Ragam  

Ayo, Cegah Bunuh Diri !

Syaiful Bahri

Oleh: Syaiful Bahry

Ketua Program Studi Psikologi FISIP UMMU dan Ketua Himpunan Psikologi Indonesia Wilayah Malut

 

Bunuh diri atau suicide dari terjemahan bahasa Inggris, berasal dari kata latin suicidium, dari suicaedere yang artinya membunuh diri sendiri dan atau sebuah tindakan secara sengaja menyebabkan kematian diri sendiri. Bunuh diri menurut Durkheim adalah istilah yang diterapkan pada semua kasus kematian yang diakibatkan secara langsung atau tidak langsung dari tindakan positif atau negatif dari korban sendiri, yang dia tahu akan menghasilkan kematian.

Bunuh diri merupakan fenomena sosial yang menyita perhatian berbagai kalangan, termasuk akademisi terutama para sosiolog dan psikolog. Menurut data yang pernah dirilis oleh World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bahwa setiap tahunnya di dunia  terjadi satu juta kasus bunuh diri. Masih menurut WHO, dalam 45 tahun terakhir angka tersebut meningkat rata-rata sebesar 60% di seluruh dunia. Sebagai contoh, Korea Selatan menempati peringkat pertama dengan jumlah 15.413 kasus bunuh diri pada tahun 2009. Di Jepang angka kematian bunuh diri lebih tinggi dibandingkan angka kematian covid pada tahun 2020, jumlah kematian bunuh diri di Jepang sebanyak  2.153 kasus sedangkan jumlah kematian covid sebanyak 2.087 kasus (kompas.com). Sehingga dipastikan angka tersebut bertambah di tahun-tahun berikutnya.

Di Indonesia sendiri kasus bunuh diri termasuk cukup tinggi, meskipun bukan yang tertinggi. Di Propinsi DKI Jakarta, misalnya, kasus bunuh diri mencapai 5,8% dari jumlah penduduk. Dari jumlah tersebut terdapat 62 kasus, berdasarkan data resmi Kepolisian Daerah Metro Jaya selama tahun 2003, yang terjadi di kalangan remaja. Jumlah ini tiga kali lipat lebih banyak dibandingkan angka tahun 2002. Sementara itu di Maluku Utara kasus bunuh diri tertinggi di Halmahera Utara dengan 12 kasus, kemudian disusul  oleh Kota Ternate dengan 7 kasus (halmaherapost.com). di Halmahera Selatan 5 Kasus, Halmahera Timur 2 Kasus, Halmahera Barat 4 Kasus.  Beberapa media online terus memberitakan kasus bunuh diri yang terjadi di kabupaten/kota di Maluku Utara. PenaMalut.com baru saja memberitakan kasus bunuh diri yang terjadi di Halmahera Barat pada tanggal 13 juli 2021. Bunuh diri kian menular menjangkiti masyarakat Maluku Utara yang mengalami depresi.

Membicarakan kasus bunuh diri terus menjadi perdebatan yang panjang, ada yang berpendapat bahwa bunuh diri itu ranah perseorangan. Tanggung jawab pribadi, bukan tanggung jawab kita bersama, bukan juga tanggung jawab pemerintah. Ada yang berargumen, membicarakan bunuh diri itu tidak baik, karena seperti membuka “aib” orang yang sudah meninggal. Sebaliknya ada pula yang memandang perlu dibicarakan, perlu diselidiki sebagai bahan koreksi, agar lebih baik menyikapi dan menjalani hidup. Sebagai ilmuwan psikologi, penulis tentunya berada pada logika yang kedua bahwa bunuh diri perlu dibicarakan, di teliti dan menjadi bahan pembelajaran dalam menjalani kehidupan.

Bunuh diri merupakan kejadian kekerasan dan kekejaman serta pembunuhan yang unik. Pelaku dan korban serta saksi mata adalah dirinya sendiri. Jika pelaku gagal dan korban berhasil lolos dari pembuhuhan, dan saksi mata bungkam maka eks pelaku dan eks korban serta eks saksi mata itu masih saja dalam satu kedirian yang sama. Karena masih dalam diri yang sama, maka peluang pelaku untuk membunuh korban serta saksi yang bungkam tetap besar.

