Opini  

Konferensi HMI Cabang Ternate: Antara Fundamentalis dan Dogmatisme

Oleh: Gusti Ramli

______________________

HIMPUNAN Mahasiswa Islam (HMI) merupakan organisasi kemahasiswaan yang memiliki tujuan besar dalam mencetak kader-kader pemimpin yang tidak hanya unggul pada aspek intelektualitas, tetapi juga memiliki karakter yang baik dalam mengemban amanah. Selain menjadi organisasi yang mengedepankan kepentingan Sumberdaya Manusia yang unggul dan berdaya saing dalam hal ini melaksanakan kaderisasi. Salah satu agenda penting dalam organisasi ini adalah Konferensi Cabang (Konfercab), yang bertujuan untuk memilih ketua umum dan pengurus baru, mengakselerasi kaderisasi, serta merumuskan langkah-langkah strategis bagi kemajuan organisasi di tingkat cabang. Namun, seringkali dalam momentum Konfercab, terjadi dinamika yang tidak sehat, salah satunya adalah munculnya kecenderungan untuk mengedepankan ego individual daripada kepentingan kolektif organisasi.

Konferensi Cabang tidak sekadar isapan jempol saja, namun memiliki peran strategis dalam menentukan arah dan kebijakan HMI selama satu periode ke depan. Selain sebagai ajang pemilihan kepemimpinan, Konfercab juga menjadi wadah untuk refleksi dan evaluasi terhadap kinerja pengurus sebelumnya serta merumuskan program-program yang akan datang. Dalam forum yang seharusnya bersifat kolektif ini, seharusnya diutamakan musyawarah dan mufakat untuk mencapai keputusan yang terbaik bagi keberlanjutan organisasi.

Namun dalam beberapa kesempatan, kritik terhadap HMI Cabang Ternate menyoroti kecenderungan mengedepankan ego individual yang berlebih. Beberapa faktor yang mendorong terjadinya hal ini antara lain adalah:

1. Ambisi pribadi yang berlebihan

Beberapa pihak dalam Konferensi Cabang terlalu fokus pada pencapaian tujuan pribadi atau kelompok tertentu, seperti keinginan untuk menduduki posisi ketua umum atau pengurus. Hal ini sering kali mengabaikan kepentingan organisasi dan membentuk konflik internal yang merugikan.

2. Politik praktis yang merusak

Dalam proses pemilihan kepemimpinan, terkadang terjadi politik praktis yang tidak sehat, seperti permainan strategi yang lebih mengutamakan hubungan pribadi ketimbang kualitas dan kapasitas calon pemimpin. Kondisi ini mengarah pada pemilihan yang tidak didasarkan pada visi dan misi organisasi.

3. Kurangnya komunikasi dan kolaborasi

Dalam beberapa kasus, kurangnya komunikasi yang baik antar sesama kader, baik di tingkat pengurus maupun antara pengurus dan anggota, memunculkan kesalahpahaman dan ketegangan. Hal ini menyebabkan kurangnya kesadaran akan pentingnya kerja sama tim dan kesatuan visi dalam menjalankan program kerja serta kemajuan organisasi.

4. Mengabaikan kepentingan organisasi untuk kepentingan pribadi

Dalam situasi tertentu, kader yang mengedepankan ego individual tidak hanya merugikan proses pemilihan ketua umum, tetapi juga merusak keberlanjutan program kerja yang telah dirancang. Kepentingan pribadi menjadi prioritas, sementara kemajuan organisasi dan kesejahteraan anggota justru terabaikan.

Untuk mengatasi permasalahan ini, tubuh HMI Cabang Ternate perlu melakukan evaluasi mendalam terhadap dinamika yang terjadi dalam pelaksanaan Konfercab dan memastikan bahwa proses demokrasi di dalamnya berjalan sesuai dengan asas musyawarah dan mufakat. Kiranya, kader HMI Cabang Ternate masih menjaga prinsip demokrasi dan transparansi, yang dimana pemilihan kepemimpinan harus dilakukan secara transparan, dengan mempertimbangkan kapasitas, integritas, dan visi calon pemimpin untuk membawa organisasi yang maju. Mekanisme demokrasi dalam Konferensi Cabang harus dijalankan dengan fair dan menghindari praktik politik praktis yang dapat merusak iklim organisasi. Apalagi dengan biaya kontribusi yang harus dibayarkan oleh bakal calon ketua umum juga terbilang fantastis. Sehingga, timbul rangkaian pertanyaan terhadap penetapan syarat pencalonan Ketua Umum yang tertuang di dalam point 14. Apabila hal demikian diberlakukan, maka tidak menutup kemungkinan arah HMI Cabang Ternate ke depan lebih menunjukkan sikap pragmatisme yang tinggi.

