JAILOLO, NUANSA – Program Halmahera Barat (Halbar) sehat yang dicanangkan Bupati James Uang dan wakilnya Jufri Muhammad, kelihatannya hanya isapan jempol. Lihat saja, selain kekurangan obat, ambulance sebagai operasional di Puskesmas juga ternyata sudah rusak. Jika begini kondisinya, bagaimana mungkin pelayanan kesehatan bisa jalan dengan baik.
Ambulance rusak ini terdapat di Puskesmas Sidangoli, Kecamatan Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat. Dari dua unit ambulance, ada satu ambulance di Puskesmas Sidangoli yang rusak. Fakta ini disampaikan Kepala Puskesmas Sidangoli, Mirawati Sambelo saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan anggota DPRD Halmahera Barat, Kamis (25/8). “Kami punya dua unit ambulance, satu rusak, kemudian kami tutup saja di depan Puskesmas, karena jangan sampai ada yang lewat dan foto apalagi wartawan. Kondisi ini kami sudah sampaikan ke Kepala Dinas Kesehatan,”terangnya di depan wakil rakyat.
Menurut Mirawati, pihaknya sudah menghubungi bengkel untuk memperbaiki ambulance yang rusak tersebut. Pihak bengkel sampaikan bahkan kerusakan ambulance terbilang parah. Untuk memperbaiki ambulance tersebut, alatnya tidak didapat di Maluku Utara, tetapi di luar daerah. Dana untuk membeli alat itu berkisar Rp 60 juta. “Sedangkan kami tidak punya anggaran sebesar itu,” ujarnya.
Terkait dengan kekurangan obat di Puskesmas tersebut, Mirawati banyak memberikan penjelasan ke anggota DPRD. Menurutnya, Puskesmas Sidangoli membawahi 22 desa, memiliki 20 Polindes dan Pustu dan melayani 16.746 jiwa. Puskesmas punya anggaran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk belanja obat. Untuk Puskesmas Sidangoli, anggaran untuk belanja obat sebesar Rp 2, 5 juta dari anggaran JKN 4 persen.
“Anggaran ini tidak cukup untuk kebutuhan obat di Puskesmas. Selain obat, saya juga harus sediakan oksigen, apalagi akhir-akhir ini banyak pasien yang menderita Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Ispa), maka harus ada ketersediaan oksigen. Untuk obta, misalnya permintaan obat ke gudang farmasi dan diberikan pil Paracetamol 1000 butir, sementara pasien yang dilayani itu kebutuhannya dalam satu bulan itu 3000 butir, karena setiap pasien yang berobat harus diberikan 10 kaplet. Jadi tidak cukup permintaan kami ke gudang farmasi dengan jumlah obat yang ada,” keluhnya.
Meski serba terbatas, ia mengaku, pelayanan di Puskesmas Sidangoli tetap jalan seperti biasa. Karena Puskesmas tidak saja melayani soal pengobatan dan perawatan, tetapi sebagai lokomotif dan representatif terhadap masyarakat.(adi/ask)