google.com, pub-1253583969328381, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Opini  

Reaktivasi FLP Maluku Utara dan Literasi Untuk Kemanusiaan

Oleh: M. Sadli Umasangaji
Ketua Umum FLP Maluku Utara

______________

google.com, pub-1253583969328381, DIRECT, f08c47fec0942fa0

SEKITAR tahun 1997, Forum Lingkar Pena bergerak dari Helvi Tiana Rosa, Asma Nadia, Maimon Herawati. Sebagaimana kutipan dari Ismail, para anggota Forum Lingkar Pena tak hanya mampu menulis baik tetapi juga menerbitkan karya-karya mereka, dan laku, mereka sangat fenomenal. Forum Lingkar Pena adalah hadiah Tuhan untuk Indonesia.

Tahun 1997 Helvi Tiana Rosa mengajak Asma Nadia, Muthmainnah serta beberapa teman dari Fakultas Sastra Universitas Indonesia bertemu di Masjid Ukhuwah Islamiyah, Universitas Indonesia. Pertemuan yang berdiskusi tentang minat membaca dan menulis di kalangan para remaja Indonesia itu terus bergema hingga pada kenyataan yang mendesak bahwa masyarakat membutuhkan akan bacaan yang bermutu. Di sisi lain, banyak anak muda yang mau berkiprah dalam bidang kepenulisan, tetapi potensi mereka yang belum tersalurkan atau intensitas menulis masih rendah. Pertemuan itu menegaskan bahwa betapa efektifnya menyampaikan gagasan melalui tulisan.

Walaupun tidak secara resmi, FLP memiliki kaitan erat dengan majalah Annida pada masa awalnya. Majalah Annida sebagai sebuah majalah fiksi Islami, maka FLP turut diidentikkan sebagai komunitas yang mengusung jargon sastra Islami.

Reaktviasi FLP Maluku Utara

Forum Lingkar Pena di Maluku Utara hadir melalui inisiasi Dr. Yanuardi Syukur, FLP Maluku Utara awalnya diinisiasi oleh Dr. Yanuardi pada tahun 2007 di desa kecil, pinggiran pantai Gamsungi, Kompleks Pelabuhan Kota Tobelo di Kabupaten Halmahera Utara. Kemudian sekitar tahun 2010, FLP Maluku Utara, kegiatannya berpindah dari Tobelo ke Ternate, dan memulai merekrut kader-kader baru yang umumnya berasal dari kampus-kampus di Kota Ternate.

Sejak inisiasi dan sekaligus memimpin FLP Maluku Utara dari 2007-2014, Dr. Yanuardi kemudian mempercayakan kepemimpinan FLP Maluku Utara untuk berlanjut dan terus berjalan. Kepemimpinan paska Dr. Yanuardi Syukur, tahun 2014-2016 oleh Irawati Salim, 2016-2018 oleh Putri Anggraini, 2018-2022 oleh Umar Juma Sau kemudian 2023-2025 oleh Ade Kurniawan. Masa ketika 2023-an FLP Maluku Utara mulai mengalami kevakuman, atas inisiasi Dr. Yanuardi untuk mengaktifkan kembali FLP Maluku Utara, menentukan pertemuan dan menetapkan M. Sadli Umasangaji sebagai Ketua Umum FLP Maluku Utara 2025-2027.

FLP (Forum Lingkar Pena) Maluku Utara adalah organisasi kepenulisan yang telah lama hadir di Maluku Utara. Beberapa kali melakukan pergantian kepemimpinan. FLP Maluku Utara juga turut hadir dalam memberikan warna dalam dunia literasi di Maluku Utara. Dalam kepengurusan periode ini, kami memberikan frasa singkat yakni Reaktivasi FLP Maluku Utara. Reaktivasi ini dengan beberapa langkah strategis yang akan kami upayakan, pertama, reaktivasi rekrutmen penulis dan anggota FLP Maluku yang baru secara fleksibel, kedua, reaktivasi FLP Maluku Utara dengan dokumentasi karya, ketiga reaktivasi FLP Maluku Utara melalui diskusi dan kreasi konten media sosial dalam hal ini kami lakukan kontenisasi puisi.

Reaktivasi FLP Maluku Utara ini adalah langkah sederhana untuk memulai aktivitas FLP Maluku Utara. Kami juga mencanangkan dokumentasi karya sebagai antologi tulisan dengan tema Fenomena Maluku Utara, sebagai langkah untuk mengajak teman-teman, penulis serta anggota FLP Maluku Utara untuk memulai menulis opini sebagai antologi karya FLP Maluku Utara yang akan ia dokumentasi sepanjang periodisasi ini.

Manusia dan Literasi

Pada esensi paling mendasar literasi hadir dalam manusia sebagai eksistensi dan perasaan. Sebagai eksistensi adalah konsekuensi nyata dari manusia dan literasi. Manusia menulis sebagai perasaan tapi pada akhirnya bisa jadi sebagai gambaran eksistensi dirinya dan sejarahnya.

Konsekuensi ideal dari eksistensi ini, menulis pada dasarnya adalah tradisi untuk semua. Demikian karena adanya tulisan sendi kehidupan akan terus berlangsung. Karena eksistensi itu, menulis dapat berupa dalam banyak warna sebagai ungkapan hati, pikiran, gagasan dengan mengekspresikan kepada orang atas apa yang dibaca, dilihat, diamati, diteliti serta dipikirkan. Dan karena eksistensi itu, menulis seharusnya bukan sebatas soal bakat tapi menulis lebih kepada soal minat, hasrat, dan keterampilan.

