Oleh: Melky Molle
Independence is not just filling development, but actually, independence is a national consolidation to live harmoniously together and strive for common prosperity.
“Kemerdekaan itu bukan sekedar mengisi pembangunan, tetapi sebetulnya, kemerdekaan adalah konsolidasi Nasional untuk hidup harmonis bersama dan mengupayakan kesejahteraan bersama”.
Masih teringat jelas keramaian dan kemeriahan 17 Agustus tahun 2021, antusiasnya masyarakat mewarnai dan menggiasi jalan-jalan dengan kibaran bendera pelangi, dan bendera merah putih. Sungguh menggugah rasa persatuan desa dan kota.
Kemeriahan 17 Agustus tahun 2021 juga membawa makna bahwa ditengah himpitan krisis yang diakibatkan oleh musibah non alam ( covid-19), tidak meredupkan semangat menyambut hari kemerdekaan. Bahwa kemerdekaan bagi bangsa Indonesia yang ke 67 tahun waktu itu memberi gambaran sepintas bahwa Indonesia kuat.
Kemerdekaan Indonesia adalah sebuah fakta historis. Merdeka dari penjajahan, karena perlawanan, yang ditepis dengan semangat penyatuan kekuatan nusantara. Semangat penyatuan itulah Indonesia memerlukan keseimbangan akses dan konsolidasi kebangsaan yang heterogen sebagai sebuah kenyataan, bukan homogen sebagai kesadaran politik para elit.
Kita berjuang dalam mengisi kesadaran hoterogen bahwa penegakan supremasi hukum sampai kini, harus betul-betul dinyatakan untuk rakyat, bukan untuk elit, seperti fakta HAM yang masi dianggap sebagai fenomena politik korporasi borjuasi.
Korupsi masih menggurita menjadi penyakit kronis, sementara penggiatnya terus berupaya membrantas tanpa kata tuntas. Belum lagi kita diperhadapkan dengan fakta memilukan akibat kasus polisi tembak polisi ketika kita mau mempersiapkan segala sesuatu untuk hari kemerdekaan RI ke 77 tahun Indonesia kita. Kita masih melarat oleh kebejatan pejabat yang menindas. Kita kehilangan Identitas. Kaum millenial lupa bahasa daerah.
Indonesia masih bicara politik identitas agama dan idiologi golongan masih menjadi bahan cercaan antar sesama anak bangsa. Ujaran kebencian, hoax dan berita-berita yang tidak berimbang dari satu daerah ke ke daerah lain, semuanya mengalir dari satu tempat pusat perekonomian Indonesia Jakarta.
Merdeka adalah memperbaiki yang kusut? Merdeka adalah membrangus yang menindas untuk keadilan, adalah melawan pada penegakan hukum yang tumpul ke atas tapi tajam kebawah, adalah mampu mengampuni dan menyerahkan kepada pihak yang berwajib, tanpa main hakim sendiri.
77 tahun kita merdeka, mampukah kita menjalin hubungan yang kuat tanpa sekat-sekat pembeda yang memisahkan dan merenggangkan hubungan-hubungan sosial yang terbangun atas dasar kesadaran bersama, atas perjuangan bersama, untuk kemerdekaan Indonesia. Karena itu, Pancasila adalah nilai dasar untuk mempertegas Nasionalisme bagi semua.
Pancasila itu nilai kesadaran kita bersama, kesadaran pancasila sudah tidak layak dibincangkan, tetapi biarlah menjadi kekuatan spiritualitas sosial, bahan perenungan hidup bersama dalam etape hidup sebagai bangsa diruang pruralitas suku, agama,ras dan golongan . Pancasila adalah agama umat manusia di Indonesia dan keadilan pancasila adalah martabat bangsa Indonesia.
Problematika bangsa kita yang sedang menggorogoti kita adalah: Indonesia bagian barat bicara pembangunan dengan hadiah kereta cepat, ditimur Indonesia bicara ketidak adilan pertambangan atas nama negara, hasil bumi di garuk dan digadaikan ke asing, pribumi jadi buru kasar.
Indonesia lahir dari perbedaan, sebagai keterberian Ilahi, “tapi mayoritas dan minoritas” jadi bumerang, sesungguhnya kita masih berperang melawan ketidakadilan, belum lagi daerah Ace bicara penegakan ideologi keagamaan (syariat Islam), dengan kelompok-kelompok radikalisme dengan mengusung ideologi panji-panji keislaman.
Nasionalisme Pancasila haruslah jadi jiwa perjuangan mengisi kemerdekaan. Sebab itu negara harus berTuhan karena negara yang berTuhan adalah negara yang kuat. (Platon ). Mereka yang korup adalah mereka yang tidak nasionalisme, mereka hanya mengejar kekuasaan. Mengejar kekuasaan adalah sah dalam demokrasi modern. Untuk itulah, antara lain, partai politik didirikan. Segala retorika moral yang mengiringi adalah pemanis untuk memikat hati rakyat yang darinya kuasa dilahirkan.
Realisme politis seperti itu bukan berita baru bagi kita. Dalam Pemilu 2009 sebagai pengalaman berdemokrasi, partai-partai berkoalisi membangun kekuasaan. Saat itu cinta kepada rakyat juga menjadi retorika moral yang nyaring.( F Budi Hardiman).
Kita harus berbenah. Mulai dari daerah, tanpa kompromi atas kesewenangan pejabat daerah (raja kecil), kita bangkit dari keterpurukan KKN, korupsi dan monopoli tanah. Dirgahayu Indonesiaku yang ke 77 Tahun. Merdeka!