Oleh: Husen Ismai
Dirut LSM Gele-Gele
______________________
“𝐽𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑇𝑟𝑎𝑛𝑠 𝐾𝑖𝑒𝑟𝑎ℎ𝑎 𝑑𝑖𝑝𝑎𝑛𝑑𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒𝑏𝑎𝑔𝑎𝑖 𝑘𝑒𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑑𝑒𝑠𝑎𝑘 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑚𝑏𝑢𝑘𝑎 𝑘𝑒𝑡𝑒𝑟ℎ𝑢𝑏𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑤𝑖𝑙𝑎𝑦𝑎ℎ, 𝑚𝑒𝑚𝑝𝑒𝑟𝑐𝑒𝑝𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑟𝑝𝑢𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑒𝑘𝑜𝑛𝑜𝑚𝑖, 𝑑𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑑𝑖𝑟𝑘𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑎𝑑𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑑𝑖 𝑗𝑎𝑧𝑖𝑟𝑎ℎ 𝐻𝑎𝑙𝑚𝑎ℎ𝑒𝑟𝑎.”
DI banyak wilayah Halmahera, jarak tidak selalu diukur oleh kilometer, tetapi oleh waktu tempuh, biaya, dan kesabaran. Ada daerah yang kaya potensi, namun terasa jauh dari denyut pembangunan karena akses yang belum memadai. Ketika rencana pembangunan Jalan Trans Kieraha kembali mengemuka, perdebatan pun tak terelakkan. Namun di balik pro dan kontra, tersimpan pertanyaan yang jauh lebih penting: sampai kapan sebagian wilayah Halmahera harus menunggu akses yang layak untuk bertumbuh dan menentukan masa depannya sendiri?
Bagi masyarakat di jazirah Halmahera, pembangunan jalan bukan sekadar pekerjaan konstruksi yang tampak kasat mata. Ia adalah jawaban atas rasa tertinggal yang dirasakan bertahun-tahun, sekaligus harapan untuk keluar dari keterbatasan yang diwariskan oleh minimnya akses antarwilayah.
Keterisolasian tidak hanya memengaruhi mobilitas orang, tetapi juga membentuk struktur ekonomi yang timpang. Barang kebutuhan pokok menjadi mahal, hasil produksi sulit keluar, dan pelayanan publik kerap terasa jauh dari jangkauan warga.
Dalam kerangka persoalan itulah, rencana pembangunan Jalan Trans Kieraha memperoleh maknanya. Jalan ini tidak berdiri sebagai proyek biasa, melainkan sebagai simpul penting dalam upaya menyambungkan wilayah yang selama ini terpisah oleh kondisi geografis dan kebijakan yang belum berpihak sepenuhnya.
Saya selaku Direktur LSM Gele-Gele Kabupaten Halmahera Tengah secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap kebijakan Pemerintah Provinsi Maluku Utara di bawah kepemimpinan Sherly Tjoanda dan Sarbin Sehe untuk membangun jalur tersebut. Sikap ini lahir dari pembacaan panjang terhadap kebutuhan riil masyarakat di lapangan.
Dukungan itu bukan sikap reaktif, tetapi cerminan dari kegelisahan atas lambannya pemerataan pembangunan di wilayah Halmahera. Bagi saya, Jalan Trans Kieraha adalah kebutuhan mendesak yang tidak bisa terus ditunda oleh perdebatan yang berlarut.
Jalur ini diproyeksikan menjadi penghubung strategis antara Halmahera Tengah dan Halmahera Timur. Dua wilayah ini selama ini memegang peran penting sebagai penyangga ekonomi, namun belum memperoleh infrastruktur yang sepadan dengan kontribusinya.
Saya menegaskan, bahwa pembangunan Jalan Trans Kieraha harus dilihat sebagai bagian dari visi besar membangun Halmahera yang saling terhubung. Menurut saya, keterhubungan wilayah adalah prasyarat utama bagi pertumbuhan yang berkelanjutan.
Dan saya menilai bahwa penolakan terhadap proyek ini sering kali tidak berpijak pada kebutuhan masyarakat luas. Kekhawatiran yang muncul seharusnya dijawab dengan perencanaan yang matang, bukan dengan penghentian total terhadap pembangunan.
Selama puluhan tahun, Halmahera Tengah dan Halmahera Timur hidup dengan akses terbatas yang nyaris tak berubah. Kondisi ini membuat potensi sumber daya alam dan ekonomi lokal tidak berkembang secara optimal.
Masyarakat petani dan nelayan kerap menghadapi persoalan distribusi hasil produksi. Biaya angkut tinggi, waktu tempuh panjang, dan ketergantungan pada jalur lama terus membebani aktivitas ekonomi sehari-hari.
Dalam situasi seperti ini, kehadiran Jalan Trans Kieraha diharapkan menjadi pemutus rantai keterbatasan tersebut. Jalan ini diyakini mampu memperpendek jarak, baik secara fisik maupun ekonomi.
Dengan akses yang lebih layak, arus barang dan jasa dapat bergerak lebih lancar. Distribusi hasil pertanian, perikanan, dan komoditas lokal lainnya berpeluang berlangsung lebih efisien dan terjangkau.
Efisiensi itu pada akhirnya berpotensi menekan biaya logistik yang selama ini menjadi keluhan utama masyarakat. Ketika biaya turun, daya saing produk lokal meningkat, dan peluang usaha baru mulai tumbuh.
Saya juga menekankan pentingnya konsistensi Pemerintah Provinsi Maluku Utara dalam memberikan perhatian kepada wilayah Halmahera. Pembangunan tidak boleh berhenti pada pusat-pusat tertentu saja, sementara wilayah lain terus menunggu.
Halteng dan Haltim memiliki kontribusi nyata terhadap perekonomian daerah, baik dari sektor sumber daya alam maupun tenaga kerja. Sudah semestinya kontribusi tersebut diimbangi dengan prioritas pembangunan yang adil.
Pembangunan Jalan Trans Kieraha tidak seharusnya dipersempit sebagai perdebatan antara pihak yang mendukung dan menolak. Esensinya terletak pada keberanian pemerintah menentukan arah pembangunan jangka panjang.
Pilihan itu sederhana namun menentukan. Apakah Maluku Utara akan terus membiarkan sebagian wilayahnya tertahan oleh keterbatasan akses, atau mulai membuka ruang bagi pertumbuhan yang lebih merata.
Bagi saya, jalan ini adalah wujud nyata kehadiran negara dan pemerintah daerah di wilayah yang selama ini menunggu perhatian lebih. Ia adalah pesan bahwa masyarakat Halmahera tidak dilupakan.
Lebih dari sekadar menghubungkan titik ke titik, Jalan Trans Kieraha diharapkan mampu menyambungkan kebutuhan masyarakat dengan peluang masa depan yang lebih baik.
Pada akhirnya, pembangunan jalan ini adalah tentang keberpihakan. Keberpihakan pada warga yang ingin hidup lebih layak, ekonomi yang lebih hidup, dan Halmahera yang bergerak maju tanpa harus terus menoleh ke belakang. (*)