Jika kita tinjau pada aspek relasi kuasa antara HMI dengan pemerintah dan partai politik, maka sejauh ini HMI sangat memiliki hubungan yang erat dengan beberapa pihak dalam pemerintahan dan partai politik. Dalam beberapa periode sejarah Indonesia, HMI memiliki kedekatan dengan kekuasaan tertentu, baik dalam bentuk koalisi politik maupun sebagai bagian dari kelompok yang mendukung kebijakan pemerintah. HMI juga memiliki pengaruh dalam membentuk opini publik mengenai isu-isu tertentu.

Secara keseluruhan, kedekatan HMI dengan relasi kuasa dapat dilihat dalam dinamika politik dan sosial yang melibatkan partisipasi aktif dan kadang-kadang juga sebagai kekuatan penyeimbang terhadap dominasi kekuasaan. HMI tidak hanya berfungsi sebagai entitas yang mendukung kebijakan tertentu, tetapi juga sebagai pengkritik yang mendorong perubahan dan peningkatan kualitas kebijakan yang ada.

Mengakselerasikan keberadaan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai organisasi perjuangan dan perkaderan dalam relasi kuasa membutuhkan upaya yang strategis dan terencana agar HMI dapat memainkan peran penting dalam mempengaruhi kebijakan, sekaligus mencetak kader-kader yang mampu membawa perubahan.

HMI harus terus memperkuat pemahaman kader mengenai ideologi organisasi, yaitu Islam yang rahmatan lil alamin. Pembekalan ideologis yang kuat akan memastikan bahwa kader HMI tidak hanya aktif dalam dunia politik, tetapi juga memiliki pijakan moral yang kokoh dalam menjalankan aktivitas perjuangan mereka. Dengan dasar yang kuat, mereka akan lebih efektif dalam mengkritisi dan menawarkan solusi atas masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan negara.

Kemudian, HMI Cabang Ternate sudah barang tentu memperkuat kualitas perkaderan. Sebab, perkaderan merupakan inti dari HMI. Agar HMI dapat berperan maksimal dalam relasi kuasa, perkaderan harus dilaksanakan dengan kualitas yang tinggi. Pengembangan kemampuan intelektual, kepemimpinan, dan keterampilan organisatoris harus diperhatikan. Program-program perkaderan yang berbasis pada peningkatan kapasitas dalam hal intelektual, politik, sosial, dan spiritual akan menghasilkan kader-kader yang siap berkompetisi dan memberikan kontribusi nyata di berbagai bidang.

Untuk mengakselerasikan keberadaan HMI sebagai organisasi perjuangan dan perkaderan dalam relasi kuasa, perlu dilakukan upaya kolektif yang melibatkan penguatan ideologi, peningkatan kualitas perkaderan, partisipasi aktif dalam politik, serta membangun jejaring yang strategis. Melalui langkah-langkah tersebut, HMI dapat meningkatkan pengaruhnya dalam peta kekuasaan Indonesia dan memperkuat perannya sebagai agen perubahan yang membawa dampak positif bagi bangsa dan negara.

Mendorong kreativitas dan inovasi dalam gerakan sebagai organisasi perjuangan, HMI harus terbuka terhadap inovasi dalam merumuskan strategi dan bentuk perjuangan. Kreativitas dalam merancang program, kampanye sosial, maupun inisiatif kebijakan akan memberikan HMI keunggulan dalam mendekati dan memengaruhi kekuasaan. HMI juga perlu bersikap adaptif terhadap perubahan zaman, misalnya, dalam menghadapi perubahan teknologi, politik, dan sosial.

