google.com, pub-1253583969328381, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Opini  

Aksi Massa: Bagaimana Kekuatan Massa Mampu Menumbangkan Tirani 

Oleh: Samsudin Wahab Genvyr

___________________

google.com, pub-1253583969328381, DIRECT, f08c47fec0942fa0

SETIAP gerakan sosial yang bergejolak di negeri ini layaknya sudah seperti pengulangan-pengulangan dari berbagai kejadian yang pernah terjadi sebelumnya. Hanya saja ia berganti wajah dan masa. Itu sebabnya sejarah telah memberi kita pelajaran bahwa kejadian serupa yang pernah terjadi di masa lalu dan terjadi lagi hari ini adalah bagian dari ketidakmampuan kita untuk membaca dan memahami sejarah.

Kilas Singkat Revolusi Bolshevik (1917)

Sebelum terjadi revolusi pada tahun 1917, Rusia merupakan sebuah negara yang digerakkan oleh sistem monarki otokratis, yang kerja-kerjanya terpusat pada pemeliharaan tatanan dalam negeri dan penindakan musuh dari luar. Rezim ini sepenuhnya berlandaskan pada negara kekaisaran yang memiliki struktur hierarki militer dan administrasi yang diperintah secara terpusat (Buttom up), di bawah pengendalian monarki absolut.

Kekuasaan Tsar yang absolut telah banyak menyengsarakan rakyat dan kelompok-kelompok sosial yang berada di kota menjadi tidak puas dan geram dengan pemerintahan kekaisaran ini. Pemerintah Tsar mengalami ketidakefisienan dan ketidakefektifan dalam roda kepemerintahannya karena terlalu kaku. Akhirnya upaya untuk menggulingkan kekuasaan Tsar semakin tampak di depan mata.

Pada abad ke-19, usaha-usaha berbagai kelompok untuk tetap kritis dan beroposisi sudah muncul walaupun masih bisa ditepis oleh pemerintah. Namun, sebenarnya di masyarakat sudah muncul kelompok-kelompok kritis dari kalangan borjuis yang bersikap benci terhadap pemerintah.

Kelompok-kelompok borjuis kemudian membentuk perkumpulan-perkumpulan non-formal dalam masyarakat. Tujuan dari dibentuknya perkumpulan itu adalah untuk membahas dan mendiskusikan kebijakan pemerintah. Kelompok-kelompok ini juga kemudian menjadi agitator politik dalam menumbuhkembangkan rezim Tsar. Perkumpulan-perkumpulan ini yang awalnya hanya dibentuk untuk berdiskusi, akhirnya menjadi ruang dan spirit perjuangan untuk meruntuhkan rezim lama.

Faktor paling penting yang menjadi penyebab terjadinya revolusi Rusia selain kekalahan Rusia dalam perang ialah ketidakmampuan pemerintah pusat membendung gerakan-gerakan massa yang muncul, meluasnya pemberontakan kelas bawah dan upaya pemimpin politik yang menggerakkan massa untuk mengkonsolidasikan negara revolusioner.

Sekilas Tentang Gerakan Reformasi 1998

Di negara ini, pada tahun 1998, terjadi suatu peristiwa penting yang mempunyai pengaruh yang cukup krusial untuk negara. Reformasi 1998 merupakan gerakan sosial yang menginginkan terciptanya perubahan ke arah yang lebih baik.

Agenda reformasi merupakan tuntutan para mahasiswa menyangkut berbagai hal, seperti adili Soeharto beserta kroninya, melakukan amandemen UUD RI tahun 1945, melakukan penghapusan dwifungsi ABRI, mengesahkan otonomi daerah yang seluas-luasnya, melakukan penegakan supremasi hukum dan memilih pemerintahan yang bebas dari KKN.

Krisis moneter yang dimulai pada Juli 1997, berujung pada krisis finansial pada awal 1998. Krisis ini mengakibatkan nilai tukar rupiah pada dolar melemah sehingga membuat harga barang-barang melambung tinggi. Masyarakat kelas bawah termasuk buruh adalah sasaran yang mengalami derita akibat krisis ini. Pegawai rendahan, buruh perusahaan, buruh pabrik dan pedagang kecil serta besar sekalipun mengalami goncangan psikis cukup serius. Nasib mereka kian hari tidak menentu. Banyak pabrik dan perusahaan melakukan PHK massal. Bahan sembako semakin mahal. Saat pemerintah dianggap tidak bisa memulihkan perekonomian, kepercayaan masyarakat pada pemerintah mulai menghilang.

Gerakan massa dari mahasiswa saat itu semakin mengalami perluasan di hampir seluruh Indonesia. Di bawah tekanan yang kuat dari luar dan dalam negeri, Soeharto kemudian memilih mengundurkan diri dari jabatan pada 12 Mei 1998.

Dari Kabupaten (Pati) ke Pemerintah Pusat

Tanggal 14 Agustus 2025 baru-baru ini, kita dikejutkan oleh gerakan massa yang muncul dari masyarakat, yang merasa tidak puas dengan arah kebijakan dan sikap arogansi yang ditunjukkan oleh kepala daerahnya (Bupati).

