MALUT, NUANSA – Dua pekan terakhir ini publik Maluku Utara (Malut) dikejutkan dengan dua kasus pemerkosaan anak perempuan berusia remaja. Di luar dugaan, pelaku dari perbuatan bejat itu adalah oknum polisi. Kasus pertama yang terkuak ke publik, terjadi di Mapolsek Jailolo Selatan, Polres Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara.
Pada 14 Juni 2021, oknum polisi berpangkat Briptu, berinisial NI, tega merenggut kesucian gadis 16 tahun. Tempat kejadian perkaranya di Mapolsek. Briptu NI sementara ini menjalani proses hukum. Ia yang sudah berdinas selama tujuh tahun, dipecat dengan tidak terhormat dari Polri.
Tiga hari lalu, kasus yang sama muncul dari Kabupaten Halmahera Utara (Halut). Pelakunya juga oknum polisi, berinisial AG. Oknum polisi yang bertugas di Satuan Reskrim Polres Halmahera Tengah (Halteng) ini diduga memperkosa adik dari istrinya yang masih berusia 16 tahun. Sadisnya lagi, AG juga mencabuli satu lagi adik dari istrinya yang berusia 15 tahun.
AG sementara menjalani proses hukum. Berbagai kalangan mengecam perbuatannya tersebut. Publik berharap Polda Malut memberikan sanksi berat kepada pelaku, yakni pemecatan.
Pengaruh Psikologis
Ketiga korban asusila itu setidaknya didampingi secara serius dan diberi penguatan mental oleh pihak yang berwenang, terutama pemerintah daerah. Ketua Ikatan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Maluku Utara, Syaiful Bahri menjelaskan, secara psikologis, korban pemerkosaan berisiko tinggi mengalami beberapa gangguan mental, seperti depresi, post-traumatic stress disorder (PTSD) dan gangguan cemas.
Ini dapat terjadi karena korban selalu teringat akan kejadian traumatis tersebut, sehingga mereka merasa selalu dalam bahaya. Sebagian korban, menurut Syaiful, juga ada yang merasa cemas dan panik berlebihan, hingga akhirnya memicu perubahan perilaku, seperti gangguan tidur, sering bermimpi buruk, sering menangis, menyendiri, menghindari bertemu dengan orang lain, bahkan ada juga yang menjadi pendiam atau pemarah.
“Dampak yang paling fatal mengarah pada percobaan bunuh diri, karena para korban merasa sudah tidak ada harga diri. Dengan dampak psikologis tersebut kiranya pihak kepolisian wajib memberikan hukuman yang berat kepada pelaku Pemerkosaan,” harapnya menegaskan.
Syaiful yang juga Ketua Prodi Psikologi UMMU itu menambahkan, kasus pemerkosaan di Maluku Utara terus meningkat, karena hukuman terhadap pelaku tidak memberi efek jera kepada yang lain. “Apalagi ini pelakunya oknum polisi. Tentu saja mencederai nama baik Polri. Pelaku harus dihukum seberat-beratnya,” tutupnya.(kov)