Proses Bunuh Diri

Bunuh diri pada dasarnya adalah sebuah proses, tidak ada tindakan tiba-tiba yang mendorong seseorang untuk melakukan bunuh diri, kecuali yang bersangkutan memiliki gangguan kepribadian.  Apa yang tampak “menjadi sebab” seringkali hanya merupakan trigger atau pemicu. Mungkin anda pernah membaca atau mendengar dari media bahwa seorang mahasiswa bunuh diri karena orangtuanya  tidak mampu membayar biaya kuliah, seorang oknum aparat menembakkan pistol ke dirinya ketika mendapati istrinya selingkuh. Seorang perempuan yang terjun dari lantai lima mall setelah diputuskan pacarnya dan berbagai informasi kasus bunuh diri lannya. Namun,  Dari hasil telaah lebih lanjut, ternyata apa yang diberitakan bukanlah sebab tunggal yang menyebabkan seseorang menjadi pelaku bunuh diri.

Para pelaku bunuh diri juga tidak mengenal usia, jenis kelamin, pendidikan, strata sosial, ras dan warna kulit, artinya bunuh diri bisa dilakukan oleh siapa saja, dimana saja dan kapan saja. Bunuh diri bisa “menular” karena bunuh diri dapat di pelajari. Menurut Dra. Tiwin Herman, Psikolog, Ramainya pemberitaan tentang bunuh diri di media massa pada kurun waktu tahun 2010, membuat semakin banyak orang yang kemudian juga melakukan bunuh diri. Hasil penelitian membuktikan bahwa ketika ada berita tentang bunuh diri yang mendapat ekspos secara mencolok di media massa, media sosial,  maka esoknya akan ada orang yang melakukan perilaku bunuh diri (Hawton & Heringen, 2006).

Mencegah Bunuh Diri

Pencegahan bunuh diri penting untuk dilakukan dan seharusnya menjadi perhatian bersama. Baik dari orangtua, saudara, keluarga, masyarakat, organisasi profesi, tokoh agama dan juga pemerintah. Mengutip pengalaman dan tulisannya Dra. Tiwin Herman, M.Si., Psikolog (Pengurus HIMPSI Wilayah DKI Jakarta) bahwa di Jakarta ada sebuah perkumpulan orang-orang peduli pencegahan bunuh diri yang disingkat JeBeDe (Jangan Bunuh Diri). JeBeDe ini memberikan rumus untuk memberikan pendampingan para pelaku percobaan bunuh diri, rumus tersebut yaitu KPC (Kasih Sayang, Peduli dan Cinta). Tanda-tanda yang akan dilakukan oleh pelaku percobaan bunuh diri cukuplah jelas dan dapat diamati, oleh karenanya sungguh dibutuhkan kepedulian lingkungan terdekat untuk membantu agar bunuh diri tidak terjadi. Yang dilakukan para penggiat JeBeDe yaitu berperan sebagai teman diskusi bagi para pelaku bunuh diri, menjadi teman yang bersedia mendengarkan, memberi support dan membantu merancang langkah kedepan berdasarkan alternatif pilihannya dengan tidak menggurui ataupun mengkritisi apa yang telah terjadi pada dirinya.

Di berbagai negara, upaya pencegahan dilakukan secara sederhana dengan bertanya “ Are You Okey?” Sebagai sapaan yang tulus dan jika terlihat tanda-tanda mengarah pada adanya kesulitan mengatasi permasalahan, maka KPC lah yang bisa menjadi intervensi awal sebelum merujuk mereka pada tenaga professional yang dibutuhkan. Kita semua dapat melakukan hal tersebut untuk keluarga, teman, dan masyarakat di sekitar kita, karena hanya dengan kepedulian dan kesediaan yang besar untuk berbagi atau menjadi teman bagi para pelaku percobaan bunuh diri, kita sudah bisa mencegah bunuh diri. (*)