Tulisan dari bang Prabu Yudianto yang di muat di Mojok (14/08/2025) “Revolusi Pati Bisa Menjadi Cetak Biru Melawan Tirani, Mengancam Semua Pemimpin Bajingan yang Bikin Sengsara Rakyat”, cukup cermat melihat hal ini. Bang Prabu, dalam tulisannya itu menuliskan bahwa “Kita seringkali terlalu jauh mencari spirit revolusi, bahkan sampai ke Prancis, Rusia hingga Amerika. Tetapi kita luput bahwa revolusi bisa saja terjadi di dekat kita”. “Pati hari ini menawarkan cetak biru melawan tirani,” lanjutnya dalam tulisannya itu.

Dua Minggu setelah gerakan Pati meletus, gerakan massa juga muncul di depan gedung DPR RI. Gerakan yang muncul dari kalangan mahasiswa. Gerakan ini tak kalah juga militansinya dalam berhadapan dengan kekuasaan yang zalim. Gerakan ini, seperti mendapat angin segar yang dihembuskan dari gejolak yang sebelumnya terjadi di Pati.

Kasus Kekerasan Aparat Kepolisian Terhadap Rakyat dari Tahun ke Tahun

Sepanjang Juli 2022-Juni 2023, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mencatat bahwa ada 622 kekerasan yang melibatkan anggota Polri, dengan rincian 187 warga tewas 1363 warga terluka.

Selama kurun waktu dari 22 sampai 29 Agustus 2024, Amnesty Internasional mencatat bahwa sebanyak 579 orang menjadi korban kekerasan polisi. Dengan rincian, 344 orang mengalami penangkapan dan menahan semena-mena, 152 orang luka-luka akibat serangan fisik, 17 orang terkena gas air mata dan 65 lainnya mengalami kekerasan berlapis termasuk kekerasan fisik dan menahan inkomunikado dan seseorang dilaporkan juga sempat hilang sementara. Seluruh kekerasan tersebut terjadi saat polisi mengawal unjuk rasa menolak revisi UU Pilkada di 14 kota.

Di penghujung tahun 2024 yakni November-Desember, Kontras juga mencatat terdapat kasus kekerasan yang dilakukan oleh aparat keamanan (Polri) sebanyak 95 kasus dengan rincian penembakan 69, penyiksaan 3, penangkapan sewenang-wenang 9, pembubaran paksa aksi 5, penganiayaan 9 dan kondisi korban terluka sebanyak 104, tewas 18 dan 39 orang ditangkap.

Kita juga jangan melupakan begitu saja tragedi Kanjuruhan, Malang Jawa Timur pada 1 Oktober 2022 yang menyebabkan 135 orang meninggal dunia dan ratusan lainnya mengalami luka-luka. Kita tidak sekadar berurusan dengan angka-angka statistik, lebih dari itu kita berurusan dengan nyawa manusia. Ada hak-hak masyarakat yang diabaikan di sana.

Terbunuhnya Affan Kurniawan menjadi cetak biru matinya demokrasi hari ini

Kemarin kita dihebohkan dengan sebuah berita yang cukup menyentuh sisi emosional, baik marah maupun sedih. Terbunuhnya Affan Kurniawan menunjukkan bahwa tindakan aparat kepolisian makin hari makin membuat rakyat naik pitam.

Bagaimana tidak membuat kita geram, Affan Kurniawan yang bekerja sebagai penyedia jasa Ojek Online (OJOL) itu harus menjadi korban dari kekerasan polisi. Affan yang katanya hari itu bukan bagian dari massa aksi, tapi hanya menjalankan tugasnya untuk mengantar pesanan, nasibnya harus berakhir tragis.

Terbunuhnya Affan Kurniawan menjadi cetak biru matinya demokrasi di negara ini. Ini bukan kali pertama. Sudah berkali-kali kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Namun, ujungnya hanya permintaan maaf begitu saja yang diberikan oleh mereka. Seolah kata maaf mereka bisa mengganti satu nyawa yang terenggut. Seolah permintaan maaf mereka mampu mengobati kesedihan keluarga yang ditinggalkan.

Jika, kasus ini tidak segera ditangani dan diselesaikan maka pastinya gelombang amukan massa akan lebih besar lagi. Kita sudah belajar dari revolusi Bolshevik, gerakan reformasi 1998 dan gerakan rakyat di Pati bahwa penguasa yang cenderung lebih mementingkan kekuasaan ketimbang nasib rakyat akan menanggung risikonya sendiri.

Dari revolusi Bolshevik dan gerakan reformasi 1998, kita juga bisa belajar bahwa gerakan massa punya kekuatan yang sangat luar biasa dalam menumbangkan rezim yang bengis dan hari ini kita sudah mulai melihat bagaimana massa mulai memenuhi jalan-jalan di tiap kota. Ini akan menjadi alarm berbahaya bagi kekuasaan. Bahkan sirine yang menakutkan dan mengganggu tidur nyenyak para penguasa. (*)

google.com, pub-1253583969328381, DIRECT, f08c47fec0942fa0
Exit mobile version