TERNATE, NUANSA – Perjanjian kerangka kerja antara PT. Industri Batrei Corporation (ICB), PT. Aneka Tambang Tbk, PT. Ningbo Contemporary Brunp Lygend (CBL) dan LG Energi Solution, terkait proyeksi inisiasi baterai kendaraan listrik di Kabupaten Halmahera Timur (Haltim), ditolak keras oleh publik Maluku Utara (Malut).
Proyek dengan nilai investasi sebesar Rp 215 triliun itu mendapat penolak pertama dari Badko HMI Maluku-Maluku Utara. Alasannya, kerja sama tersebut tidak melibatkan pemerintah daerah. Ketua Umum Badko HMI Maluku-Maluku Utara, Alhervan Barmawi mengatakan, pemerintah daerah terkesan dianggap remeh oleh pihak yang terlihat dalam kerja sama tersebut.
“Ini adalah kesepakatan sepihak yang menganggap remeh pemerintah daerah. Mereka sudah melakukan penandatanganan di Jakarta pada 19 April 2022. Kami minta pemerintah dan masyarakat tidak menerima perusahaan yang akan mengelola baterai untuk kendaraan listrik di Halmahera Timur. Jangan lagi percaya dengan iming-iming perbaikan ekonomi. Kehadiran perusahaan itu bukan solusi, tetapi menjadi bencana baru bagi ekonomi masyarakat. Kami minta masyarakat untuk buka mata, jangan terpancing. Mari kita menolak dan melawan dengan keras,” ujar Alhervan menegaskan.
Menurutnya, limbah akibat aktivitas perusahaan saat ini sudah sangat meresahkan masyarakat. Sehingga, masyarakat harus mencegah agar tidak ada lagi limbah baru yang nantinya akan mencermari lingkungan, salah satunya laut Halmahera Timur. Akibat limbah yang sekarang tercemar, membuat hasil tangkapan nelayan di Halmahera Timur amat berkurang.
“Kalau limbah makin banyak, maka nelayan akan makin sudah dapat ikan. Belum lama lahan-lahan pertanian akan dialihfungsikan menjadi kawasan insdutri. Hutan-hutan juga akan dibagat habis untuk kepentingan eksploitasi, tenaga kerja lokal juga dibatasi, karena akan mendatangkan tenaga kerja asing. Ini adalah bencana dan ancaman yang nyata bagi masyarakat Maluku Utara, khususnya di Halmahera Utara,” tutur Ketua Umum Badko HMI Maluku-Maluku Utara.
Ia mencontohkan, PT. Antam yang sudah 20 tahun mengelola potensi pertambangan di Halmahera Timur, justru masyarakat biasa-biasa. janji perusahaan pun tidak terealisasi. Parahnya, Halmahera Timur kini menjadi daerah termiskin di Maluku Utara.
“Kondisi sosial Halmahera Timur adalah bukti bahwa ekonomi pertambangan hanya menguntungkan oligarki, mafia tambang dan para pemangku kekuasaan. Oleh karena, alasan yang cukup mendasar ini, kami Badko HMI Maluku-Maluku Utara akan mengawal isu ini secara berkala dan masif dari tingkat lokal, ragional hingga nasional,” tambahnya mengakhiri. (rii)