menjadi sengketa antara warga dan Polda Maluku Utara.
Kepala BPN Kota Ternate, Arman Anwar, mengatakan tanah tersebut telah melalui proses administrasi negara sejak 1971. Saat itu, pihak Brimob Polda Malut mengajukan permohonan pengukuran lahan yang menghasilkan peta situasi sebagai dasar hukum penerbitan sertifikat.
“Peta situasi itu bukan tanda bukti hak, tapi menjadi dasar penerbitan sertifikat. Kemudian pada tahun 1989 terbit sertifikat hak pakai seluas 4,5 hektare,” jelas Arman kepada wartawan, Senin (28/7).
Ia menjelaskan, pada awalnya pemerintah mengeluarkan peta situasi seluas 6,9 hektare, namun dalam proses sertifikasi hanya 4,5 hektare yang tercatat sebagai hak pakai. Kemudian informasi terkait penerbitan sertifikat tahun 2006, bahwa itu adalah sertifikat pengganti dari dokumen sebelumnya yang terbit pada 1989.
“Proses pengganti sertifikat mengikuti mekanisme yang berlaku, seperti laporan kehilangan. Bentuk dan isi sertifikat tetap sesuai dokumen asli tahun 1989,” ujarnya.
Arman juga menyebut hingga saat ini belum ada permintaan resmi kepada BPN untuk turun ke lokasi. Berdasarkan catatan BPN, lahan seluas 4,5 hektare tersebut mencakup tiga kelurahan, yakni, Ubo-ubo, Kayu Merah, dan Bastiong Karance. Namun, belum ada satu pun sertifikat kepemilikan dari warga yang terbit.
“Sampai sekarang hanya ada sertifikat hak pakai atas nama Polri, tidak ada kepemilikan pribadi dari warga,” tandas Arman. (udi/tan)