Menjaga independensi dan integritasnya dalam menghadapi kekuasaan, baik yang datang dari pemerintah, partai politik, atau kelompok lain. Organisasi ini perlu menjaga agar tidak terjebak dalam kepentingan politik praktis yang bisa mengurangi kredibilitasnya. Keberlanjutan peran HMI sebagai agen perubahan sangat tergantung pada kemampuannya untuk tetap menjaga integritas dan objektivitas dalam menjalankan tugasnya sebagai organisasi perjuangan.

Apa yang harus HMI lakukan untuk menjaga independensi?

1. Memiliki kepemimpinan yang visioner dan berintegritas

Kepemimpinan dalam HMI harus didasarkan pada integritas yang tinggi, dengan kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat dan adil. Pemimpin HMI harus menjadi teladan dalam perilaku, menjaga prinsip-prinsip moral dan etika, serta memimpin dengan hati nurani yang jujur dan berwawasan jauh ke depan. Kepemimpinan yang berintegritas akan menjadi fondasi yang kuat untuk menjaga kelangsungan dan kehormatan HMI sebagai organisasi yang bertanggung jawab dan dihormati.

2. Menjaga jarak dari kepentingan politik praktis

HMI harus berkomitmen untuk tidak terjebak dalam kepentingan politik praktis atau menjadi alat untuk kepentingan individu atau kelompok tertentu. Organisasi ini harus memastikan bahwa tujuan utamanya adalah untuk perjuangan sosial dan keadilan, bukan sekadar mencari keuntungan politik atau posisi di dalam pemerintahan atau partai politik. Dengan menjaga jarak dari kepentingan politik yang sempit, HMI bisa tetap menjaga objektivitas dalam setiap kebijakan dan kritik yang disuarakan, serta bisa berperan sebagai pengawas kekuasaan yang lebih efektif.

3. Membangun sistem pengawasan internal yang kuat

Untuk menjaga integritas, himpunan ini harus membangun mekanisme pengawasan internal yang kuat. Ini bisa berupa audit internal, mekanisme pelaporan pelanggaran (whistleblowing), serta sistem evaluasi kinerja pengurus yang objektif dan adil. Sistem pengawasan yang efektif akan meminimalisir penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, atau penyimpangan dalam organisasi, sehingga HMI tetap teguh pada jalur perjuangan yang benar.

4. Menjaga independensi keuangan dan sumber daya

HMI perlu memiliki kebijakan keuangan yang independen dan tidak bergantung pada sumber daya yang bisa membebani independensinya. Ini mencakup pengelolaan keuangan yang transparan, penggalangan dana yang sah dan etis, serta penghindaran dari sponsor atau dukungan yang bisa mempengaruhi kebijakan atau arah perjuangan HMI. Dengan memiliki sumber daya yang mandiri, HMI dapat bebas dari tekanan eksternal yang bisa merusak integritas dan independensinya dalam mengambil keputusan.

5. Menjaga jaringan yang etis dan berkualitas

HMI perlu berhati-hati dalam membangun hubungan dengan pihak luar, baik pemerintah, dunia usaha, maupun kelompok lainnya. Kerja sama harus dilakukan berdasarkan prinsip etis yang jelas, di mana pihak luar tidak boleh mempengaruhi arah perjuangan HMI. Jaringan yang sehat dan etis akan memperkuat posisi HMI dalam menjaga misi perjuangannya dan tidak terjebak dalam hubungan yang merusak kredibilitas organisasi.

6. Komitmen terhadap pendidikan dan pemberdayaan masyarakat

HMI harus tetap fokus pada tujuan utamanya, yaitu pendidikan dan pemberdayaan masyarakat, dengan mengedepankan nilai-nilai yang membangun karakter, intelektualitas, dan kepekaan sosial. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan harus memberikan dampak positif bagi masyarakat dan bukan untuk kepentingan sesaat. Komitmen terhadap pendidikan dan pemberdayaan masyarakat akan menjaga HMI agar tetap berada pada jalur perjuangan yang hakiki, tanpa teralihkan oleh kepentingan jangka pendek yang bisa merusak integritas. (*)

Exit mobile version