Karena eksistensi itu, orang selalu mengutip apa yang dituliskan Pramoedya Ananta Toer tuliskan, “Menulislah selama engkau tidak menulis, engkau akan hilang dari dalam masyarakat dan dari pusaran sejarah”. Dan karena keinginan akan eksistensi itu, manusia akan bergerak seperti apa yang diuraikan Goethe, “Manusia pada hakikatnya adalah penulis. Apa yang ia dengar, apa yang ia lihat dan alami, ia jadikan pola. Ia percaya apa yang dapat dipikir, akan dapat ditulis, lambat atau cepat. Dalam setiap perjalanan dan dalam setiap peristiwa ia memperoleh bahan baru untuk ditulis atau dikarangnya.”

Literasi Untuk Kemanusiaan

Forum Lingkar Pena telah mentitahkan berbagai slogan atau tagline kepenulisan, seperti Literasi Keadaban, sebagai upaya untuk menghadirkan syiar kemaslahatan. Upaya itu untuk menghadirkan bacaan dengan penempatan nilai-nilai moral di tengah kegandrungan sastra berbalut kevulgaran. Dengan artian, bahwa karya anggota FLP selalu dalam kerangka kebaikan dan manfaat. Karyanya tidak boleh menambah buruk keadaan masyarakatnya.

Kali ini dalam Musyawarah Nasional ke 6, Forum Lingkar Pena mengusung Literasi Untuk Kemanusiaan. Karena kehadiran dan latar sejarah Forum Lingkar Pena yang diidentikan sebagai sastra Islami ini maka pandangan kemanusiaan dalam cakupan yang luas termasuk di dalamnya keterjajahan dunia Islam saat ini. Di antaranya penjajahan terhadap Palestina.

Bahwa literasi untuk kemanusiaan sebagai ruang refleksi dan kebangkitan kembali semangat literasi dengan nilai-nilai kemanusiaan. Bahwa literasi untuk kemanusiaan adalah upaya untuk memberikan empati manusia terhadap sesama, dengan nilai-nilai keadilan, kesetaraan dan solidaritas. Seperti pesan Dewan Pertimbangan FLP, Habiburrahman El Shirazy, bahwa literasi sejati bukan hanya perkara membaca dan menulis, tetapi soal bagaimana ilmu dapat menjunjung martabat manusia. Tidak ada gunanya literasi jika tidak memanusiakan manusia. Literasi yang tercerabut dari nilai-nilai kemanusiaan justru kehilangan ruhnya.

Literasi untuk kemanusiaan dapat juga berupa sastra sebagaimana tulis, Dharma Setyawan, dalam Sastra dan Kudeta, “Sastra akan mengusik kekuasaan yang tuli terhadap kebenaran, fungsi penting sastra adalah ‘menunjukkan kebenaran’ di kala katup-katup kebebasan sudah tertutup. Sebagaimana Pramoedya Ananta Toer pernah menyebut bahwa sastra memang tidak memiliki kemampuan bersenjata, membangun gerakan kudeta sebagaimana dimiliki oleh aparatus negara. Akan tetapi, sastra akan mampu untuk mengkudeta cara berpikir ‘kerdil’ para penguasa yang tidak segera sadar untuk berpikir secara benar.”

Bahwa sastra adalah jalan alternatif untuk kembali menjadi manusia, sebagaimana Hamdi Ibrahim dalam Jurnal Puisi Edisi 1, tentang Menjadi Manusia dengan Sastra, “Ketika dunia semakin ribut dan gaduh, maka sastra berfungsi untuk menjaga kewarasan dan menjaga kemanusiaan. Karena sastra berangkat dari realitas kehidupan sehari-hari. Apa yang dituangkan dalam karya sastra adalah suatu bentuk keresahan dan kegelisahan yang ada dalam diri penulis. Berangkat dari keresahan sastra bergerak untuk menjaga keseimbangan dan lebih memanusiakan manusia. Sastra menjadi alat perjuangan, sastra menjadi jawaban dari kegelisahan.”

FLP sendiri punya kontribusi besar dalam membentuk kelas menengah muslim yang dominan hingga hari ini bahkan dengan bacaan-bacaan sastranya FLP menghadirkan pengaruh itu. FLP juga punya visi terkini sebagai organisasi yang memberikan pencerahan melalui literasi. Seperti tulisan Sayyid Qutbh dalam Beberapa Studi Tentang Islam, “Bahwa tulisan-tulisan para pejuang yang bebas, tidak semuanya hilang begitu saja, karena ia dapat membangunkan orang-orang yang tidur, membangkitkan semangat orang-orang yang tidak bergerak, dan menciptakan suatu arus kerakyatan yang mengarah kepada suatu tujuan tertentu, kendatipun belum mengkristal lagi dan belum jelas lagi. Tetapi ada sesuatu yang dapat diselesaikan di bawah pengaruh pena ini.”

Sebagaimana titah dalam Musyawarah Nasional FLP, bahwa sisi paling manusiawi dari dunia literasi yakni kepedulian, kesadaran sejarah, dan tanggung jawab kemanusiaan. Dan kenangan kembali bahwa sejarah kelahiran FLP sebagai upaya untuk menegaskan bahwa betapa efektifnya menyampaikan gagasan melalui tulisan. (*)

google.com, pub-1253583969328381, DIRECT, f08c47fec0942fa0
Exit mobile version