Oleh: Subhan Hi. Ali Dodego
Akademisi IAIN Ternate
_____
PERHELATAN pemilihan gubernur Maluku Utara pada 27 November 2024 mendatang mendapat perhatian dari berbagai kalangan termasuk komunitas Jarod. Di ulang tahun ke-12 Jarod melakukan salah satu kegiatan produktif bertema “Pemilukada dan Wajah Maluku Utara ke Depan”. Tema ini lahir sebagai ikhtiar politik untuk memotret wajah Maluku Utara di masa depan.
Ketika undangan diskusi publik pada 14 September 2024 ini disebarkan ke jagat maya kerap mendapat tanggapan positif dari berbagai kalangan baik akademisi, politisi, aktivis dan mahasiswa. Hal ini dibuktikan dengan antusiasme ratusan tamu undangan yang datang memadati tempat yang disediakan panitia penyelenggara kegiatan.
Para tamu undangan yang datang lebih awal dan bertahan hingga akhir memiliki harapan bertemu dan mendengar langsung pemikiran, gagasan, visi dan misi para kandidat gubernur Maluku Utara. Namun sangat disayangkan tidak semua kandidat gubernur hadir dalam diskusi. Hanya Husain Alting Sjah dan Basri Salama calon wakil gubernur Muhammad Kasuba yang hadir. Sementara Benny Laos dan Aliong Mus tidak hadir. Selain menghadirkan para kandidat juga dihadiri pembanding Jubair Situmorang dan Margarito Kamis dari kalangan akademisi. Acara pembukaan berjalan dengan khidmat dibuka langsung Wali Kota Ternate, M. Tauhid Soleman dan juga dihadiri Pj. Gubernur Maluku Utara, Samsuddin Abdul Kadir.
Dalam sesi diskusi publik moderator memberikan kesempatan kepada kandidat gubernur Husain Alting Sjah untuk memaparkan visi dan misi. Ia memberikan penjelasan tentang visi dan misinya yang menurut catatan penulis hanya disampaikan beberapa poin penting yaitu persoalan pendidikan, budaya, ekologi, infrastruktur, pemberdayaan ekonomi, kesehatan, program beasiswa dan status ibu kota provinsi di Sofifi.
Pada saat membacakan visi misinya dia menjelaskan tentang nilai-nilai budaya dan adab seorang pemimpin kemudian identitas diri. Menurutnya, identitas itu sangat penting tidak boleh dianggap main-main. Bahkan beliau mengutip ayat Al Qur’an yang menjelaskan tentang Tuhan juga ingin dikenal sehingga Tuhan memperkenalkan identitasnya kepada manusia. Dengan konsep inilah orang dapat memiliki adab yang baik. Ketika orang sudah tahu identitasnya dia baru bisa bicara tentang perilakunya dan kapasitasnya.
Setelah pemaparan visi misi ditanggapi secara kritis oleh Akademisi IAIN Ternate, Jubair Situmorang. Ia menanggapi dan menyoal terkait visi misi Husain-Asrul. Jubair Situmorang menjelaskan tentang pentingnya kolaborasi dan kehadiran seorang pemimpin yang membawa kemaslahatan untuk membangun Maluku Utara. Selanjutnya, dia menjelaskan tentang dua hal yaitu permasalahan pendidikan dan karakter atau mental. Salah satu contoh, banyak mahasiswa yang berhenti kuliah atau cuti karena permasalahan ekonomi. Ia menegaskan bahwa lima belas tahun yang akan datang Maluku Utara akan mengalami turbulensi dan krisis kepemimpinan karena kekurangan sumber daya manusia. Karena generasi muda lebih memilih bekerja di tambang daripada kuliah.
Selanjutnya ditanggapi oleh pakar hukum tata Negara, Margarito Kamis. Beliau juga memberikan pemikiran kritis dan konstruktif terkait visi misi Husain-Asrul. Menurutnya, problematika akut yang melanda Maluku Utara adalah permasalahan kepemimpinan. Maluku Utara problemnya adalah kepemimpinan. Bahkan ketika membaca sejarah dunia Barat terlebih dalam konteks sejarah Islam juga kepemimpinan atau pemerintahan selalu menjadi permasalahan. Lebih jauh, pemimpin harus berani dan tegas dalam mengambil kebijakan agar semua pegawai pemprov dapat berkantor di Sofifi.
Selanjutnya permasalahan lain juga yang ada di depan mata adalah pendidikan. Terutama permasalahan kesejahteraan para pendidik dan kesempatan sekolah bagi anak-anak Maluku Utara. Pemerintah harus melihat dan turut andil dalam menyelesaikan problematika ini. Dia menegaskan pada pilkada Maluku Utara tidak boleh menggunakan politik identitas sebagai alat politik untuk meraup suara. Jangan berkelahi karena identitas. Jangan memilih kandidat berdasarkan suku, agama, ras dan golongan. Tetapi pilihlah pemimpin menggunakan isi kepala atau rasionalitas.
Sesudah mendapat koreksi dan kritik tajam langsung ditanggapi Husain Alting Sjah. Menurutnya wajah Maluku Utara harus dibenahi dengan identitas yang telah dibangun. Bahwa identitas itu penting sebagai simbol manusia. Dia menegaskan, para Nabi-nabi terdahulu yang sukses juga punya identitas. Sehingga manusia sebagai makhluk yang beragama dan budaya merupakan identitas yang tidak bisa dihilangkan. Ini sangat bertentangan dengan eksistensi manusia jika identitas dihilangkan.
