google.com, pub-1253583969328381, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Opini  

Perempuan Berharga: Belajar Memahami Diri dari Luka, Cinta, dan Kesadaran

Oleh: B. Arista Garmalitha

Mahasiswa Psikologi UMMU & Pegiat Forum Ruang Kata UMMU

google.com, pub-1253583969328381, DIRECT, f08c47fec0942fa0

_______________

MENJADI perempuan di masa kini bukan hal yang mudah. Dunia sering kali menilai perempuan dari hal yang tampak di luar—penampilan, masa lalu, atau status sosial—tanpa benar-benar melihat nilai dan perjuangannya. Banyak perempuan tumbuh dengan luka yang tidak terlihat: luka karena kepercayaan yang dikhianati, cinta yang disalahartikan, dan tubuh dijadikan objek, bukan bagian dari kemanusiaan yang harus dihormati.

Namun, perempuan berharga bukanlah mereka yang tidak pernah jatuh. Ia berani bangkit, belajar, dan menata ulang hidupnya setelah luka. Seperti yang dijelaskan dalam buku Perempuan yang Tak Pernah Hilang (Rahmawati, 2019), nilai seorang perempuan tidak ditentukan oleh masa lalunya, melainkan oleh keberaniannya untuk menata kembali hidupnya setelah mengalami keterpurukan. Perempuan yang belajar dari luka justru memiliki kekuatan batin yang lebih matang, karena ia mengenal dirinya lebih dalam.

Dalam konteks psikologi, pengalaman emosional yang menyakitkan sering kali menjadi titik balik bagi proses selfawareness atau kesadaran diri. Buku Psikologi Cinta dan Harga Diri (Prasetyo, 2020), menyoroti bahwa kebutuhan untuk dicintai kadang membuat seseorang kehilangan batas terhadap dirinya sendiri. Cinta yang tidak disertai kesadaran diri bisa berubah menjadi bentuk ketergantungan emosional yang berbahaya. Karena itu, memahami cinta sejati berarti juga belajar memahami diri—bahwa mencintai orang lain tidak boleh membuat kita kehilangan harga diri.

Sementara itu, buku Luka yang Menumbuhkan (Saraswati, 2021) menekankan bahwa trauma dan pengalaman buruk bukanlah akhir, tetapi proses pembentukan identitas baru. Perempuan yang pernah terluka sebenarnya sedang berada dalam proses pertumbuhan psikologis yang sangat penting. Ia belajar untuk menetapkan batas, mengenali kebutuhan emosionalnya, dan membangun kembali rasa percaya diri yang sempat runtuh. Dari luka, lahir kesadaran bahwa dirinya layak dihargai, bukan dimanfaatkan.

Sebagai mahasiswa psikologi, kita memahami bahwa konsep self-worth (harga diri) sangat penting dalam menjaga kesehatan mental. Individu yang memiliki penghargaan diri yang baik akan lebih mampu menghadapi tekanan sosial, membuat keputusan yang sehat, dan menciptakan hubungan yang saling menghormati. Perempuan yang berharga tahu bahwa mencintai diri sendiri bukan berarti egois, melainkan bentuk tanggung jawab terhadap kesehatan emosionalnya.

Menjadi perempuan berharga berarti memahami bahwa tubuh dan hati bukanlah hal yang bisa diberikan begitu saja. Itu adalah bagian dari diri yang suci dan bermakna. Jika seseorang benar-benar mencintai, ia akan menghormati batas dan menjaga kehormatan, bukan menuntut “Perempuan Berharga” belajar memahami diri dari luka, cinta, dan kesadaran”. Menjadi perempuan di masa kini bukanlah hal yang mudah. Dunia sering kali menilai perempuan dari hal tampak di luar penampilan, masa lalu, atau status sosial tanpa benar-benar melihat nilai dan perjuangannya. Banyak perempuan tumbuh dengan luka yang tidak terlihat, luka karena kepercayaan yang dikhianati, cinta yang disalahartikan, dan tubuh yang dijadikan objek, bukan bagian dari kemanusiaan yang harus dihormati.

Perempuan berharga bukan hanya tentang bagaimana orang lain melihatmu, tapi tentang bagaimana kamu melihat dirimu sendiri. Ia tidak lagi mengukur nilai dirinya dari cinta orang lain, melainkan dari keyakinannya bahwa ia pantas dicintai dengan cara yang benar. Seperti yang sering ditekankan dalam teori psikologi humanistik, “setiap manusia memiliki potensi untuk berkembang menuju versi terbaik dari dirinya sendiri. Dan perempuan yang berani mencintai dirinya dengan sadar adalah wujud nyata dari proses aktualisasi diri itu”.

Jadi, untuk setiap perempuan yang pernah terluka, jangan lagi merasa kotor atau tidak pantas. Luka bukan akhir dari segalanya, ia justru menjadi awal dari proses mengenal, memaafkan, dan mencintai diri sendiri. Perempuan berharga bukanlah yang sempurna, melainkan yang tetap memilih untuk bangkit dengan hati yang utuh, meski pernah hancur sebelumnya. (*)

google.com, pub-1253583969328381, DIRECT, f08c47fec0942fa0
Exit mobile version