Opini  

Filosofi Proses: Taklukkan Apa yang Ditakutkan

Trisna Amrida.

Oleh: Trisna Amrida

Pegiat Sosial

SETIAP orang memiliki cara pandang yang berbeda tentang proses hidup. Bahagia, lalu menjadi apapun yang diinginkan hati. Hanya saja, banyak orang yang sibuk menjalani hidup berpura-pura bahagia seperti orang lain. Belakangan pun, banyak orang teramat terobsesi untuk dapat memiliki hidup yang “benar”, sampai-sampai mereka sesungguhnya tidak benar-benar menjalani hidup itu sendiri.

Terburu-buru, banyak dari kita yang membiarkan diri teramat terburu-buru. Padahal, perlahan. Tidak, tidak harus menjadi istimewa atau luar biasa dalam satu waktu apalagi dengan instan.

Segelintir orang yang berhasil menjadi unggul di suatu bidang, meraih posisi tersebut “bukan” karena mereka meyakini diri mereka istimewa. Sebaliknya, mereka menjadi luar biasa karena mereka terobsesi dengan perbaikan dan berproses.

Orang-orang yang hebat dalam suatu hal, menjadi hebat karena mengerti bahwa mereka belum benar-benar luar biasa. Mereka biasa saja, masuk golongan rata-rata dan bahwasanya mereka bisa menjadi jauh lebih baik. Serta memahami bahwa tahapan yang akan dihadapi salah satunya adalah kegagalan.

Gagal dan sukses berjalan beriringan bak siang dan malam juga layaknya musibah dan kenikmatan. “Bukan seorang fakih yang tidak memandang musibah sebagai kenikmatan, dan kelapangan sebagai musibah”[Ibnu Rajab Al-Hambaly].

Bukankah selama ini, kita sering kali melihat “sosok hebat” dan terobsesi. Namun kita lupa bagaimana jatuh bangunnya menjadi hebat.

Misal, melihat Muhammad Al-Fatih sebagai pemuda unggul yang mampu menaklukkan Kota Konstantinopel. Namun tidak adil jika kita tidak menapaktilasi perjuangan hidupnya secara utuh.

Bagaimana hancurnya dia di awal pertarungan dengan persiapan penuh, tetapi “gagal” merobohkan benteng pertahanan Konstantinopel kala itu.

Bagaimana resahnya dia menghalau ketidakmungkinan, kemustahilan memindahkan kapal-kapalnya dalam waktu satu malam di atas gunung bebatuan.

Ketakutan mengajar logika untuk putus asa dan pasrah. Tapi demikian proses, setelahnya selalu ada cahaya keniscayaan hadir atas kemenangannya yang nyata merebut benteng pertahanan Konstantinopel. Yaa, demikian proses mengajari setiap orang yang berjuang.

Kita juga sedang melakoni peran demikian, atas asa, atas cita-cita besar, atas cinta yang sedang diperjuangkan. Kegagalan kadang membuat kita mengecilkan diri sendiri untuk memulai proses mengabdi langkah-langkah kecil yang mengokohkan.

Ketakutan diri yang kecil mampu menghambat peluang besar yang datang. Ketidakpercayaan terhadap diri sendiri pun adalah ruang penghancur jalan proses kebahagiaan. Percayalah, bukankah kita tidak pernah bermimpi untuk gagal juga merencanakan kegagalan dalam hal apapun?

Mari renungkan, dilangkah-langkah perjuangan yang kita tempuh, yang perlu kita maknai adalah proses, bahwa kita harus berulangkali memulai. Bukan sekali memulai, gagal. Lalu berhenti. Di ruang-ruang kegagalan yang kita dapati, yang perlu kita bangun adalah merencanakan solusi Bukan menggerutui diri sendiri.

Maka, kelilingi orang-orang di sekitarmu dengan mereka yang sibuk membicarakan ide dan persiapkan mimpi-mimpi besar. Orang yang tak berputus asa dengan kegagalan serta orang-orang yang pandai memanfaatkan peluang. Karena dengan demikian, kamu akan ikut menjadi pribadi yang bijak dalam menentukan pilihan serta siap bertahan hidup dalam kondisi apapun.

Kesempatan datang kepada mereka yang bersiap. Maka hanya satu kata untuk mengambil langkah kesiapan tersebut, Optimis.

Beri diri nutrisi yang baik, jangan mengkerdilkan diri. Dunia terlalu luas jika kita sempitkan dengan pemikiran “saya” saja.

Beri ruang-ruang untuk belajar dan bekerjasama dengan orang lain. Dan pastikan kita bisa menjadi yang terbaik. Sempurna untuk menjadi baik itu bukan tanpa cacat, adalah sedikit berbeda dengan orang lain lalu beri banyak manfaat untuk orang disekitar.

Berhentilah menyesali diri. Menakut-nakuti logika atas peluang yang bisa dimaksimalkan. Sungguh, saat engkau menemui kegagalan, maka ruang kesuksesan terbuka lebar untukmu saat itu. Bersiaplah! temuilah langkah-langkahmu selanjutnya dengan proses yang lebih baik untuk semakin maju. (*)

“Bangun percaya diri, berproseslah lalu taklukkan apa yang kita takutkan”.