Selanjutnya ditanggapi oleh Basri Salama. Sebelum menjelaskan visi misinya Basri terlihat lantang dan tegas memberikan koreksi balik terhadap Margarito Kamis terkait kritiknya tentang politik identitas. Menurutnya, perlu diluruskan dulu agar tidak dijadikan dalil pembenaran. Bahwa, identitas itu ciri, karakter yang melekat dalam diri orang bahkan benda juga punya identitas. Dan jika identitas itu melekat pada orang dan dia menentukan pilihannya sesuai dengan ciri dan karakternya maka kita tidak boleh punya narasi yang berbeda. Identitas menjadi sesuatu yang niscaya yang tidak dapat diintervensi oleh siapapun. Misalnya dia memilih seorang pemimpin berdasarkan ajaran agamanya kita tidak boleh melarang karena itu perintah ajaran agamanya. Lebih jauh dia menegaskan bahwa dalam sejarah kepemimpinan belum ada kepala daerah di Maluku Utara yang suskses seperti digambarkan Margarito Kamis.
Abdul Gani Kasuba, mantan gubernur Maluku Utara dalam kepemimpinannya cukup sukses. Banyak karya yang ia wariskan padahal dia memimpin pada masa transisi pascakonflik. Infrastruktur jalan, jembatan bahkan pelabuhan dan kapal feri penghubung antar kabupaten kota merupakan karya Abdul Gani Kasuba. Ia menambahkan juga terkait permasalahan status ibu kota provinsi di Sofifi dan pegawai yang jarang berkantor di Sofifi. Selanjutnya, data pasokan makanan di PT. IWIP yang vendornya dari Maluku Utara hanya dua orang saja, tetapi yang banyak dari luar semua. Misalnya, ikan, sayur, bawang, cabai dan tomat semua diambil dari luar Maluku Utara. Dia menegaskan jika MK-BISA terpilih jadi gubernur akan konsentrasi membenahi semua ketimpangan-ketimpangan ini.
Berangkat dari rangkaian diskusi sebagaimana dipaparkan di atas, menimbulkan beberapa catatan dan koreksi dari penulis. Pertama, penyelenggara harus memandu diskusi yang dapat menghadirkan “dopis” untuk meledakkan suasana diskusi. Bahwa, kehadiran para tamu undangan adalah untuk melihat dan mendengar gagasan, visi misi dan berdiskusi langsung dengan para kandidat. Sehingga, diskusi ini bisa menjadi wadah melihat secara dekat gagasan dari para kandidat. Namun sayangnya, para kandidat berbicara memaparkan visi misinya hanya kurang lebih sepuluh menit, sementara para pembanding lebih banyak berbicara bahkan waktunya lebih dari dua puluh menit.
Kedua, diskusi yang membahas mengenai pilkada dan wajah Maluku Utara ke depan ini lebih banyak menuai perdebatan persoalan politik identitas. Penulis melihat kedua kandidat yang hadir tergelincir ke dalam perdebatan kubangan politik identitas. Padahal, lewat momentum diskusi ini yang harus ditampilkan adalah gagasan besar tentang perbaikan wajah Maluku Utara di masa depan. Namun, yang terjadi adalah sebaliknya mereka berputar-putar memperdebatan soal isu politik identitas.
Menurut hemat penulis, persoalan identitas ini tidak perlu diperdebatkan. Sebab, kita sudah selesai dengan identitas. Maluku Utara merupakan daerah yang multikultural, multiagama, dan pluralis. Semua manusia punya identitas, baik agama, suku, bahasa dan budaya. Jadi, yang harus muncul adalah gagasan moderat, pembaharuan pemikiran visioner dan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Para kandidat yang mencalonkan diri sebagai gubernur dan wakil gubernur harus tampil sebagai seorang negarawan sejati yang dapat mengakomodasi semua kalangan, baik itu Islam, Nasrani, Hindu, Budha. Konghucu, maupun suku Tobelo, Galela, Loloda, Tidore, Ternate, Makian, Kayoa, dan suku-suku lainnya.
Ketiga, sesuai dengan catatan penulis, para kandidat gubernur dan pembanding pembahasannya masih sangat sempit karena hanya menyentil tentang problem pendidikan, karakter, politisasi identitas, dan problem krisis pemimpin atau pemerintahan. Tetapi, beberapa isu krusial yang dilupakan yaitu isu tentang anjloknya harga komoditi kopra dan cengkih di Maluku Utara. Gagasan kesejahteraan para petani Maluku Utara ini tidak muncul pada diskusi publik, padahal salah satu sumber pendapatan terbesar kita di Maluku Utara ada pada aspek pertanian.
Selanjutnya, yang luput juga dari diskusi publik adalah persoalan bidang perikanan dan kelautan. Soal nasib dan kesejahteraan para nelayan kita. Maluku Utara secara geografis lautnya lebih luas dari daratan. Tetapi yang dikelola lebih besar justru daratannya. Padahal kita punya kekayaan pada aspek kelauatan juga sangat besar. Isu-isu krusial lain yang tidak dibahas seperti pariwisata, kerusakan lingkungan hidup akibat industri ekstra aktif, isu perampasan ruang hidup dan berbagai isu penting lainnya.
Jadi, penulis berpandangan bahwa kesimpulan dari diskusi kita belum membuahkan hasil yang maksimal, terang dan jelas. Gagasan brilian untuk memperbaiki wajah Maluku Utara di masa depan belum terlihat jelas. Ini menjadi catatan penting untuk kegiatan diskusi publik berikutnya. Dan paling penting sebagai koreksi dan masukan kepada para kandidat gubernur yang tidak hadir agar dapat hadir pada sesi diskusi berikut. Jangan menganggap enteng tentang diskusi seperti ini. Pemikiran, gagasan, visi misi perlu didengar dan dilihat secara langsung oleh masyarakat. Dan setiap pemikiran dan gagasan harus diuji secara publik agar kualitas dan mutu para kandidat dapat dilihat secara langsung. (*)