Opini  

Menjelang Pilkada dan Patologi Birokrasi di Maluku Utara 2024

Oleh: Selsius Pulotenga
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Maluku Utara

_____

MOMENTUM pemilihan kepala daerah calon gubernur dan calon wakil gubernur provinsi Maluku Utara 27 November tahun 2024 segera dihelat.

Tentu isu Pemilukada sangat tarik-menarik dan kompatibel di masyarakat kelas atas, menengah, dan sampai akar rumput untuk mewacanakan masing-masing setiap publik figur politik. Tapi apalah arti masa sekarang, kebanyakan figur hanya berbicara pada kebiasaan lama, salah satunya adalah strategi mendulang suara untuk menang yang selalu ditandai dengan analisis swot. Padahal kebutuhan rakyat Maluku Utara yang sampai detik ini pun belum bisa menjawab 70-80 % tentang kesejahteraan. Tentu hal ini sangat disayangkan dan diharapkan oleh rakyat itu sendiri.

Provinsi Maluku Utara yang dimekarkan pada 4 Oktober tahun 1999 melalui undang-undang RI No 46 tahun 1999 dan (undang-undang RI No 06 tahun 2003), tentu dengan usia ini tidak lagi muda. Ibarat manusia dengan usianya serupa tentu tidak perlu lagi dibimbing, ia bisa berjalan sendiri dengan kepercayaannya. Lantas kenapa sistem birokrasinya masih saja menyimpan daripada prinsip-prinsip birokrasi yang sejatinya?

Apa itu patologi birokrasi?

Pengertian patologi birokrasi atau biasa disebut penyakit-penyakit birokrasi adalah “hasil interaksi antara struktur birokrasi yang salah dan variabel-variabel lingkungan yang salah” (Dwiyanto,2011; 63). Birokrasi sebagai ilmu pengetahuan pertama kali di perkenalkan oleh Max Weber dalam karyanya, the theory of social and ekonomic organization, Soekanto (1983: 150).

Secara umum bahwa uraian di atas menggambarkan betapa merusaknya sendi-sendi pelayanan, lemahnya sumberdaya manusia di dalam struktur birokrasi dan akhir-akhir ini kita dihebohkan lewat media sosial, koran, bahkan televisi bahwa mulai dari pimpinan, jajaran birokrasi pemerintah provinsi sebagian melakukan korupsi. Dan mereka hanya mementingkan soal kesejahteraan kelompok orang maupun pribadi saja tanpa mempedulikan soal meningkatkan tatanan infrastruktur pembangunan fisik, ekonomi, pendidikan, budaya, yang baik demi masa depan Maluku Utara.

Tidak hanya itu, seorang figur harus mampu merumuskan visi-misi dan program jangka pendek maupun panjang demi akselerasi kebutuhan masyarakat Maluku Utara di sektor ekonomi, pendidikan, budaya, ketenagakerjaan, seni yang layak demi keberlangsungan hidup. Lanjut seorang publik figur/kompetitor yang akan bertarung di kontestasi politik nantinya harus tegas dan konsen terhadap misi ke depan untuk menatakelola birokrasi pemerintahan yang baik, jujur dan adil serta tidak berada pada akselerasi patologi pemerintahan yang notabene seperti Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN).

“Jangan jadikan Rakyat mendapatkan hak hanya di bilik suara, atau ibarat condom sudah dipakai lalu dibuang” ?. Merasa sebagai partisipasi politik yang baik jadilah pemilih yang cerdas agar pasca dari demokrasi langsung lewat pilkada 2024 ini bisa melahirkan pemimpin yang visioner, transparan, akuntabel serta peduli terhadap masyarakatnya demi kesejahteraan masyarakat Maluku Utara. (*)

Exit mobile version