Opini  

“Kontrak sosial versus Kenaikan Kristus” (Sebuah Kontemplasi)

Melky Molle

Oleh : Melky Molle

 Akademisi Uniera

 

Kita belajar dari Jhon Locke apa itu kontrak sosial, sebuah pemikiran yang didasarkan pada rasionalitas merupakan sebuah kesadaran dan kebenaran sebagai keutamaan sosial. Karena kebenaran adalah kebahagian universalitas.

Kontrak sosial adalah bentuk spekulasi negara supaya rakyat dengan sendirinya memberikan kekuasaannya kepada mereka yang berkuasa. Karena itu, rakyat dalam kondisi apapun, seperti krisis yang dialami sekarang, dimana ekologi menjadi objek pertambangan dan eksplorasi alam, mengakibat kadar air menurun dari kualitas 80% ke 60%.

Hal ini berdasarkan data Balitbang Propinsi Maluku Utara (Malut), yang disampaikan atas nama negara dalam hal ini pemerintah. Kegiatan eksploitasi sedemikian rupa sebagai akibat kontrak sosial spekulatif yang didiamkan berserakan atas situasi dan kondisi yang dialami.

Jika demikian fungsi negara yang terlihat saat ini, dan dirasakan sepenuhnya tanpa basa- basi, menurut Jhon Locke, situasi demikian adalah situasi alami yang didaulati oleh hasrat ekspektasi kapitalis korporasi. Menurut Jhon Locke, mekanisme alam dikuasai sepenuhnya

oleh manusia yang pada hakekatnya hanya memikirkan kepentingan dirinya, dan untuk menegasikan dirinya yang sesungguhnya.

Kondisi kita hari ini, adalah absolut alami adanya, yang kita rasakan bersama. Padahal harapan bersama kita adalah alam sebagai sumber energi terbatas dapat dikelola dengan edukasi masyarakat, secara kontinyu, bahkan dengan tahapan melalui koridor normatif yang cepat secara masif dan terrealisasi untuk kepentingan masyarakat sebagai pemilik kontrak sosial. Tetapi faktanya terlihat penggiat kepentingan dalam hal ini pemerintah daerah abai terhadap hal ini.

Dengan demikian kita dapat membenarkan hasil kontemplasi klasik Locke dalam pandangan empirisnya tentang merasakan atau rasa (sense) bahwa jika negara lambat dan diam atau tidak siap dalam penanganan problem sosial, sesungguhnya mereka mati rasa alias tidak pernah merasakan apa yang dirasakan oleh rakyat sebagai pemberi kekuasan melalui kontrak sosial.

Kontrak sosial adalah harapan keselamatan dari rakyat ke penguasa sebagai pemegang otoritas eksekusi kebijakan kesejahteraan rakyat. Secara spritual juga dikuatkan atau ditopang dengan Wahyu ilahi atau teks kitab suci dibawah ini.

Terlalu banyak teriakan penderitaan, menggema dimana- mana. Kemiskinan, pembunuhan, bencana, pemerasan, dan kedikdayaan kekuasaan menyatu menjadi ilusi dari polesan tujuan projec neoliberalisme. Gereja harus siuman dan memberi perhatian serius soal ancaman ekologi di Maluku Utara, dengan keterbelengguan kemanusiaan, tanpa langkah gerak sedikitpun.

Gereja haruslah berpihak kepada mereka yg menderita, kepada mereka yang tak berdaya. Supaya semuanya bersama dan seirama membuka tirai suara kenabian.  Gereja seharusnya menjadi penyambung suara yang tak pernah didengarkan, oleh mereka para oligarki, yang mendukung kapitalisme.

Pemerintah dan korporasi yang menjadi saksi kenaikan Kristus untuk mengubah orientasi hidup dari memikirkan diri sendiri menjadi semangat memikirkan masadepan bersama dan berbagi dengan sesama. Dalam Injil, Mat. 28: 20 a, berkata; “Ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” Karena itu kritik dan masalah merupakan cara Tuhan untuk memulihkan pelayanan sosial yang sesungguhnya. (*)