Oleh: Rifan Basahona
Mahasiswa Pendidikan Bahasa Arab IAIN Ternate
PERAMPASAN ruang hidup merupakan masalah yang sangat masif di tubuh bangsa kita hri-hari ini. Salah satunya adalah melalui proyek starategi nasional yang digenjot oleh rezim saat. Dan menjadi dampak buruk bagi masyarakat kelas bawa semisalnya petani, nelayan, buru, dan lain sebagainya berbagai macam bencana kemudian terjadi diantaranya banjir, tanah longsor, kerusakan hutan, dan pencemaran air laut yang mengancam jalannya kehidupan masyarakat kedepan.
Salah satu adalah pertambangan itu sendiri, pertambangan merupakan salah satu proyek besar yang menjadi logika pemerinta dalam meminimalisir penganguran yang terjadi di Bangsa ini namun sampai saat ini belum ada data yang mengemukakan bahwa angka penganguran di Indonesia turun karena pertaambangan namun yang terjadi adalah angka penganguran semakin meningkat dan yang terjadi adalah diskriminasi dan intimidasi yang dilakukan.
Ironinya sebagian besar pertambangan yang ada di Negara ini telah didominasi oleh para investor asing dan sedikit sekali masyarakat pribumi yang meninkmati daripada hasil pertambangan tersebut padahal dalam Undang-Undanag 1945 pasal 33 ayat 3 telah menegaskan bahwa “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Lingkungan dirusak, masyarakat dibungkam, dintimidasi dan dilakukan tindakan represif oleh alat kekuasaan negara semisalnya TNI dan POLRI demi melaksanakan komoditi prioritas yang menjadi tulangpungung pemasukan Negara itu, sepanjang tahun lalu JATAM mencatat terjadi 45 konflik pertambangan yang mengakibatkan 69 orang dikriminalisasi dan lebih dari 700.000 hektar lahan rusak itu yang baru terdata belum lagi penambangan liar yang belum ditemukan. Namun pemerinta dalam hal ini diwakil oleh Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) membantah tudingan tersebut.
Hal serupa telah terjadi di Maluku Utara, ada setumpuk izi usaha pertambangan di Maluku Utara yang bermasalah tercatat ada 335 izin usaha pertambangan yang dikeluarkan pemerintah Kabupaten, dari jumlah itu sebanyak 108 izin usaha pertambangan yang bermasalah. Di Pulau Mangoli sendiri yang akan dikepung sekitar 10 Izin Usaha Pertambangan (IUP) Biji Besi Primer yang siap beroperasi. Pernyataan ini disampaikan langsung oleh komisi III DPRD Kabupaten Kepulauan Sula, sejumlah perusahan tersebut telah mengantongi izin dan telah membayar pajak sejak tahun 2014 sebesar 17 milyar per tahun.
Pulau Mangoli secara geografis adalah pulau yang memiliki luas sebesar 9.422,21 kilo meter persegi dengan memiliki iklim tropis, dan pulau ini sangat kecil untuk diduduki pertambangan apalagi sebanyak 10 pertambangan hal ini tentunya menjadi ancaman terbesar bagi masyarakat setempat. Pada sebelumnya Pulau Mangoli telah diduduki oleh perusahan seperti CV. BARITO pada tahun 1988 dan telah mengakibatkan banjir bandang yang mengakibatkan kerusakan pada semua pemukiman warga dan semua perkebunan warga setempat semisalnya cengke, pala, dan kelapa semuanya terendam dan terbawa air hingga tak tersissa. Dan masyarakat setempat salah satunya Desa Waitina juga terpaksa mengungsi ke Desa tetangga dikarenakan rumah mereka terendam banjir.
Sementara ditahun 2008 ada perusahan yang beroprasi yakni CV. ALASKA KALIMANTAN di desa Karamat Titdoi serta CV. KUNCORO yang beroperasi di Desa Naflo dan dua perusahan tersebut membawa dampak banjir, dan longsor yang mengakibatkan kerusakan lahan warga di dua Desa tersebut. Tentu hal ini menjadi sangat meprihatinkan bagi masyarakat setempat apalagi telah beredar sekitar 10 Izin Usaha Pertambangan yang akan beroperasi disana, hal ini tentu akan membawa dampak yang sangat buruk lagi dari sebelumnya
Aadapun CV. AZHARA KARYA yang sekaran beroperasi di Desa Wailoba ini juga membawa dampak yang sangat luar bisa terhadap masyarakat setempat tidak lain adalah banjir yang mengakibatkan banyak kebun warga yang dekat dengan kali besar seperti kelapa telah dihantam dan dibawa oleh air. Hal tersebut telah membuat sebagian besar masyarakat di pulau mangoli yang desanya terkena dampak dari pada pertambangan mereka trauma.
