google.com, pub-1253583969328381, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Daerah  

Pedagang Ikan Keluhkan Pungutan tak Wajar di Pasar Rakyat Jailolo

Pasar Rakyat Jailolo. (Istimewa)

JAILOLO, NUANSA – Praktik dugaan pungutan liar (pungli) kembali mencuat di Pasar Rakyat Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat. Kali ini, keluhan datang dari salah satu pedagang ikan terkait penarikan biaya yang dinilai tidak wajar dan tanpa dasar hukum yang jelas oleh oknum petugas pasar dari Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop).

Keluhan pedagang ini berfokus pada biaya penggunaan ruangan yang seharusnya menjadi kantor petugas pasar, namun dialihfungsikan dan disewakan kepada pedagang ikan sebagai ruangan penampungan es.

google.com, pub-1253583969328381, DIRECT, f08c47fec0942fa0

Salah seorang pedagang ikan yang menjadi sumber utama penelusuran media menyampaikan bahwa nominal biaya yang diminta petugas pasar terkesan dipaksakan dan terlalu tinggi. Pedagang tersebut mengungkapkan upaya negosiasi mereka yang ditolak oleh petugas.

Torang minta kalau boleh Rp400 ribu saja, tapi dorang mau Rp600 ribu. Sementara torang punya pendapatan di pasar terkadang tara sesuai dengan yang torang harapkan di lapangan,” ujar pedagang tersebut kepada media.

Pedagang tersebut mencontohkan, pada bulan sebelumnya petugas bersedia menerima pembayaran Rp400 ribu. Namun, kali ini petugas menolak tawaran Rp400 ribu, bahkan Rp500 ribu, dan bersikeras meminta Rp600 ribu per bulan.

Petugas berdalih bahwa biaya Rp600 ribu tersebut dialokasikan untuk pungutan listrik sebesar Rp450 ribu dan sewa bangunan sebesar Rp150 ribu.

“Maksudnya kami juga tahu itu bangunan pemerintah yang entah itu melalui regulasi atau tidak, paling tidak biayanya jangan terlalu tinggi dan kalau bisa kami juga dibantu dengan cara tarifnya tidak terlalu tinggi,” tambahnya.

Berdasarkan informasi lapangan, bangunan yang dipersoalkan merupakan ruangan kantor petugas pasar yang dialihkan fungsinya. Pengalihan fungsi menjadi tempat penyimpanan es oleh pedagang ini dilakukan dengan sistem sewa yang tidak memiliki dasar pungutan resmi dan tanpa regulasi yang jelas.

Sejumlah pedagang menilai praktik penarikan biaya ini berpotensi menjadi pungli karena beberapa alasan. Pertama, tidak disertai bukti pembayaran resmi (kuitansi retribusi). Kedua, tidak memiliki tarif pasti dan terkesan negosiatif. Ketiga, tidak pernah disosialisasikan oleh Disperindagkop Halbar.

“Kita masih tunggu kejelasan, karena pungutan ini buat pedagang susah,” tutup pedagang yang menjadi sumber utama.

Hingga berita ini diterbitkan, tim media masih berupaya mengonfirmasi pihak Disperindagkop Halbar terkait praktik dugaan pungli yang meresahkan pedagang di Pasar Rakyat Jailolo tersebut. (adi/tan)

google.com, pub-1253583969328381, DIRECT, f08c47fec0942fa0
Exit mobile version