Opini  

Urgensi Pendekatan Deep Learning: Peluang dan Tantangan

Oleh: Subhan Hi Ali Dodego
Praktisi Pendidikan

__________________

 DI era digital saat ini dunia pendidikan mengalami transformasi dari sistem pembelajaran tradisional menuju sistem pembelajaran modern. Perubahan ini ditandai dengan hadirnya informasi dan teknologi di segala aspek kehidupan sehingga berdampak pada eksistensi pendidikan di Indonesia. Untuk menjawab dinamika dan tantangan tersebut lahirlah gagasan dari berbagai kalangan mulai dari para akademisi, praktisi, pengamat, guru dan dosen dalam memberikan konsep, dasar, pijakan dan solusi untuk kemajuan pendidikan Indonesia.

Di Indonesia transformasi dan modernisasi kurikulum tidak terbilang sedikit. Dinamika kurikulum jika ditelisik ke belakang mulai dari kurikulum tahun 1947, kurikulum 1952, kurikulum 1964, kurikulum 1968, kurikulum 1975, kurikulum 1984,  kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum 2006, kurikulum 2013, dan kurikulum  merdeka belajar. Perubahan tersebut bukan tidak memiliki alasan yang jelas tetapi pendidikan Indonesia memang mengalami transformasi kurikulum untuk kemajuan pendidikan Indonesia.

Pada masa Abdul Mu’ti, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) menggagas pendekatan Deep Learning. Deep learning atau pembelajaran mendalam ini bukanlah kurikulum baru melainkan pembelajaran dengan mengedepankan tiga aspek yaitu: mindful (kesadaran), meaningful (bermakna) dan joyful (menggembirakan).

Deep learning merupakan konsep pembelajaran mendalam yang berpusat pada siswa dengan menggunakan pendekatan berdiferensiasi. Di mana siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran di kelas sementara guru mengambil posisi sebagai fasilitator yang berperan memberi dukungan dan motivasi agar siswa dapat mengeksplorasi konsep secara mandiri. Kalau kurikulum sebelumnya berpusat pada guru (teacher centered learning) maka pada deep learning pembelajaran berpusat pada siswa (student centered learning).

Pendekatan deep learning ini bertujuan tidak sekadar mentransfer pengetahuan (knowlede) tetapi lebih dari itu yakni mentransfer nilai (value) dari guru kepada peserta didik. Pendidikan tidak hanya pengetahuan saja tetapi dapat menyentuh pada kehidupan nyata dan pembentukan karakter. Pendidikan tidak hanya mencakup aspek hafalan, tetapi dapat melahirkan siswa berpemikiran kritis dalam menyelesaikan berbagai masalah secara inovatif. Pendeknya, pendidikan dapat menyentuh secara holistik baik aspek intelektual, emosional, dan spiritualitas.

Konsep deep learning ini tampak selaras dengan teori yang dikemukakan oleh Thomas Lickona, seorang ahli Psikolog. Lickona membagi tiga komponen penting dalam pembentukan karakter peserta didik. Pertama, moral knowing (pengetahuan moral), moral feeling (perasaan moral), moral action (tindakan moral).

Thomas Lickona menekankan bahwa pendidikan yang ideal tidak hanya mencakup aspek pengetahuan saja tetapi lebih dari itu yaitu harus mencakup pada aspek perasaan dan tindakan. Prinsip pendidikan ini relevan dengan pembelajaran deep learning yang menekankan kesadaran dalam pembelajaran  (mindful), pembelajaran yang penuh makna (meaningful)  dan menciptakan pembelajaran yang menggembirakan (joyful).

Selanjutnya, Paulo Freire dalam pendidikan hadap masalah mengemukakan sebuah pendekatan baru dalam pendidikan. Bahwa pendidikan bukan hanya mentransfer pengetahuan dari guru ke peserta didik tetapi harus berfokus kepada pemecahan masalah.  Pendidikan harus mampu membangkitkan kesadaran kritis dan memberdayakan peserta didik agar mampu mengatasi berbagai macam permasalahan sosial, ekonomi, dan budaya. Freire mengkritik sistem pendidikan tradisional yang dianggap hanya menjadi “bank pengetahuan” di mana guru mengisi pengetahuan murid dengan informasi tanpa melibatkan pemikiran kritis perserta didik. Menurutnya, pendidikan harus dibangun dua arah dan berjalan secara dialogis antara guru dan peserta didik.

Dari konsep dan gagasan tersebut baik itu Thomas Lickona maupun Paulo Freire dapat dipahami bahwa pendidikan yang ideal harus memadukan antar aspek pengetahuan, karakter dan keterampilan siswa. Pendidikan harus mencakup aspek pengetahuan, jiwa, perasaan dan pembentukan karakter.

Namun, dalam praktiknya pembelajaran deep learning dihadapkan dengan berbagai macam tantangan. Salah satu tantangan nyata adalah banyak yang belum memahami konsep dasar dari pendekatan ini. Pada akhirnya pada aspek pelaksanaan pembelajaran di kelas masih banyak guru menggunakan pembelajaran tradisional dan merasa berat beralih pada pembelajaran yang berpusat pada siswa. Padahal tujuan dari pembelajaran ini adalah membantu siswa agar tidak hanya menghafal materi tetapi dapat mengetahui, memahami dan mempraktikkannya.

Tantangan berikutnya adalah ketersediaan sarana dan prasarana penunjang pembelajaran deep learning di sekolah masih sangat terbatas. Hal ini banyak ditemukan di daerah-daerah terpencil yang belum siap baik dari aspek jaringan internet, gedung dan lain-lain.

Walaupun demikian, kehadiran deep learning membawa angin segar bagi dunia pendidikan Indonesia saat ini. Dengan membangun semua infrastruktur dan kerjasama secara maksimal dengan semua pihak maka tidak mustahil pendidikan Indonesia akan mengalami kemajuan di masa depan. Semoga! (*)

Exit mobile version