Melalui permasalahan historis tersebut tentu Pulau Mangoli tidak pantas dan tidak layak untuk dijadikan wilayah konsesi pertambangan, baru sekelas CV yang hanya mengambil sebagian kayu yang berada dipermukaan tana apalagi sekelas PT yang kemudian itu akan merambas hingga kedasar tanah, tentunya akan lebih parah dampak yang kemudian dirasakan warga setempat
Namun baru-baru ini masyarakat dikagetkan lagi dengan 10 Izin Uasaha Pertambangan yang akan beroperasi di Pulau Mangoli empat diantaranya yang akan beroperasi adalah PT. Aneka Mineral Utama dengan luas konsesi 22.535,1 hektar yang bergerak di Kecamatan Mangoli Utara Timur yang meliputi, Desa Waisakai, Pelita Jaya, Kawata, Kecamatan Mangoli Timur, yang meliputi, Desa, Naflo, Waitina, Titdoi, Kecamatan Mangoli Tengah yang meliputi, Desa Jere dan Mangoli. PT. Wira Bahana Perkasa yang beroperasi di Kecamatan Mangoli Tengah dengan luas konsesi 7,453,09, hektar yang meliputi Desa Bruakol, dan Desa Paslal. PT. Wira Bahana Kilau Mandiri yang beroperasi di Kecamatan Mangoli Utara dengan luas konsesi 4,463,73 hektar yang meliputi Desa Trans Modapuhi, dan Desa Saniyahaya. PT. Indo Mineral Indonesia, yang beroperasi di Kecamatan Mangoli Selatan dengan lus konsesi 24,440,81 hektar yang meliputi, Desa Buya Kecamatan Mangoli Barat Desa Johor, dan Desa Dofa.
Dari beberapa Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang akan beroperasi diatas hingga saat ini ternyata suda ada kerja eksplorasi bahkan telah sampai pada tahapan pengkaplingan lahan tingga sekitar dua tahap lagi mereka akan beroperasi. Dan sebagian besar masyarakat yang ada disana tidak tau walaupun ada sebagian lahan yang suda dipatok hanya orang-orang tertentu yang terlibat dalam pelaksanaan survei bersama, ketika warga setempat menanyakan perihal pematokan lahan tersebut yang dikemukakan oleh tim surfei adalah itu hutan lindung tutur salah seorang warga Desa Naflo ketika diwawancarai.
Mengacu pada persoalan yang terjadi tentuh sangat meperihatinkan apabila perusahan ini betul-betul akan beroperasi bisa dibilang bahwa kehidupan masyarakat setempat akan terancam oleh bencana-bencana alam yang akan mensabotase daripada sumberdaya mereka yang ada disana melihat dari konsesi wilayah pertambangan tersebut sangat berbanding terbalik, karena wilayah-wilayah yang akan diduduki oleh pertambangan tersenut jaraknya berdekatan antara desa yang satu dengan desa yang lain.
Selain dengan dampak-dampak yang terjadi diatas kita ketahui secara bersama bahwa dampak daripada pertambangan itu bisa berupa jangka pendek dan jangka panjang semisalnya jangka pendek adalah, pencemaran udara, kualitas udara yang dipengaruhi oleh pertambangan ini sangat mempengaruhi udara yang berada disekitarnya dan akan berdampak pada kesehatan masyarakat yang berada di tempat tersebut. Pencemaran air, penambangan juga menyebabkan air yang meliputi kontaminasi logam-logam dari pembuangan tailing, hal ini akan berdampak buruk apada irigasi, persediaan air rumah tangga serta kegiatan-kegiatan lain yang yang bergantung pada air. Hilangnya kenaeka ragaman hayati, pertambangan seringkali menghancurkan atau modifikasi drastis dapat mengakibatkan bencana pada keaneka ragaman hayati, aktivitas pertambangan menyebabkan hilangnya habitat besar-besaran dari keragaman flora dan fauna
Sedangkan adapun jangka panjang adalah lanskap yang suada terpengaruh oleh aktifitas penambangan dapat membutuhkan waktu yang sangat lama untuk dimodifikasi kembali bahkan bisa jadi tidak akan pernah pulih, upaya perbaikanya tidak bisa dipastikan bahwa keaneka ragaman hayati di wilayah tersebut bisa dipulihkan, spesiesnya akan hilang secara permanen.
Dengan demikin 10 Izin Usaha Pertambangan yang akan beroperasi di Pulau Mangoli tersebut merupakan suatu bencana yang akan mengancam daripada seluruh kehidupan masyarakat yang ada disana dan akan membuat suramnya masa depan geneerasi yang akan datang. Masyarakat Pulau Mangoli dari jaman dulu hingga sekarang adalah masyarakat agraris dan nelayan, yang menjamin kehidupan mereka dari dulu hingga sekarang adalah hasil alam yang berupa tumbuhan kelapa, cengke dan pala, begitu pula dengan sumberdaya laut yakni dengan beragam macam ikan dan lain sebaginya.
Tanpa pertambanganpun masyarakat bisa bahagia dan sejahtra, bahkan dengan hadirnya pertambanganlah yang akan membuat masyarakat semakin kehilangan ruang hidup mereka, dan berbagaimacam kekayaan alam yang hidup disana, yang telah menjamin kehidupan mereka sampai saat ini. (*)